LAKE CHAPTER 58 – SOS 13: CLEARENCE

Lake
Penulis: Mie Rebus
Armor biru gelap di bagian bahu hingga dada kirinya hancur jadi serpihan, darah merah begitu segar terus mengalir dari luka-luka yang memenuhi tiap jengkal tubuh. Mata tertutup, perih terasa ketika aliran darah dari pelipis turun basahi sisi muka. Keadaan Bellatean mungil tersebut payah, seakan pakai daya terakhir yang dimiliki untuk tetap berdiri.
Pedang kembar terus menari, menebas Prajurit Accretia yang masih tersisa ke kanan dan ke kiri. Lunglai kali ini seiring tenaga yang terasa terus menguap dari badan.
Di belakang pria berambut spike hitam tersebut, tergoler MAU merah yang hilang sebelah lengan akibat ditebas pedang sedingin es milik seorang Templar Corite. Dari bagian mesinnya keluarkan kepulan asap hitam. Belum ada tanda MAU tersebut bakal bergerak lagi.
Sebagian besar anggotanya tumbang, sebagian lain mundur dalam keadaan tertatih-tatih menuju titik koordinat Brigade Support Federasi berada guna dapat pertolongan pertama.
“Rovanik,” gumamnya dalam hati saat dari sudut mata tertangkap pemandangan Berserker berambut jingga agak panjang tergeletak gak berdaya dengan luka senjata tajam menganga di dada.
“Zal,” kali ini dari kejauhan dia lihat seorang Ranger duduk tersandar di sebuah batu, merintih menekan lubang peluru di perut.
“Lalana,” otaknya masih gak sanggup hilangkan bayang wajah anggota Spiritualist perempuan riang yang terbakar itu.
Pedang berpendar hijau di tangan kanan menembus mantap kepala sesosok Prajurit Accretia berpangkat rendah tanpa nama di hadapannya, hasilkan percikan listrik sebelum badan logam besar itu terbanting ke tanah.
Pasukan Bellatean gak cukup kuat membendung kekuatan pasukan zirah besi. Mereka terus terdorong sampai muka gerbang Benteng Solus usai kepergian Pasukan Aliansi yang datang hanya untuk mengambil 2 anggota mereka plus seorang Sentinel junior.
Zona aman Solus tertembus pasukan darat, sedangkan Armada Udara Kekaisaran kembali gencar menggempur dinding-dinding Benteng Federasi dengan misil dan senjata api, tinggalkan remuk dan bahkan harus runtuh di beberapa titik.
Sistem pertahanan anti-pesawat benteng yang hanya tersisa 2 unit masih sibuk muntahkan peluru-peluru berkaliber .50 mm pada jet tempur Kekaisaran yang berseliweran di langit Solus. 3 rudal sekaligus meluncur dari jet tempur Kekaisaran, meledakkan satu unit dan meninggalkan unit satu lagi dalam keadaan memprihatinkan.
Semua jembatan penghubung antara gerbang benteng dengan daratan Solus buyar seketika dihujam misil otomatis. Pun begitu dengan portal teleportasi yang berada di tengah benteng, memutus aliran bantuan dan jalur kabur bagi pasukan Bellatean.
Berjarak 300 meter di depan Sang Maximus, para Striker Accretia terus berjalan beriringan dengan beberapa Punisher yang lindungi mereka.
“Sialan!” Gatan gak bisa percaya hal tersebut. Bahkan setelah pemimpin pasukan mereka dibuat gak gerak oleh tukang santet Aliansi pun, mereka masih belum niat mundur.
Malah sebaliknya, mereka turun dengan kekuatan yang lebih menakutkan.
Di antara para Striker tersebut adalah Legion Warwick. Seonggok prajurit besi berzirah putih dari ujung kepala hingga kaki. Jubah emas berlambang Kekaisaran Accretia tersemat gagah di punggungnya, menandakan dirinya pemegang supremasi komando pasukan logam.
“Cih, Darkmaul amat tidak becus menginvasi tempat kumuh ini. Bisa-bisanya dia gagal menembus pertahanan yang dibangun krucil-krucil pengganggu.” Ujarnya penuh penghinaan.
“Begitulah, Yang Mulia Legion. Seperti yang sudah saya perkirakan, Darkmaul Wakil Archon yang terlampau hijau untuk memimpin invasi skala besar,” tukas prajurit besi lain yang berdiri sedikit di belakang Warwick, memakai jubah merah pudar dengan lambang Kekaisaran, “andai Anda memilih saya-“
Belum sempat selesai dia bicara, Warwick langsung cengkram keras leher prajurit logam itu dan mengangkatnya sebelah tangan seraya bertanya, “… Apa kamu mencap dirimu sendiri sebagai Wakil Archon yang berpengalaman, Wingblade?”
“Ti-tidak. Tentu tidak, Legion. Ampuni kelancangan saya.” Gemang suara yang keluar dari prosesor prajurit logam itu, namun anggota prajurit Kekaisaran lain seakan gak peduli. Menganggap hal itu biasa, “Menurut laporan intel yang kami terima, Pasukan Aliansi Suci sempat menginterupsi pertempuran. Wakil Archon Aliansi, Nephtali Trinyth, berhasil menumbangkan Darkmaul seketika menggunakan Force Badai tingkat tinggi dan langsung pergi tinggalkan Solus.”
“… Sudah kuduga ada sesuatu. Tidak mungkin sirkuit Darkmaul mengalami overload akibat serangan liliput-liliput primitif.” Sang Archon Kekaisaran melepas cengkraman, jatuhkan Wingblade yang langsung ambil posisi berlutut di hadapan, “Kamu tau, Wingblade? Saya mungkin merendahkan Darkmaul, tapi bukan berarti kamu berhak tinggikan derajatmu sendiri dengan meragukan keputusan saya.”
“Siap, Yang Mulia Legion! Saya menyesali perbuatan barusan!” Seru Wingblade sambil masih berlutut.
Tatapan artifisial Warwick bertemu di satu titik dengan sepasang iris biru gelap, “Tempat ini jadi begitu ramai. Wakil-Wakil Archon berkumpul dan saling beradu senjata di sini. Iya ‘kan, … Blood Raider?“
Gatan berusaha mengeratkan genggaman pada kedua pedang kembar, walau terasa jauh melemah. Irama napas begitu kacau, tapi Sang Wakil Archon Federasi gak beranjak sama sekali dari tempat berdiri.
“Archon dan dua wakilnya terjun buat nyerang langsung Dataran Solus … jangan pikir gw goblok kalo lu sampe bilang ‘cuma mau’ bocah itu.”
Warwick membalas, “Apa kamu tidak punya niat menyerah? Lihatlah sekelilingmu. Dengan apa lagi kamu akan pertahankan wilayah ini? Prajuritmu bertumbangan, rekan sesama Wakil Archonmu saja sudah tidak sadarkan diri di dalam mainan rongsok itu.”
“Lu mengincar Benteng Solus. Bukan, lu mengincar apa yang tersembunyi di Benteng Solus. Kami gak setolol yang kalian kira. Seberapa naif otak karatan lu? Berpikir kami bakal sukarela serahkan Benteng Solus.”
“Jadi kalian sudah tau. Menarik. Tapi walau tau benda itu yang jadi incaran kami, tidak ada yang bisa kalian lakukan untuk hentikan gelombang invasi kami.”
Sang Wakil Archon berusaha semaksimal mungkin gak tunjukkan kekagetan di hadapan musuhnya. Sebenarnya Gatan belum tau pasti apa yang jadi tujuan utama para Accretia selain merebut Lake. Bisa dibilang omongan yang sebelumnya terucap dari mulut Si Sentinel cuma sekedar pancingan.
Gatan curiga, gak mungkin Archon dan Wakil Archon Kekaisaran sampe turun kalo cuma buat nyulik seorang prajurit minim pengalaman macam Lake. Menelisik respon yang diberikan Warwick, Gatan gak pernah menduga asumsinya bakal tepat sasaran.
Ada sesuatu yang disembunyikan di Benteng Solus, dan Kekaisaran menginginkannya. Lalu entah gimana, anak didiknya terlibat di antara rantai kejadian yang saling bersinggungan. Tapi Si Sentinel gak akan biarkan musuhnya tau apa yang ada di benaknya.
“Lu gak perlu mikir gimana cara kami hentikan kalian. Karena tanpa kalian sadari, kalian udah berhenti.”
Warwick yang tampak kesal dengar bualan seorang prajurit bersimbah darah di depannya, menodongkan launcher tanpa siege kit, “Sekarang pilih. Minggir, atau tersingkir?”
Sang Wakil Archon Federasi sempat menoleh ke belakang sejenak, pertimbangkan akibat bila dia bergeser dari tempatnya berdiri. Benteng Solus terancam tergilas keganasan pasukan zirah besi. Izcatzin belum sadarkan diri, belum dievakuasi. Pemukiman penduduk di zona aman bakal dihabisi.
“Gatan … tolong. Lindungi penduduk Bellato … dan Izcatzin.”
“… Cepatlah. Mereka butuh kamu.”
Benaknya memutar kilas balik ucapan terakhir yang tertangkap telinga sebelum berangkat ke medan tempur. Kalimat dari orang-orang terdekat yang sandarkan harapan di pundak mungil Si Sentinel senior.
Namun rasa bersalah tetap menyeruak dari dada saat sadar bahwa korban berjatuhan gak sedikit jumlahnya. Gimana anak buahnya yang harus menanggung keegoisan diri, gak bisa dipungkiri itu akan selalu jadi beban pikiran.
Dia tancapkan pedang kembar ke tanah, lalu bersedekap mantap, “Gw gak akan beranjak sedikitpun.”
Seenggaknya ini hal terakhir yang bisa dia lakukan untuk rekan-rekan yang telah berguguran.
Desingan bunyi keras makin terngiang di udara dari ujung Launcher Sang Archon Accretia, pertanda hendak lepaskan satu energi dahsyat yang sanggup luluh lantahkan apa yang ada di depan mata.
“Baik, kalau itu pilihanmu. Jadilah abu,” tukas Warwick.
“HEAAH!” Sebuah teriakan keras membahana, bikin Gatan terkaget juga. “SAYA AKAN JADI PERISAI ANDA, MAXIMUS!”
“K-kamu!?” Seorang Shield Miller muda berambut pirang acak-acakan bawa sebuah perisai besar berlari sekuat tenaga menuju jalur tembak Warwick.
Ish’Kandel gak peduli, walau serpihan kristal es masih tersisa di sekujur perlengkapannya, biarpun dingin masih terasa menusuk tulang, biarpun perutnya masih perih akibat luka tebasan pedang beku Ayzan, dia bertekad untuk jadi perisai bagi komandan seperjuangan.
“Gw gak akan takut lagi!” pikirannya menerawang kejadian di Ether saat dia ketakutan menghalau peluru Doomblast Kekaisaran, “Gw gak akan ragu lagi!” dan saat dia berpikir dua kali buat bantu saudari kembarnya, “Kalah boleh, pengecut jangan!”
“Avant-garde!” Ish’Kandel pukulkan pedang ke perisainya. Force hijau keluar dari perisai layang-layang tersebut dan bagian sampingnya terbuka, mengubah bentuk perisai jadi jauh lebih besar dari yang seharusnya.
“ILKASH! JANGAN!” Teriak Gatan.
“Ha, bonus kill.” Launcher Warwick bertenaga penuh langsung muntahkan isinya berupa peluru proton teramat panas.
Ledakan proton silau menghujam deras perisai besar Ish’Kandel tanpa ampun. Gatan sampe angkat kedua tangan buat lindungi mata dari kilaunya. Ledakan tersebut terbelah di sisi kiri dan kanan Sang Wakil Archon akibat usaha pemuda berambut pirang acak-acakan itu.
Tetiba sebuah tombak nyala merah kejinggaan melesat, menembus sinar proton kebiruan yang masih terarah pada perisai Ish’Kandel sampai akhirnya menyumbat moncong launcher Warwick.
Sang Archon Accretia gak tinggal diam, dia lempar launcher tersebut jauh ke atas sebelum hasilkan ledakan besar di angkasa akibat tembakan laser protonnya tersumbat secara paksa.
Dentuman keras menggema seakan beban berat bertemu dataran Solus. Retakan dan ceruk kecil terbentuk di bawah kaki seorang pria gagah yang baru aja tiba di medan tempur. Armor merah kejinggaan membara, dihias sorot mata tajam menahan letup amarah yang siap meledak kapanpun. Dia rentangkan tangan ke depan, seakan berusaha gapai sesuatu.
“Cih, lagi-lagi mainanku hancur akibat ulahmu …”
Tombak yang tadi ikut terlempar bersamaan dengan launcher Warwick melesat kembali ke tangan kanan yang siap genggam kokoh tombak kebanggan Berserker terkuat. Asap yang terus menguap dari tombaknya, menandakan masih dalam suhu tinggi, tapi seakan gak pengaruh apa-apa. Jubah putih berhias lambang emas Federasi Bellato berkibar penuh wibawa di balik punggung pria itu.
“Ma-Maximus …” rintih Ish’Kandel.
Luka bakar tingkat lanjut terukir di sisi kiri tubuh Shield Miller muda yang amat telak terima serangan laser proton. Dia kesakitan dan nyaris hilang kesadaran. Perisai amat panas, bagian pinggirnya bahkan sampai meleleh. Tapi pandangan buram Ish’Kandel masih bisa menangkap sosok tegap di depannya.
Gatan hela napas lega usai sukses ulur waktu sampai pasukan Striker Accretia maju jauh dari posisi aman, “Lebur mereka …”
Ketiganya menyebut satu nama bersamaan, “Croiss.”
Tanpa aba-aba, Wingblade, Accretia berzirah kuning gelap berakselerasi amat cepat. 2 pasang pedang bersinar kekuningan mencuat dari kedua lengan dan betis logamnya.
“Datang belakangan!? Bukan waktunya sok jadi pahlawan!” Sindirnya pada Sang Archon Bellato.
“RAYAN!” Seru Croiss.
Mendadak muncul sosok Spiritualist lelaki di sebelah Si Berserker, “SIAP!” Lelaki itu cengkram bahu Croiss dan keduanya langsung hilang dari pandangan.
Sang Archon Federasi dan Spritualist tetiba muncul di hadapan Warwick, dalam sekejap pangkas jarak 300 meter yang sebelumnya sempat jadi jurang pemisah antar Archon.
“Inferno Tower!” Tanpa basa-basi tombak Croiss bergesekan dengan dataran Solus, hasilkan percik api yang kemudian berkobar hebat seraya lengan kekar mengayunnya dari bawah ke atas.
Sebuah kobaran api gak terkontrol bak menara langsung terbentuk akibat ayunan tombak Berserker terkuat sefederasi.
“Bajingan!” Umpat Wingblade setelah terjangan gagal total membelah target utama gegara keburu pindah tempat. Serangan 4 pedang Wingblade justru tertahan kapak ganda berukuran lebih kecil dari kapak tunggal pada umumnya. Dentingan senjata metal saling bergelut terdengar nyaring membahana.
“Terlalu cepat 10.000 tahun buat nyentuh mentor gua, sekrup karbu.” Ledek Warrior itu sembari tersenyum ramah di tengah adu kuat. Armor yang dia kenakan sedikit beda dengan armor Warrior kebanyakan. Bagian bahu hingga lengan kirinya dibuang hingga sisakan sarung tangan, pamerkan otot bisep kekar berurat, “Izinkan gua, Conquest Muynes Ibtasim, temani sisa hari lu yang dipastikan bakal kusut.”
Api yang muncul akibat ulah Croiss perlahan padam, sesosok prajurit besi terbelah tubuhnya tepat di tengah. Jingga berpendar terang dari bekas tebasan Sang Archon Federasi.
“Di mana etikamu, bocah beringas?” Ledek Warwick tenang sambil memegang kepala anggota yang dia jadikan tameng.
Sama sekali gak ada balasan terlontar dari mulut Croiss. Sadar serangan tombaknya gagal menggores target, dia langsung lancarkan tendangan bertenaga penuh yang sayangnya masih bisa ditahan launcher lain milik Warwick.
Tendangan dari Bellatean kekar begitu kuat terasa, sampai membuat Warwick harus rela terdorong jauh ke belakang walaupun sebagian besar daya serang mampu diblok dengan baik.
Kini Bellatean itu berdiri gagah di tengah kerumunan pasukan Accretia. Namun belum ada satupun logam yang berani bergerak menyerang. Mata oranye tajam dihias ekspresi murka seakan jadi peringatan bahwa gak bakal ada yang sanggup bertahan usai berhadapan.
Mata Croiss meneliti sekeliling, mendapati kepungan pasukan zirah besi, amati pasukan Resimen 1 Satuan Tugas Gabungan yang bertumbangan, menatap betapa porak-poranda Benteng Solus, dan seberapa parah kondisi dua Wakil Archon kepercayaannya.
Bisa dibilang ada sedikit penyesalan terselip di hati. Kenapa dia harus dengarkan saran Gatan untuk tetap di garis belakang? Andai dia datang lebih awal, tentu gelombang serangan para Accretia bisa lebih cepat dibendung dan gak perlu ada segini banyak korban dari pihak Bellato.
Tapi di sisi lain, dia bersyukur lebih milih turuti saran Wakilnya. Karena kini tugas untuk membalik alur pertempuran bakal jauh lebih mudah bila dirinya masih berada dalam kondisi fit.
“Boleh juga!” Seru Wingblade dikala beradu kemampuan lawan seorang ajudan Archon, Muynes.
Pertikaian mereka seru, dua pihak gak sudi saling mengalah dan terus berusaha cari celah kelemahan. Accretia berjubah itu gak nyangka ajudan Archon bisa imbangi kemampuan Wakil Archon
“Jelas. Gua adalah prajurit yang bakal teruskan api perjuangan ‘Infernova’. Camkan itu baik-baik,” balas Muynes penuh ambisi. Omongannya begitu kontras dengan ekspresi wajah yang tersenyum tenang, “okay, waktunya lu balik, keramik bengkel. Triple Threat.”
Kapak ganda di tangan menari liar seraya hujamkan serangan bertenaga tiga kali berturut yang mementalkan Wingblade kembali ke posisi pasukannya. Wingblade memutar tubuhnya di udara dan pertahankan kaki agar tetap menapak tanah seraya terus tergelincir ke belakang.
Hebatnya meski terpental cukup jauh, tapi zirah kekuningan tersebut sama sekali gak tergores. Seakan baru keluar dari bengkel poles armory.
“… Kesombongan kalian pasti hancur!” Wingblade hendak menyerang lagi, namun tindakannya terhenti gegara sebuah tebasan menggores daratan di depan kakinya diiringi hawa panas menekan udara.
Sebuah garis hangus yang entah berapa ratus meter panjangnya melintang akibat satu ayunan tombak Croiss, sukses jadi pemisah antara pasukan Federasi dengan pasukan Kekaisaran.
“Ini batas kalian,” ucapan Croiss amat mengancam, “BERANI AMBIL SELANGKAH AJA LEWATI GARIS INI, GUA HAPUS KEBERADAAN KALIAN DARI MUKA NOVUS!” Geramnya.
Sebagian besar prajurit Accretia yang gak percaya diri dengan kapabilitas mereka membeku di tempat. Cuma segelintir, di antaranya Archon dan Wakilnya, yang sanggup menekan balik determinasi yang ditunjukkan Croiss,
“Ha, apa kamu pikir gertak sambal seperti itu sanggup buat kami goyah?” Warwick kembali mengisi daya launchernya, kali ini dalam mode Siege, “kami tak perlu melangkah seujung baut pun untuk lenyapkan kalian. Sekarang, larilah! Menjeritlah! Takutlah! Doomblast!”
Kali ini bukan peluru proton yang dia gunakan, melainkan Doomblast.
Croiss tetap tegar sembari siagakan tombak dalam kuda-kuda untuk memukul balik peluru Doomblast yang meluncur deras itu, “Gua gak akan lari dari sampah yang korbankan anak buahnya demi keselamatan sendiri!”
“Plant Form; Colun Laidir!” rapalan mantra dari seorang pemuda berambut hitam membuat batang-batang pohon raksasa bermunculan dari bawah tanah dan membentuk pola anyaman di hadapan Croiss.
“Jangan jadi penghalang!” Bentak Archon Federasi pada Si Holy Chandra.
Peluru Doomblast menghantam penghalang dari pohon tersebut, dan anehnya … peluru Doomblast satu ini gak hasilkan ledakan area berbentuk kubah raksasa seperti biasa. Malah bisa dibilang, gak ada sama sekali ledakan. Yang ada cuma suara benturan kecil, dan tetiba batang-batang pohon besar yang tadinya kokoh terlihat amat kokoh kini meleleh bagai mentega di atas kompor.
Croiss gak menduga Accretia punya peluru Doomblast tipe baru. Andai tadi Si Berserker sembarangan menghujam peluru tersebut dengan tombaknya, entah apa yang akan terjadi.
Holy Chandra berambut hitam itu keliatan terengah karena kondisinya yang cuma bisa pake tangan kanan, “Saya gak bisa ambil resiko, Maximus.”
Gemuruh suara Armada Udara Bellato penuhi langit Solus. Bantuan. 5 jet tempur ditambah 3 pesawat transport jumbo yang palkanya terbuka perlihatkan Batalion inti pasukan Federasi dibawah komando Croiss.
“Pasukan utama tiba, Maximus Croiss!” Seru salah satu komandan regu melalui perangkat komunikasi, “sisakan bagian buat yang datang belakangan!”
Suara mesin perang darat andalan Federasi, MAU, ikut menggelegar kali ini dari sektor sayap kiri, “Lapor! Saya Conquest Gillard, pimpinan Tim Sergap Divisi 1 Artileri Bellato. Kami telah berada di posisi dan siap menggilas mereka!” Team 2 Divisi 1 Artileri Bellato yang dari awal mengambil rute memutar cukup jauh akhirnya tiba di posisi untuk mengepung pasukan Accretia.
Awalnya banyak dari anggota mereka yang mempertanyakan keputusan Izcatzin, namun gak cukup berani menentang.
Bila pakai akal sehat, tentu siapapun pasti ingin terjunkan pasukan terkuat untuk berhadapan langsung dengan pasukan utama musuh. Tapi tiap anggota Divisi Artileri sadar, siapa yang memberi perintah. Meski sering dilanda takut dan ketidak-sukaan terhadap perkataan pedas Wakil Archon wanita, mereka tetap percaya.
Mereka percaya Izcatzin memikirkan langkah antisipasi paling efisien untuk netralisir serangan dari pasukan musuh yang seringnya lebih kuat dari pasukan Federasi.
Benar. Sepanjang pertempuran berlangsung, yang menghadapi laju serang pasukan Accretia hanya Gatan dan Resimen 1-nya plus Divisi 1 Artileri yang dipecah dua oleh Izcatzin hingga waktu yang dinanti tiba. Waktu Croiss datang bersama pasukan utama dari belakang, dan Tim Sergap dari sayap kiri.
Strategi yang sebenarnya sederhana, namun butuh ketepatan dan saling percaya antar pemimpin untuk implementasi. Dan kedua Wakil Archon yang kini gak lagi mampu bertarung berhasil melakukannya secara sempurna.
Walau ada sedikit penyesalan akibat tumbangnya kedua Wakil Archon, Croiss harus mengakui. Sekuat apapun dirinya, sehebat apapun tombaknya berkobar melumat musuh, pada akhirnya Croiss gak mampu kalahkan Gatan dan Izcatzin dalam urusan strategi perang.
Pasukan Kekaisaran, terutama skuad Striker yang jadi pilar utama kerusakan lagi kerepotan menahan serangan mendadak dari para Armor Rider yang mengendarai Black Catapult dan Goliath.
Prajurit di bawah komando Croiss yang terdiri dari Satuan Tugas Gabungan, Divisi Artileri Bellato, dan Brigade Support Federasi serempak menggempur barisan depan pasukan Kekaisaran.
Sang Archon gak bergerak. Hanya berdiri menatap prajurit-prajuritnya yang turun dari pesawat transport berlarian di sisi kiri dan kanan. Raut muka Croiss kembali geram begitu matanya balik menatap musuh, “Waktu lu habis, Warwick.”
“Keparat kamu,” Prosesor Warwick kalkulasikan kemungkinan selamat bila tetap pertahankan posisi. Angka simulasi di optik artificalnya menampilkan angka 1.37%, “Wingblade! Tarik mundur pasukan yang tersisa! Berikan tembakan perlindungan, dan buang semua bom asap yang kita punya! Panggil pesawat penjemputan sekarang juga!”
“Siap, Yang Mulia Legion!”
Sebelum lanjut terlibat dalam pertempuran, Croiss berjalan ke arah berlawanan dari gelombang pasukan yang dia pimpin. Langkah pria itu membawanya menuju hadapan Gatan yang masih tegak bersimbah darah sendiri.
Mata biru gelap Sang Wakil Archon menatap dalam diam, satu helaan napas panjang diiringi wajah tertunduk kecewa, “Maaf, gw gagal.”
“Ini bukan kegagalan,” bantah Croiss singkat.
“Gw yang menghadang lu turun lebih awal ke medan tempur, yang sok kuat dan sok bisa atasi kekuatan Kekaisaran padahal kenyataannya gw yang dibuat babak belur,” balas Gatan masih tertunduk, “tahun ini gw pantas mati, Croiss. Dua kali. Dua kali gw diselamatkan anak buah sendiri,” keseimbangan Gatan makin goyah, tubuh kecil lunglai sampai akhirnya condong ke depan, “gw gak pantas … disebut … wakil-“
Lengan Croiss mencegah tubuh wakilnya yang telah hilang kesadaran tergeletak di tanah.
“… Kalo prajurit seperti lu gak pantas disebut Wakil Archon, entah siapa yang lebih pantas,” balas Croiss, “Rayan,” Sang Archon beralih memanggil ajudan pribadinya, “berapa kali lagi kemampuanmu bisa dipakai?”
“Siap, teleport terpakai 2 kali sebelumnya. Sisa sekali lagi.”
Croiss terdiam. Sang Archon tau ajudannya cuma bisa bawa seorang aja dengan kemampuan perpindahan tempat, dan dia udah manfaatkan hal tersebut supaya bisa sampai lebih dulu dari pasukan utama.
Sedangkan kini dua Wakil Archon terluka parah dan harus menerima perawatan tingkat lanjut di Markas Pusat. Dalam hati dia berpikir, apa yang akan diucapkan Gatan dalam keadaan ini?
“… Pindahkan Shield Miller muda itu ke Markas Pusat. Dia lebih butuh perawatan intensif terhadap luka bakar yang diderita,” Croiss berkata sembar serahkan tubuh Gatan untuk ditangani lebih lanjut, “Bawa Gatan dan Izcatzin ke ruang perawatan Benteng Solus.”
Rayan berkata, “Satu masalah, Maximus,” membuat mata tajam Croiss melirik padanya, “ruang perawatan Benteng Solus luluh lantah akibat gempuran misil Armada Udara Kekaisaran.”
Tangan Sang Archon mengepal kesal diiringi rutukan gigi saling beradu. Tapi dia tetap berusaha terkendali, “Muynes, bisa kamu dengar saya? Pimpin pasukan pengejaran sampai para Accretia keluar dari wilayah Solus. Selebihnya, biarkan mereka lari.”
“Maximus, bukannya kita perlu beri efek jera atas perbuatan mereka? Kita harus binasakan mereka karena berani injakkan kaki dan cari perkara di wilayah kita,” jawab Muynes kalem dari perangkat komunikasi.
Dalam kondisi normal, bila Croiss masih menjadi dirinya yang dulu, tentu dia gak bakal ragu untuk ikut serta dalam pengejaran pasukan Accretia dan bakal melumat mereka sampai gak bersisa. Tapi satu kalimat yang terucap dari mulut Gatan mengubah semuanya.
“Anda sudah bukan lagi Berserker yang dulu.”
“Biarkan,” kini mata merah kejinggaan Croiss menatap Benteng Solus yang telah porak poranda, “luka kita terlalu dalam.”
Pikiran Croiss kembali bergelut. Rusaknya ruang perawatan Benteng Solus berarti semua prajurit yang terluka harus dibawa langsung ke ruang perawatan markas pusat. Memang bisa handalkan Brigade Support Federasi yang turun ke medan tempur, namun mengingat terbatasnya tenaga perawat dibandingkan jumlah prajurit terluka, pastinya gak akan sefektif bila ruang perawatan Solus tetap berdiri.
Bahkan bila naik pesawat transport pun butuh waktu kurang lebih 2 jam untuk sampai ke Markas Pusat. Entah berapa nyawa bakal meregang sepanjang perjalanan, tapi tampaknya memang cuma itulah pilihan terbaik saat ini.
Usai aksinya lindungi Croiss beberapa saat lalu, Rokai gak serta merta mematung dan sekedar nonton melainkan langsung kembali bergegas gencar rapal mantra pemulihan Force alam tingkat dasar ke beberapa prajurit yang tergeletak berbalut luka.
Bahkan ada di antara mereka yang udah gak lengkap lagi anggota tubuhnya.
Sejalan dengan apa yang lagi diusahakan mentornya, Conquest Rylit. Tapi force dari Si Astralist udah hampir terkuras habis akibat banyaknya prajurit tumbang, terutama dari Resimen 1 Satuan Tugas Gabungan dan Divisi 1 Artileri Bellato.
Para Holy Chandra dan tenaga medis masih berdatangan dari lini depan membawa prajurit bahkan ketika Conquest Rylit belum selesaikan prosedur perawatan pada satu orang.
“Conquest,” sela Rokai, “keadaan ini … gak bagus sama sekali. Prajurit-prajurit ini, mereka bakal gugur kalo gak cepat dibawa ke Markas Pusat.”
“… Saya tau. Maaf, tapi cuma sebatas ini yang … saya bisa,” jawab perempuan itu sambil berusaha tersenyum kala napas terengah.
Rokai berdecih, sesali ketidak-mampuan lakukan sesuatu saat orang di sekelilingnya butuh bantuan. Apanya yang calon Holy Chandra terkuat? Toh dia belum sepenuhnya menguasai force alam lanjutan yang punya efek pemulihan lebih hebat.
Kapasitas Force melimpah dalam dirinya sama sekali gak berguna kalo cuma terus pakai mantra pemulihan dasar.
Dia mulai salahkan diri sendiri, “Andai Anda yang dianugrahi kelebihan force, mereka pasti selamat.”
Mata Rylit membulat dengar argumen Rokai seakan langsung sadar suatu hal yang teramat krusial. Dia menatap Rokai, ekspresi lega tergambar jelas di muka sambil berseru, “Itu dia!”
Rokai yang terlonjak sedikit kaget gak bisa berbuat apapun pas mentornya itu menarik pergelangan tangan kanannya menuju tempat Croiss berada.
Ketika sibuk pikirkan langkah paling efisien, Sang Archon ditegur seorang wanita bersuara amat halus tersebut, “Maximus, kami bisa bantu.”
“Conquest Rylit,” Croiss menelisik wanita itu plus seorang Holy Chandra lelaki berambut hitam yang sebelumnya dia bentak, “jelaskan.”
“Kami akan buat keajaiban,” ujarnya mantap.
“… Kalian bisa?” tanya Croiss agak ragu.
“Bisa.”
“Kita bisa?” kini giliran Rokai yang ikutan skeptis.
Mentornya tersenyum yakin lagi manis, “Dengan bantuan Forcemu, tentu.” Conquest Rylit mendekat, lalu membuka telapak tangan yang terdapat biji-biji tanaman. Dia berkata, “Cukup genggam tangan saya dan konsentrasi alirkan force-mu sebanyak mungkin. Sisanya, biar saya yang urus.”
Rokai mengangguk tanda paham. Dia percaya sepenuh hati dan jiwa pada mentor yang telah ajarkan banyak hal terkait force alam, force terhebat dalam urusan pemulihan. Tanpa ragu dia genggam tangan Rylit dan coba fokus semaksimal mungkin.
Tangan keduanya mulai berpendar warna kehijauan yang sejuk dipandang mata.
Rylit berujar kalem di tengah perpindahan aliran Force yang cukup intense tersebut, “Kita harus merapal mantranya bersama.”
Si Holy Chandra muda lagi-lagi mengangguk.
“Plant Form;” ucap kedua Spiritualist tersebut dalam waktu yang sama. Lalu keduanya langsung menekan genggaman tangan mereka ke tanah, “Valley of Valoria.”
Mata Sang Archon masih terkunci pada pertunjukan tersebut. Menanti apa yang akan terjadi, namun dia cukup bingung. Pasalnya gak ada hal yang berubah setelah aksi kedua Spiritualist tersebut.
“Saya gak liat ada perubahan,” Si Berserker terlihat makin gak terkesan.
“Menanti kehidupan untuk tumbuh dan berjaya butuh kesabaran, Maximus,” Conquest Rylit masih percaya diri dan umbar senyum seraya berdiri kembali. Sejenak kemudian, tanah tempat mereka berpijak perlahan mulai retak.
Dari bawah retakan tersebut sekejap mencuat batang pohon raksasa, kokoh, bercabang banyak. Dedaunan hijau langsung muncul dari cabang-cabangnya dan dengan cepat tumbuh menjadi kanopi alam yang begitu rindang.
Retakan tanah masih terus bergerak menuju Benteng Solus dan begitu sampai ke tebing di depan gerbangnya, akar berlapis-lapis menembus dataran dan terus bergerak menggulung sisa logam jembatan dan menghubungkan kembali jalan menuju gerbang benteng
Tanaman-tanaman hijau beragam ukuran mulai tumbuh dengan cepat di setiap pelosok Benteng yang porak-poranda, sebagian dari tanaman tersebut bahkan memiliki bunga-bunga cantik amat sedap dipandang, mencuat dari sela-sela dinding, sampai menutupi pilar-pilar penopang mesin teleport.
Mata Rokai dan Croiss bercampur antara takjub sekaligus gak percaya.
Tumbuh-tumbuhan gak cuma membungkus benteng dengan cepat tapi juga menyebar luas sampai ke luar zona aman. Dataran hangus yang membentuk kawah buatan akibat dihantam mini nuklir Accretia udah gak terlihat gegara kembali tertutup permadani hijau alami.
Semerbak aroma khas pegunungan yang segar lagi menyejukkan merasuk ke paru-paru siapapun yang menghirup udara solus. Tenangkan hati, tentramkan jiwa. Serbuk-serbuk bunga berterbangan dibawa angin sepoi jatuh di tubuh para prajurit terluka di berbagai penjuru dataran Solus yang gak sempat di bawa ke zona aman, pulihkan luka mereka secara berangsur-angsur.
Rokai tutup mata nikmati moment keajaiban ini. Sakit di tubuhnya perlahan tapi pasti terangkat, sisakan nyeri yang dominan berpusat di patahan tangan kiri.
Senada dengan apa yang dirasakan Rokai, Croiss pun merasa staminanya yang walau terpakai cjma sedikit kembali pulih seutuhnya seakan gak terjadi apapun.
“Dan segala kesabaran serta pengorbanan pasti berbuah manis,” lanjut Conquest Rylit sambil senyum hangat.
“Luar biasa, Conquest. Kalo gak ada kamu, entah gimana nasib prajurit-prajurit malang itu. Kamu pantas disebut pahlawan,” puji pria berambut kemerahan.
Tapi Rylit malah menggeleng, “Bertaun-taun saya pelajari mantra penyembuhan tingkat tertinggi ini tanpa pernah terpikir bakal mampu menggunakannya karena force yang dibutuhkan jauh melampaui batas Spiritualist normal, Maximus. Saya gak akan mampu tanpa bantuannya,” tatap mata Si Astralist tertuju pada Si Murid.
Croiss menepuk bahu Rokai, “Hebat, Captain Rokai. Saya berharap banyak padamu di masa depan,” kemudian dia berlalu untuk observasi keadaan medan tempur lebih detil.
Rokai terlonjak sesaat, wajahnya tenggelam dalam getir yang gak mampu diungkapkan, “… Saya … saya gak berbuat apa-apa.”
Mentornya amati seksama reaksi Si Murid. Dia tau betul, Rokai amat berbakat dalam urusan pelajari force penghancur dan emang dasar bocahnya cepat belajar plus beradaptasi dengan dunia kedokteran. Tapi tanpa alasan jelas, semua itu gak terbawa saat Si Holy Chandra muda coba kuasai force penyembuhan.
Bahkan sampai saat ini Plant Form; Nature’s Armor satu-satunya force alam dasar penyembuhan yang dia kuasai.
Tangan Conquest Rylit masih terukir luka sayatan mengelus lembut rambut hitam Rokai, berharap bisa sedikit padamkan api kerisauan di hatinya, “Tegakkan kepala, Kamerad. Jalanmu masih jauh.”
“Conquest …,” Mata hitam bertemu mata biru langit di satu titik, “… izinkan saya belajar dari Anda sedikit lebih lama.”
“Saya gak akan melepasmu sebelum kamu kuasai semua yang saya tau.”
Respon Rylit berbalas sikap hormat dari muridnya sebagai tanda terima kasih.
Di bawah naungan teduh kanopi alam, ditemani kesejukan tumbuh-tumbuhan hijau, di hadapan Benteng Solus yang kini seolah jadi bangunan kuno berabad-abad gak dihuni, satu tekad terbakar dalam hati prajurit. Misi untuk wariskan ilmu, bukan cuma demi diri sendiri, tapi juga demi generasi penerus.
Untuk menghancurkan, atau untuk menjaga. Masing-masing prajurit selalu punya kedua potensi tersebut. Tinggal pribadi yang tentukan, ke mana diri hendak melangkah.
Sampai tiba waktu konfrontasi dengan takdir selanjutnya.
.::The End of Siege on Solus Arc::.
“Retreating doesn’t mean losing. Keep that in your empty brain.”
– Hash’Kafil (Ch. 57)
CHAPTER 58 END.
Next Chapter > Read Chapter 59:
Coming Soon!
Previous Chapter > Read Chapter 57:
https://www.pejuangnovus.com/lake-chapter-57/
List of Lake Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/lake-list
Catatan Author:
Tombak Croiss, Infernova, sebenarnya lebih condong disebut glaive ketimbang spear. Apa bedanya? Kalo spear tombak yang dominannya dipake buat nusuk karena kepala tombaknya ramping. Kalo glaive tombak yang di ujung tongkatnya dipasangin pedang mata satu (single-edged blade) jadi efektif dipake buat nebas juga. Mirip-mirip senjata Guan Yu atau Shirohige lah.
Regards,
Mie Rebus.
ada update lagi nggak min?
nanti diupdate ya~ mohon untuk menunggu