JOURNEY FOR IDENTITY CHAPTER 14 – BECAUSE X REASON

Journey For Identity
Penulis: Bid’ah Slayer
“Oke-oke… kita ke markas, tapi bantuin aku bawa barang ya” jawab Kasetsu dengan syarat.
“Iya-iya…”
Kamipun memakan waktu sekitar 10 menit untuk merapihkan barang miliknya agar bisa dibawa.
“Ehh.. Dzof… ini mesin pembuat amunisinya… aku kemaren minjem ini… ini aku balikin” ucap Kasetsu sambil menyerahkan alat pencetak peluru padaku.
“Minjem? Pembuat peluru? Yaudah… sini..” ucapku terburu-buru dan langsung memasukkannya kedalam inventory.
.
“Tolong siapin teleport ke markas” seruku sambil melempar dua lembar teleport scroll padanya.
Sebelum aku pergi dari goa menyeramkan ini, aku mengeluarkan pedang abu-abu misterius dari inventory ku, lalu menancapkannya ke tanah.
“Terimakasih…” ucapku langsung berlari kearah Kasetsu.
“Apa yang kau lakukan? Pedangnya gak kau bawa?” Tanya Kasetsu.
“Gak, itu bukan punya gue” “Dah cepet! kasih salam perpisahan sama Liora, biarin dia hidup bebas, biar dia cari pejantan terus kawin.” Jawabku sambil menyuruhnya agar kami cepat meninggalkan tempat ini.
“Dia itu pejantan! Umm.. Perpisahan? Maksud mu aku gak tinggal disini lagi?” Tanyanya.
“Dah, pokoknya lu nurut aja. Nanti gue jelasin di jalan, dan gue jamin lu gak bakal mau jadi manusia goa lagi”
“Hahh~ baiklah…”
“Liora.. jaga dirimu baik-baik ya, aku bakal kembali mengunjungi mu kok, dan ku harap, saat aku tidak ada, kamu bisa merawat dirimu sendiri… aku masih ingat saat kita pertama kali bertemu…” ucap kasetsu memberi salam perpisahan dengan nada yang lirih. Ia pun membelai bulu warbeast yang aku tak pernah melihat jenisnya itu. Dan binatang itu menjilati muka Kasetsu, seakan mengatakan aku akan baik-baik saja.
Serrr…
Hujan masih deras, belum ada tanda akan berhenti…
“Dah, ayo cepet” seru ku agar ia segera bangkit.
Kami sudah diatas teleport scroll, dan saat kami hendak berpindah tempat kemarkas, telingaku seakan menangkap pergerakas sesuatu…
Srak.. srak.. – srak.. srak..
Seperti orang sedang berjalan dengan mengenakkan armor berat,
*Zwungg…
Kamipun hendak berpidah tempat, namun sesaat sebelum aku terteleportasi… aku melihat… pedang yang kutancapkan…
Crakk…
… dicabut dari tempatnya, dan orang itu memudar diikuti kabut yang menyelimuti lantai goa.
*Zwungg…
*Markas Bellato*
Setelah kami sampai di markas, karena kondisi hujan cukup deras sore ini, aku mengajak Kasetsu untuk mampir ke mash ku. Walaupun awalnya ia menolak, namun setelah kubujuk dengan alasan cuaca, iapun akhirnya menyetujuinya.
.
“Selamat sore, aku pulang” ucapku setelah membuka pintu. “Ayo masuk, anggap saja mesh sendiri” seruku padanya yang berada dibelakangku.
“Ah, iya, Selamat sore” ucapnya dengan nada sebagaimana orang baru pertama kali mengunjungi rumah seseorang.
“Ah, kau suka coklat panas kan?” ucapku sambil mengeringkan rambutku dengan handuk.
“Hemm iya..” jawabnya singkat.
“Yasudah, kalau begitu tangkap ini, dan duduklah di sana” seruku sambil melemparkan handuk padanya.
Sambil memberikan coklat panas kehadapannya, aku mulai angkat bicara.
“Baiklah, akan kuberitahu kenapa saat di goa Chink muka ku tampak pucat, tapi sebelum itu, aku akan memberikan pertanyaan padamu terlebih dahulu”
“Baiklah” jawabnya.
“Apakah selama kau tinggal di sana kau tidak merasakan sesuatu yang ganjil?” ucapku memberi pertanyaan pertama.
“Tidak”
“Apa selama kau di sana, kau tidak merasakan aura yang mencekam?”
“Hemm.. tidak”
“Terakhir, apa kau tidak meraa diawasi di dalam goa itu?”
“Diawasi ya… hemm.. ya, aku merasakannya, namun aku fikir itu hanyalah para binatang malam seperti warbeast, lunker dan lainnya. Dan mereka tidak akan menyerangku mengingat ada Liora di sampingku” jelasnya. “Sekarang ceritakan ada apa denganmu di sana?”
“Kau tau, rencana kita saat hendak menyergap Coma? Rencananya setelah aku menyerangnya pertama kali, Ryan akan memberikan padaku sebelah dari Intense Sword Breaker ku kan? Namun nyatanya ia sama sekali tidak memberikannya”
“Tidak memberikannya bagaimana? Jelas-jelas penyerangannya sesuai rencana yang kau buat. Kau berhasil menusuknya menggunakan pedang yang berada di tangan kirimu” bantahnya tak percaya.
“Ya, aku memang berhasil menusuknya, namun bukan dengan Intense Sword Breaker ku. Lihat ini” ucapku sambil menunjukkan hasil percakapanku dengan Ryan melalui WhispApp.
“Ja-jadi.. jangan-jangan pedang yang kau gunakan…”
“Ya” potongku, “Pedang abu-abu itu yang kugunakan untuk menyerangnya”
“Tapi bagaimana bisa? Kalau Ryan tidak melemparnya, berarti…”
“Itulah permasalahannya, sesuatu atau seseorang melemparkan pedang itu kearahku” ucapku diakhiri dengan menelan ludah, kemudian melanjutkan meminum coklat panas.
Sontak saja, suasana di dalam kamar mesh ku menjadi suram dan horror, seseorang akan lebih baik tidak mengetahui hal buruk, karena begitu ia mengetahui, segalanya akan berubah, setidaknya perkataan itu ada benarnya.
Mengisi waktu dan agar menghilangan suasana suram ini, kamipun mulai bercakap-cakap. Dimulai dariku yang menceritakan kejadian menarik yang pernah kualami.
Dan diapun juga menceritakan pengalamannya, ketika ia mencoba berlatih sendiri saat masih di Nilben. Tentang kehidupan hampa yang ia lalui, dibesarkan oleh orangtua angkat, tak memiliki teman dan keterpaksaan yang menyeretnya untuk menjadi seorang prajurit, serta saat terjadi insiden penyerangan di Pesawat angkasa Nov-96, ia mengaku kalau ia sangat malas untuk berkerja walau saat itu kelas specialist sangat dibutuhkan, diapun akhirnya menemukan perban yang terjatuh dari salah satu korban, lalu Ia mengikat perban dengan noda darah dikepalanya, dan tidur sebagaimana orang yang sakit.
Tidak terasa 60 menit berlalu, dan hujan sudah reda dihari menjelang malam ini.
“Ah! Hujan sudah mulai reda, kurasa aku sudah tidak punya alasan untuk menahanmu lebih lama lagi, hehehe. Sini biar kubantu kau membawa barang-barang mu”
“Ya, terimakasih atas suguhan dan ceritanya haha..” ucapnya dengan senyum bahagia.
Akupun membawakan dan menyusun barang miliknya, sampai depan pintu…
“Ah! Kau juga meminjam buku dari perpustakaan? Kau anak yang rajin ternyata” pujiku mengetahui ada dua buku force milik perpustakaan.
“Ya, aku hanya mempelajari diwaktu senggang, tidak lebih”
“Tapi… bukannya tiap meminjam di perpustakaan hanya diijinkan meminjam satu buku ya?” ucapku heran.
“Emm.. ya, kau benar, tapi aku mmm… mengikuti member, jadi bisa meminjam dua buku hehe” jawabnya sambil menggaruk belakang kepalanya. “Ah, sudah ya, sini biar aku bawa semua”
“Kau yakin?”
“Ya, ngomong-ngomong ucapkan terimakasih ku pada Ryan juga karena telah mengijinkan aku meminjam mesin pencetak amunisi itu. Dan, panggil aku Setsu saja, kapan-kapan akan kuceritakan lebih jauh lagi. bye…” ucapnya seraya lari menjauh dari depan pintu mesh ku. Akupun hanya bisa heran sambil memikirkan apa yang ia ucapkan.
.
.
.
*Keesokan harinya*
Seperti biasa, aku bangun di pagi hari di kisaran waktu yang sama, pukul -:06.12:- seminggu tinggal di Planet ini mampu membuat tubuh ku otomatis bangun pagi, tidak seperti saat di Planet Nilben yang aku selalu kesiangan. Ahh… aku teringat dimana saat Kak Ulfa membangunkanku saat aku akan berangkat ke sini. Menyedihkan sekali hidupku.
Aku berjalan ke ruang makan, dan suasana di sini sepi sekali, biasanya Kak Ulfa datang untuk memasakkan aku sarapan, namun tidak dari kemarin.
Sepertinya gue kudu minta maaf sama Kak Ulfa… huftt..
Ucapku lesu sambil menghembuskan nafas. Walaupun ia sedang marah padaku, namun ia tetaplah professional sebagai kakak ku. Bisa dilihat saat ia menjawab pertanyaanku dan membuatkan sarapan. Itu sifat yang harus kuhargai dan semua wanita contoh. Karena kebanyakan wanita bila sedang memusuhi seseorang, ia akan menghilangkan pandangan kebaikkan pada orang yang dimusuhi, meskipun yang ia musuhi melakukan kebenaran. Itu yang tidak kumengerti dari mereka kebanyakan. Namun tetaplah repot bila aku harus meminta maaf pada Kak Ulfa.
Akupun segera membuat sarapan dengan bahan seadanya dan kemudian mandi.
.
*Ting tung* terdengar Vircell ku mengeluarkan suara tanda Whisp masuk ke kontak ku. Segera ku cek isi whisp tersebut.
[“From : /RyanGiant”]
Ahh… lagi-lagi tuh bocah, ada apaan sih?
Keluhku mengetahui ternyata Ryan yang mengganggu pagi damaiku.
[“Fi, tolong temenin gue yuk, nemuin Senior Shinta”]
[“Ah, ngapain , ganggu aja lu, jatah quest gue untuk bulan ini udah selesai, quest selanjutnya untuk minggu depan. Nanti juga ketemu lagi tuh sama tante pirang. Lu cari aja di depan portal, biasanya dia nongkrong di situ.”] balasku padanya.
[“yee.. gue juga gak bakal minta tolong sama lu kalo dia ada di depan portal. Karena banyak anak-anak yang questnya untuk bulan ini dah selesai, dia merintahin buat yang belom ngelarin quest untuk memberikan bukti quest di tempat tinggalnya. Ayo lah, gue bisa nyasar kalo sendirian”]
[“Aihh.. ye.. gue otw”]
Akupun segera bergegas menuju tempat yang ia sepakati untuk bertemu.
.
“Heh… gimana? lu dah tau alamatnya dia belon?” ucapku segera tu de poin begitu tatap muka dengannya.
“Tadi sih dah nanya keorang-orang, gue tanya dimana tempat tinggal Senior Shinta sang mentor specialist, tapi semua orang yang gue Tanya cuma jawab begini ‘Ohh… yang… ‘ sambil gerakin telapak tangannya kebuka dirambut mereka gitu. azz” jelas Ryan.
Dah kaya iklan sampo aja, ckck… batinku.
“Yaudah yuk, kita langsung ke tekape aja, keburu siang” seruku. Kamipun segera berjalan dengan bermodalkan petunjuk dari masyarakat.
.
“Heahh.. masih jauh gak sih, cape bener nih gue” keluhku karena kami tak kunjung menemukan tempat yang dicari. Atau jangan-jangan ini alamat palsu~
“Enggak kok, habis dari sini kita belok kanan” ucap Ryan sambil menyeka keringat dari dahinya.
“Ya, semoga aja bener. Jangan kaya tadi, salah ambil jalan” ujarku menyindirnya.
Tap.. tap.. tap..
“Semoga aja rumahnya bagus, kaya dan kita di sediain sirop marijan, beuhh..” ucapku sambil menghayal karena sedari tadi sudah terpapar sinar mentari. Niger serasa berjarak sejengkal dari atas kepala kami.
*Dhug
Tiba-tiba Ryan menyikut perutku.
“Apaan sih lu make nyikut-nyikut segala” sahutku sedikit sewot.
“Fi, coba lu liat kedepan!” seru Ryan sambil mengarahkan kepalaku agar melihat yang ia tuju.
“I-ini gak mungkin… jangan bilang ini perumahan elit dewan tinggi” ucapku tak percaya, karena di depan kami sudah berjejer rumah bergaya elit, tingkat dan dibatasi oleh gerbang besar yang tinggi beserta beberapa orang penjaga.
“Dah yuk cepetan” ajak Ryan menyeretku mendekati gerbang yang dijaga.
Ahh~ marijan, I coming~
“Ada keperluan apa anda kemari” Tanya seorang penjaga langsung kepada kami.
“Aa.. kami ingin bertemu dengan Senior Shinta, kami ingin menyerahkan hasil quest kami.” Jawab Ryan.
“Oh, prajurit baru, yasudah, rumahnya ada disebelah blok B no.4”
“Terimakasih pak” ucap Ryan, dan kamipun memasuki perumahan elit tersebut. Entah hanya perasaanku atau kenyataan, sat memasuki kawasan elit seperti ini, hawanya beda, kaya ada manis-manisnya gitu.
Tap.. tap.. tap…
“Ini dia, Blok B no.4” ucap Ryan. Kamipun segera mendekati pintu rumah itu. Sempat kuperhatikan symbol di depan pintu itu. Di sana tertuliskan lambang “RB”.
*Ting tong*
Tak berapa lama, muncul seseorang berpakaian maid membuka pintu dan menanyakan maksud kami kemari, Ryanpun menjawab dengan maksudnya.
“Ah, silahkan masuk tuan, biar ku siapkan minuman apa yang kalian mau”
“Sirop Marijan rasa mawar ada” celetukku.
“Shuss.. yang sopan sedikit coeg! Malu-maluin aja lu!” sikutnya dengan berbisik.
“Baiklah. mas yang pakai kacamata mau apa?”
“Eh.. idem aja mbak” jawab Ryan agak sungkan.
“Baiklah, silahkan tunggu sebentar” iapun pergi bersama dengan harapanku, semoga ia kembali dengan membawa apa yang kupinta.
Disaat kami menunggu, sungguh, tampang kami berdua tidak bisa dibilang tidak belo’on. Layaknya orang kampung masuk istana presiden. Kami ter-meng-nganga melihat ornament-ornamen yang menghiasi tiap senti dinding putih rumah bak istana ini.
Tap.. tap.. tap..
Kami mendengar seseorang tengah melangkahkan kakinya mendekat kearah kami, itu pasti Senior Shinta, sontak aku dan Ryan mengembalikan tampang kami seperti semula.
Tap.. tap.. tap..
Langkah itu berusaha menuruni tangga, terlihat sosok orang itu, namun ternyata itu bukan Senior Shinta, karena rambut pirang panjangnya tak terlihat. Namun aku juga tak tau siapa orang itu mengingat ia sedang membawa setumpukkan buku sampai-sampai itu menghalangi kami dari melihat wajah orang itu.
Tap.. tap..
“Waaa”
Ahh! Orang itu tersandung!
Mungkin karena saking banyaknya buku yang ia bawa sehingga menghalangi pandangannya.
Akupun reflek mengangkat pantatku dari sofa empuk yang kududuki hendak menolongnya, namun diluar dugaan.
Brugg… brugg brukk bruk
Semua buku yang ia bawa terjatuh, namun ia dengan gerak refleksnya berhasil kembali menyetabilkan posisi dan berdiri layaknya memasang kuda-kuda.
Gerak reflex itu, beserta posisinya, serasa familiar, sepertinya gue pernah melihatnya.
Iapun memumut buku itu, tidak ketinggalan aku dan Ryan menghampirinya dan membantunya.
“Ini bukunya…”
“Terimakasih ya… Ah, kau kan!…”
“Kak Gaza!” seruku saat melihat mukanya, Rambut ungunya, beserta kacamata, ah bukan, lensa tunggal yang berada di mata kanannya, tidak salah lagi, pantas aku mengenali gerak reflex miliknya. “Apa yang kakak lakukan di sini?” lanjutku berkata heran.
“Apa maksudmu apa yang aku lakukan di sini? Harusnya aku yang bertanya begitu.” Balas Kak Gaza menanya balik.
“Kalau aku di sini menemani temanku, Ryan, untuk mengonfirmasikan misinya pada Senior Shinta. Kakak sendiri?”
“Oh, si Shinta. Dia itu adik ku, kami tinggal berdua di sini. Ini rumah kami” jawabnya enteng. Sontak aku hanya bisa memandang kearahnya kosong. Tidak percaya. “Tadi kalian bilang mau menemui Shinta kan? Ayo ikuti aku, akan kuantarkan, dia ada di kamarnya”
Kemudian ia meletakkan bukunya di meja, lalu mengantar kami ke lantai dua.
.
*Tok tok tok…
“Shinta, kau ada di dalam?”
…
“Baiklah, aku masuk…”
.
“Eh?! Shinta, apa yang kau lakukan di sana? Lihat, dua anak didikmu datang ingin menemui mu” seru Kak Gaza menegur Senior Shinta.
Nampaknya, Senior sedang tiduran diatas lantai sambil memandangi langit-langit kamarnya. Begitu ia mengetahui kami datang, ia bergegas bangkit, lalu merapihkan pakaiannya yang sedikit lecek.
“Eh… Mau apa kalian ke sini?” tanyanya sedikit judes.
“Aemm.. ini Kak, kami..”
“Jangan begitu Shinta, jaga bicaramu, kau tidak pantas bicara seperti itu sebagai bangsawan kan.” Potong Kak Gaza menghentikan perkataan Ryan.
“Yasudah, ayo kita berkumpul di ruang tamu sambil meminum sesuatu. Tidak baik memperlakukan tamu seperti ini”
Kami berempatpun sekarang berkumpul keruangan yang dituju. Lalu menikmati suguhan yang disajikan.
“Ini Senior, 40 cakar lunker yang berhasil aku buru di Goa Chink” ucap Ryan sambil menyerahkan kantong berisikan yang ia sebut.
Senior Shintapun memeriksanya, lalu berkata “Ya, tunggu sebentar, aku akan mengambil hadiahnya.” Iapun pergi.
“Emm.. jadi Kak Gaza, dia itu adik anda. Aku tidak bisa menduganya” seruku membuat pembicaraan.
“Memangnya kenapa? Apakah kami berbeda?”
“Begitulah, anda begitu bijaksana menurutku, sedangkan dia…” belum selesai aku bicara, terdengar suara bersin dari ruang yang berbeda, yang sepertinya berasal dari Senior Shinta. “Ah, anda pasti tau lah” sambungku.
“Haha… sikapnya memang seperti itu, walaupun begitu, sebenarnya ia orang yang peduli kok. Maklum saja, ia membawa sifat ibu ku dengan pirangnya yang mengikuti ayah ku. Sedangkan aku sebaliknya.” Jelasnya.
“Begitu. Oh ya, tadi anda menyinggung tentang bangsawan, apakah anda… Bangsawan?”
“Ah, tadi aku kelepasan rupanya. Tak papalah, toh tinggal diperumahan elit begini juga pasti sudah bisa ditebak. Ya, kami adalah bangsawan. Bisa dilihat dari lambang di depan pintu rumah kami”
“Maksudmu RB?” timpalku masih penasaran.
“Ya, RB artinya Royalblood”
Ditengah percakapan kami, Senior Shinta kembali datang beserta hadiah yang ia bawa untuk Ryan.
“Ini hadiahmu”
“Terimakasih Senior. Satu dua..” jawabnya dan langsung menghitung nominal uang yang ia peroleh. Sontak aku menyikutnya.
“Stt.. jangan lakukan itu” bisikku pada Ryan.
“Kenapa, gue cuma menghitung duit kok”
“Dia gak suka bila lu melakukan itu, itu sama saja lu gak mempercayainya”
Ryanpun menurut, ia langsung memasukkan uangnya kedompet dan barang lainnya ke inventory.
“Kak, Kau meberitahukannya ya?” seru Senior pada kakaknya.
“Ya, lagi pula tak ada gunanya menutupinya, selain aku tadi kelepasan, salah satu dari orang ini adalah seorang Hardji. yang pernah menyelamatkan kakek kita.” Balas Kak Gaza.
“Eh! Hardji yang kalian maksud itu Kakek ku? Yosuro Hardji?” timpalku terkejut mendengar penjelasannya. Akupun teringat cerita Kak Ulfa saat masih di dalam pesawat angkasa. Ia menceritakan kalau kakek pernah menyelamatkan temannya yang merupakan keluarga bangsawan Royalblood.
“Ya, kau benar. Tuan Yosuro Hardji sangat berjasa pada keluarga kami, jadi secara tak langsung, keturunnya, Hardji juga berjasa pada kami.” Jelasnya.
“Kalau tidak salah nama seorang bangsawan yang kakek ku selamatkan adalah… umm..” ucapku sedikit bingung, sepertinya aku tidak mengetahuinya.
“Dia, El Dun Tanta. Kakek kami” timpal Senior Shinta.
“E-El Dun Ta-Tanta! Di-dia kan pemimpin bangsa. Ka-kalian benar-benar bangsawan!” sambung Ryan tak kalah terkejut mewakiliku.
“Haha… tidak usah segitunya. Maaf membuat kalian terkejut. Yasudah, kalau begitu akan ku ulangi perkenalan diri ku. Nama ku El Gaza Tanta dari keluarga Royalblood.
“Aku El Shinta Tanta” sambung Senior.
“A-aku Baydzofi Hardji” sahutku bingung harus menanggapi apa, akupun memperkenalkan diriku.
“Ryan Adani” Ryan juga mengikutiku.
“Haha.. sepertinya dunia jadi berasa tidak terlalu luas ya” seru Kak Gaza dengan tertawa ringan.
“Sebenarnya saat pertama kali kau menyebutkan kalau kau adalah seorang Hardji, aku langsung teringat cerita kakek ku kalau ia pernah diselamatkan oleh seorang yang bernama Hardji. jadi aku berjanji pada diri ku kalau kau bisa menang dariku saat itu, aku akan menghadiahkan cincin yang berharga padamu. Ah, kau tidak memakainya?”
“Umm. Mengenai itu, sebenarnya…” kemudian akupun menjelaskan insiden kemarin, dimana kami mendapat penyerangan dari bandit itu. Dan kini cincin itu raib dibawa oleh mereka.
.
“Oh begitu” ucapnya dengan nada datar. Lalu Iapun pergi meninggalkan kami.
“Emm.. Senior, apakah ia marah kepada kami” ucapku padanya dengan nada cemas. Aku khawatir kalau aku sama saja tidak bisa menghargai pemberiannya.
“Tidak tau ya, tapi biasanya kalau anak Alim itu marah. Marahnya jauh lebih menyeramkan dari yang bisa dibayangkan” jawabnya enteng.
*Dheg!
Waduh! Apa yang udah gue perbuat? Gak menghargai kaum bangsawan sama aja merendahkan kan gue dirampas, bukan suka rela menyerahkan cincin itu.
Batinku berkelut dengan kepanikan. Tak berapa lama, Kak Gaza kembali dengan satu set armor Noble Hora Robe miliknya beserta Hora Staff yang menyala.
“Ka-Kak Gaza? Apa yang akan kau lakukan” ucapku heran, jangan-jangan ia berniat menghabisiku dengan seluruh kemampuannya.
“Kau jangan khawatir, ini tidak akan lama” balasnya dengan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan.
Wah… abis udah, bakal jadi debu kali ini, pengkremasian gue juga gak akan lama. Gue pasti langsung dikasih meteor.Batinku pasrah.
Kini ia memejamkan mata, sambil menggerakkan tongkatnya. Seketika itu juga ia mengucapkan mantra. Dan dari bawah kakinya mulai mengeluarkan sinar. Sebuah lingkaran force.
“Eh.. itukan lingkaran force suci” ucapku lirih.
Sedetik kemudian, Kak Gaza lenyap dari pandangan kami semua.
“Eh?! Kemana ia menghilang?” ucapku heran.
“Ia meneleportkan dirinya kesesuatu tempat” jawab Senior.
“Meneleportkan diri? Bukankah ia tak menggunakan teleport scroll?” timpal Ryan yang juga heran ples bingung.
“Dia itu seorang Astralist, ia menggunakan jurus andalannya untuk meneleportkan dirinya kesesuatu tempat tanpa menggunakan alat teleport. Kalau kau menggunakan alat teleport hanya bisa sampai di portal. Kalau jurusnya mampu meneleportkan tubuhnya ketempat yang mampu ia bayangkan” jelasnya.
“Oh, syukurlah~ kukira ia akan menghabisiku dengan meteor” ucapku lega.
“Ia tak bisa menggunakan itu” timpal Senior Shinta.
“Apa maksudmu Senior?”
“Perlu kau tau, setiap spiritualist hanya bisa fokus pada satu jenis element dalam mendalami skill force elite. Dan ia tak mendalami elemen api. Ia mendalami elemen air. Dan pada umumnya para astralistpun demikian. Namun walau begitu ia tetap bisa menggunakan elemen lainnya pada tingkat basic atau expert.” Kembali Senior menjelaskan.
“Tapi, apakah ada seseorang yang bisa saja menguasai keempat jenis elemen?” Tanya Ryan.
“Kupikir sulit, sama halnya dengan specialist, apakah kalian mampu meng-elite-kan kemampuan kalian dalam jarak dekat dan jauh? Tidak kan. Para spiritualistpun demikian, Bellatean bisa mengelitekan elemen yang ia pilih dan force suci, sedangkan Corite elemen yang ia pilih dan force gelap.”
Tak berapa lama setelah Senior Shinta menjelaskan, dihadapankami muncul lingkaran force suci seperti sebelumnya, dan sedetik kemudian Kak Gaza muncul dihadapan kami.
“Kak Gaza! Dari mana saja?” ucapku padanya.
“Ulurkan tangan mu.”
Akupun menuruti perintahnya.
“I-ini kan…” aku tak bisa mempercayainya. Cincin ini benar-benar sama dengan yang dicuri. Cincin dengan batu hitam berhiasi lambang federasi di tengahnya. “Bagaimana mungkin Kau mendapatkannya Kak?” ucapku masih tak percaya.
“Sudah kubilang kan, kalau aku memberi cincin itu sebagai balas budi pada Hardji. itu bukanlah sekedar cincin yang bernilai materi. Namun, dengan beradanya cincin itu di jemari mu, aku bisa mengetahui dimana posisimu. Dan bisa menolongmu bila dalam keadan genting.” “Itupun kalau aku gak repot ya hehe” sambungnya dengan tawa ringan.
“Te-terimakasih kak” ucapku sedikit terharu.
.
*Sebelumnya : disuatu tempat yang gelap*
“Haha.. kita kaya. 200 juta dalant sudah ada di tangan” ucap seseorang yang duduk di singasananya yang terbuat dari kayu tersusun.
“Benar Brother! Bagaimana kalau kita jual di pasar gelap. Kepemilikan bangsawan seperti itu pasti banyak yang tertarik.” Balas rekannya.
“Ini sudah ada yang memesan, tenang saja. dan lagi. Dengan tidak adanya Coma, kita bisa memiliki jatah yang lebih banyak, hahaha…”
Tiba-tiba, muncul cahaya dari ujung lorong. Durasi yang singkat itu membuat mereka waspada.
“Brother, kau lihat itu? Cahaya apa itu Brother?”
“Aku tidak tau, tapi seharusnya tak ada yang dapat masuk k esini melainkan…”
“Coma?” timpal rekannya.
Tap.. tap.. tap..
Sosok mendekati mereka berdua, redupnya pencahayaan selain dari luar dan lampu yang berada di atas dua orang itu. Membuat sosok itu makin sukar untuk dikenali.
“Hei! Siapa kau sebenarnya! Siapa kau?!”
Tap.. tap.. tap..
Pantulan cahaya dari lensa tunggal di mata kanan sosok itu membuat mereka berdua semakin bertanya-tanya.
“Sebaiknya jelaskan maksudmu datang ke sini, atau kau akan berbicara pada kapak ku!”
“Hehehe…” tawanya dengan mukanya yang menyeringai. “Garcia’s Band, seharusnya sudah kuduga. Sekumpulan bandit yang meresahkan masyarakat belakangan ini rupanya.”
“A-apa mau mu! Dari mana kau tau tempat ini? Apa Coma yang memberitahumu?!”
“Coma? Tidak, tidak ada seorangpun yang memberitahu ku. Yang memberitahu ku adalah sesuatu”
“Sesuatu?”
“Ya, sesuatu yang saat ini kau genggam, hehehe…”
“Sudah cukup basa basinya! Rennac, habisi dia!”
Mereka berduapun berlari menghampiri sosok itu dengan menghunuskan senjata mereka masing-masing.
“Huh, sambutan yang kasar.” “Frost Field!” iapun mengucapkan mantra dan ia ketukkan pangkal tongkatnya ketanah. Seketika itu tanah yang semulanya normal berubah menjadi terlapisi es. Dan saat itu pula langkah dua orang yang hendak menyerangnya terhenti.
“Kaki ku tak dapat bergerak! I-ini! ES?!”
Tap.. tap.. tap..
Sosok itu mendekat, dan bayangan yang menyelimutinya perlahan menampakkan sosok asli orang itu.
“Kau beruntung, aku tak merapalkanmu dengan Frost Nova” ucapnya.
“Ka-kau” ucap pria yang bernama Garcia.
“Kau mengenalnya Brother?”
“Di-dia adalah salah satu dewan Support yang selalu berpasangan dengan Armored General dalam Chip War, ia dikenal sebagai Mage General ; The Crimson Ice” jelasnya.
“Wah, terimakasih sudah memperkenalkanku. Sekarang, bisakah kau berikan cincin itu…” ucapnya dengan ekspresi tersenyum.
.
.
Karena sudah siang kesore-sorean sekitar pukul setengah tigaan. Kamipun memutuskan untuk pamit. Namun, Ditengah jalan kami pulang, aku melihat sesosok anak menangis dibawah pohon.
“Yan, ada bocah nangis tuh” seruku memberitahu dia.
“Ah, sok tau lu. Anak kecil begitu di bawah pohon. Bisa aja lagi maen petak umpet. Dia lagi jaga” balasnya cuek.
“Ye, lu gak denger suara tuh bocah. Bisa aja dia jatoh, tersesat ato dijahilin sama temennya?” elakku.
“Dia lagi ngitung. Dah cepetan, gue belon belanja makanan buat makan malem nih”
“Yaudah deh, lu duluan aja kalo mau. Gue gak tega liat bocah itu”
“Yaudah, gue duluan ya.”
Akupun beralih menghampiri anak perempuan itu, sedangkan Ryan tetap melanjutkan perjalanannya.
Tap.. tap.. tap..
“Ehm.. Dik, kamu lagi main petak umpet?” entah mengapa, saat aku menghampirinya, perkataan itu yang terucap dari mulutku.
Iapun mendongakkan wajahnya keatas, kearahku. Matanya ternyata memiliki iris berwarna biru. Dan rambutnya juga berwarna putih panjang sepunggung, sedikit bergelombang. Entah mengapa saat itu juga aku jadi teringat Sabila.
“Hiks.. ya jelas bukan dong, gak liat apa aku kan lagi sedih… hiks”
Ya, kau benar. Aku yang salah memberi pertanyaan ‘sambutan’. Batinku sambil ber-sweatdrop.
“Oh, iya. Kalau begitu kamu sedih kenapa Dik?” tanyaku sambil menyesuaikan tinggi ku.
“Ta-Takumi… ninggalin aku Om” jawabnya agak tersendat.
Emang gue kaya Om-Om apa? Btw, sesuai dugaan, dia dijahilin temennya dengan modus ditinggal.
“Eumm.. aku masih muda dik, jangan panggil om ya. Panggil kakak. Emang si Takumi ninggalin kamu gimana? dia iseng kali”
“Di-dia.. ada diatas, sedangkan aku masih di bawah. Dia gak mau nemenin aku Kak”
Seketika itu pula, perasan ku mulai gak enak. Belakangan ini sering nemu hal yang goib. Jangan-jangan si Takumi sebenernya orang yang udah mati. Dan dia arwah yang masih terjebak di alam ini. Untuk memastikan, pertama-tama aku melihat kebawah.
Ah, masih napak. Ta-tapi…
Tak sengaja, posisinya yang jongkok membuat aku mampu melihat pantsunya, putih bergaris-garis biru muda.
Pedo, jangan sekarang pedobear! Gue masih waras, ndak demen sama anak dibawah umur, walaupun kawaii begini.. tahan! Tahan!
“Oh, kamu ditinggalin si Takumi ya, di atas?” akupun mendongakkan kepalaku ke atas. Namun betapa terkejutnya aku.
Di-dia… Takumi!
“Dek, Takumi itu kucing ya?” tanyaku.
Iapun hanya bisa mengangguk dengan sisa linangan air mata masih di sana.
Gue kira orang, ternyata kucing.
“Yaudah, kalo begitu jangan nangis lagi ya. Kakak coba ambilin”
Akupun segera memikirkan cara termudah dahulu. Dari mengeong, mengepuss, bersiul hingga menggonggong. Namun sepertinya segala muslihatku tak berhasil. Kucing itu masih asik tiduran disalah satu dahan.
Terpaksa, akupun memanjat pohon itu. Sebenarnya aku tidak mahir dalam memanjat. Namun dengan susah payah aku akhirnya bisa.
“Puss… sini puss, pussy… meong” paggilku berharap ia menghampiri. Namun rupanya ia hanya membuka sebelah kelopak matanya dan kembali tidur.
“Kak, panggil namanya.” Seru anak itu dari bawah sana.
“Oh iya. Takumi.. sini nak.”
Iapun masih tidak menanggapi. Namun ia hanya terbangun dan kini melihat kearahku dengan mata kucingnya.
Akupun merangkak menghampiri Takumi. Namun saat aku mendekat, ia malah menggeram.
“Grrrr…”
“Takumi, sini. Ayo kita turun” ucapku kembali mengajaknya dengan tangan membelai rambutnya.
“Grrr…” iapun entah mengapa menjadi marah dan mencakar tanganku.
“Adaww…”
Setelah ia mencakarku, kemudian ia turun dan kembali pada pangkuan anak itu.
“Wah, makasih ya kak” ucapnya dengan wajah bahagia.
“Grrr..” Takumi tetap menatapku sinis.
“Ya, sama-sama. Lain kali jangan biarkan dia naik keatas pohon ya.” Balasku menanggapi sekaligus memperingatkannya.
“Oh ya, nama kakak siapa? Namaku Asha, Asha Tamarlight” ucapnya baru memperkenalkan diri.
“Ahh.. nama ku Dzofi, Baydzofi Hardji. salam kenal” jawabku masih berada diatas pohon.
“Oh, Dzofi… fi… Fi-Chan. Aku pulang dulu ya Fi-Chan. Udah sore, nanti di cariin bunda. Bai bai…” ucapnya memberi julukan baru padaku dan melangkah pergi sembari memeluk kucingnya. Akupun membalas lambaian tangannya sambil tersenyum.
“Umm.. sekarang gimana caranya gua turun ya?”
.
.
.
“…ingatlah! posisi kuda-kuda adalah posisi awal yang menentukan segalanya saat kau bertarung…” -El Gaza Tanta- Ch. 2 |
CHAPTER 14 END.
Next Chapter > Read Chapter 15:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-15/
Previous Chapter > Read Chapter 13:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-13/
List of Journey For Identity Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-list
Catatan Author
JFI WIKI/Trivia :
Nama : El Gaza Tanta.
Umur : Sebaya dengan Armored General, sekitar 28 tahun.
Profesi : Astralist.
Pangkat : Maximus
Status : Ketua Tim Support, dikenal sebagai Mage General ; The Crimson Ice. Duet dengan Armored General. Juga anggota Bangsawan ; Royalblood.
Nama : El Shinta Tanta.
Umur : Sekitar 20an
Profesi : Armor Rider.
Pangkat : Conquest (haha, kemaren gue bilang Sink, karena nyari referensi dari RF Us, sorry.)
Status : Anak Buah Armored General. Anggota bangsawan ; Royalblood.