JOURNEY FOR IDENTITY CHAPTER 16 – BEHIND LANCE AND SWORD

Journey For Identity
Penulis: Bid’ah Slayer


Bugh!

Trang!

“Maaf, aku terburu-buru. Kau tidak papa?” Tanya Ryan sambil menjulurkan tangannya pada wanita berambut ungu yang ia tabrak.

“Ti-tidak apa-apa. Ini kacamata mu” jawab gadis yang ditabrak, meraih tangan yang mengarah padanya. Lalu memberikan kacamata yang terjatuh.

“Terimakasih” jawabnya singkat.

Namun saat Ryan hendak melangkah pergi, gadis itu mengatakan sesuatu.

“Kau akan terlihat lebih segar bila kau melepas kacamata mu.” Ucapnya sambil tersenyum.

Entah mengapa, langkah Ryan terhenti, ia pun berupaya mengatakan sesuatu,

“A-aa… sama-sama” ucapnya langsung melanjutkan larinya.

.

Gedung Pahlawan adalah tempat yang ia tuju. Nampak patung sang pahlawan ; Sitz Behammer berada di depan gedung menyambut mereka yang mempunyai keperluan. Ya, pada massanya sang pahlawan menempati gedung ini dalam bertugas. Namun sekarang ia telah tiada dan digantikan batu yang menyerupainya sebagai bentuk penghormatan.

Pemuda itupun menghela nafas mempersiapkan apa yang harus ia katakan.

“Selamat siang, bagian pusat informasi. Ada yang bisa saya bantu.” Ucap seorang petugas menyambut kedatangannya.

“Selamat siang, saya ke sini mau mencari data tentang orang ini mbak.” jawabnya menyerahkan foto yang ia bawa sambil menunjuk dua dari tiga orang di dalamnya.

“Oh, baiklah. Silahkan tunggu sebentar.” Sang petugaspun menekan tombol salah satu keyboard di depannya. Lalu selang beberapa detik petugas lain menggantikan.

.

“Dimana saya bisa menemukan data kedua orang ini mbak?”

“Mereka…” sejenak, ia menghela nafas lalu melanjutkan “Anda adalah orang kedua yang dalam minggu ini yang mencari tentang keberadaan Bravehert bersaudara.”

“Kedua kalinya?…” ucap Ryan dengan nada lirih.


Behind the Lance and Sword

“Kedua Kakak Gue Mati!” ucap Adan membentak.

Brukk…

Akupun hanya bisa duduk tersungkur. Lemas rasanya tiap persendianku sehingga aku tak kuasa untuk berdiri.

Tap.. tap.. Brukk… dengan langkah gontai, ia-pun akhirnya duduk.

“Semuanya… terjadi pada hari itu…”

.

“Dari hari pertama sebenernya gue udah ada niat untuk langsung bertemu dengan kedua Kakak gue. Tapi karena terlalu lelah diperjalanan, gue urungkan niat itu. Mungkin gue bisa bertemu dengan mereka keesokan harinya.

Di Hari kedua, sekian tahun tak bertemu, membuat gue ingin tahu bagaimana kabar mereka. Namun aktivitas menghalangi ; Ospek. gue yang masuk class warrior harus menjalaninya. Cukup mudah memang mengingat hanya satu hari full, tidak seperti saat akademi akhir heheh.” Ucapnya ia akhiri dengan tawa yang dipaksakan.

“Namun, sebisa mungkin gue cari informasi, mengingat gue masih belum tahu semua tempat yang ada. Guepun bertanya pada para Senior pembimbing, salah satunya yang gue inget namanya Kak Virjman. Namun seakan kompak, mereka bilang mereka gak tau tentang kedua Kakak gue.

Gue sedikit ciruga, enggak, gue belum sampai tahap itu. Gue cuma merasa bingung dan aneh. Kenapa para Senior yang setidaknya udah lebih lama di sini daripada gue pada gak kenal sama kakak-kakak gue yang juga dah lama di sini. Rasa keheranan gue cuma gue alihkan dengan ‘mungkin mereka jaraknya terlalu jauh dengan Kakak’

Hari-hari berikutnya, dengan masih dihantui rasa penasaran. Gak ada misi yang gue kerjain tanpa memikirkan kemana sebenernya Kakak-Kakak gue, mereka seakan hilang tanpa jejak setibanya gue di Planet ini, mereka lenyap saat gue mau menyusul mereka.”

Iapun terdiam sejenak. Kesunyian yang kami rasakan jelas terasa. Di dalam goa ini hanya terdengar suara hembusan dari masing-masing organ pernafasan kami.

“Sampai pada sore hari itu. Gue dapati di depan pintu mesh gue ada secarik kertas di dalam amplop. Di sana tertulis

‘kalau kau ingin mengetahui di mana keberadaan Kakak-Kakak mu, akan ku bantu kau mencarinya. Ku tunggu kau besok pagi di taman.’

Entah apa yang gue rasakan saat itu. Tak jelas, bercampur akan rasa bahagia, bingung dan curiga. Tanpa gue sadari, hati gue saat itu berdebar, tak sabar menunggu hari esok.

Hari kelima

.

.

“Hari inilah waktunya” ucap ku dengan semangat. ku awali hari ini dengan cepat. Dengan tak adanya misi, aku yakin bisa lebih fokus untuk mencari keberadaan Kakak.

Tak lupa, ku bawa secarik kertas yang ku temukan kemarin, lalu pergi menuju tkp.

Drap.. drap.. drap..

Sesampainya aku di taman, akupun duduk disalah satu bangku yang tersedia.

Ada sekitar 15 menit aku menunggu, sampai akhirnya penantianku berakhir. Seseorang menyebut nama ku dan lantas perhatiankupun berpaling ke sumber suara.

“Hei Adan, kau terlalu bersemangat rupanya.” Ucap seorang berambut putih cepak yang pernah ku jumpai sebelumnya.

“Kak Virjman?” seru ku saat melihat sosoknya. “Jadi Kakak yang ngirim surat itu?” Tanyaku memastikan.

“Begitulah” jawabnya ringan.

“Tapi waktu kutanya tempo hari, Kakak bilang gak tau tentang Kakak-Kakak ku”

“Hei heii… aku di sini kan ingin membantumu mencari informasi, bukan aku yang akan memberi tahu. Kau bisa bedakan itu kan?” jawabnya sambil merangkul pundak ku.

Iapun sekarang mengajakku kesuatu tempat.

“Kak, kita mau cari informasi kemana?” tanyaku penasaran.

“Kita akan mencari tahu ketempat pusat informasi, gedung pahlawan.” Jawabnya.

Beberapa menit kemudian. Kamipun sampai di gedung dengan patung seseorang di depannya.

“Ini gedung pahlawannya?”

“Iya, kau bisa lihat kan ada patung Sitz Behammer di sana. Atau jangan bilang kau tak tau siapa dia? Berapa nilai sejarah mu?” jawabnya kini dengan berbalik Tanya.

“Ehh… aku bukan tipe orang yang suka mengungkit-ungkit masa lalu Kak. Mereka kalau sudah mati biarkan saja, gak usah diomongin.” Jawabku sedikit cengengesan.

“…” iapun tak membalas seruanku.

Tap.. tap.. tap..

Kak Virjman menghampiri salah satu petugas di sana, lalu membicarakan sesuatu. Tak berapa lama, iapun memanggilku agar menghampirinya.

“Anak ini, ia ingin mencari seseorang, bisa kita temukan datanya? Ucap Kak Virjman pada petugas wanita itu.

“Baiklah, siapa nama orang yang kau cari?”

“Pai dan Hans dari clan Bravehert” jawabku memberitahu kedua nama Kakak ku.

“Baiklah, namun terlebih dahulu bisa beri tahu aku kartu identitasmu”

Akupun memberikan kartu identitasku, setelah semacam ia scan karti ID ku. Ia memberikannya kembali dan berkata “Data Confirmed, anda punya akses untuk itu. Silahkan tunggu di ruang yang disediakan. Aku akan mengantarkan berkasnya untuk mu.”

Kamipun memasuki ruangan khusus. Bukan ruangan yang istimewa, hanya seperti ruangan biasa, berisikan meja dan kursi untuk membaca. Sama sekali tidak special.

Beberapa menit kemudian, sang petugas yang tadi melayani kami, kembali dengan membawa berkas file.

“Ini, kumpulan data tentang Pai dan Hans Bravehert.” Ujarnya seraya menyerahkan yang disebut.

“Terimakasih mbak” jawabku. Iapun pergi meninggalkan aku dan Kak Virjman.

Akupun membuka halaman pertama, namun belum aku melakukannya, Kak Virjman menghentikan tanganku.

“Tujuanku sedari awal adalah agar kau menemukan kebenaran dengan matamu sendiri” ucapnya. “Apapun yang kau bisa temukan di dalam sana, kau harus menerimanya.” Sambungnya kali ini dengan tatapan yang serius.

Iapun melepaskan tangan ku sesudahnya.

Kini aku membuka halaman demi halaman,

‘Pai Bravehert

Class : Berserker.

Pangkat : Conqueror.

Memiliki kekuatan yang diatas rata-rata, Humoris dan juga mempunyai sifat kepemimpinan. Sejauh ini belum ada misi yang tak berhasil ia selesaikan selama kepemimpinannya, namun sifat yang cenderung tidak konsisten dan ketergantungan akan patokan kekuatan membuatnya hampir beberapa kali gagal dalam misi. Tercatat, ada satu kasus ia hampir gagal dan terbunuh bila bantuan saat itu tidak datang.

Penguasaan senjata pada tombak.

Evaluasi berlanjut pada End Page…’

‘Hans Bravehert

Class : Berserker.

Pangkat : Conqueror.

Sikap Konsisten dan taat pada peraturan menjadi yang pertama terbesit saat mengetahui namanya. Dingin juga tak banyak bicara, membuat anggota yang dibawah kepemimpinannya patuh pada setiap komandonya, musuhpun menyeganinya. Menjalankan misi dengan tingkat keberhasilan B, namun satu waktu ia gagal dalam misi dan semua anggotanya terbunuh kecuali ia seorang. Semenjak itu, tingkat keberhasilan yang ia capai selalu A hingga S.

Berbeda dengan sang Kakak, kekuatan yang tidak sama dengannya juga mempengaruhi senjata yang ia pakai. Penguasaan senjata pada Pedang.

Evaluasi berlanjut pada End Page…’

disana juga banyak tertera statistic lainnya dari perkembangan Kakak-kakak ku. Misi-misi yang telah berhasil ia selesaikan sampai…

Ku lihat ada salah satu misi yang distabilo dengan warna merah.

‘Mission Failed’

Misi gagal? Dihalaman… hemm.. terakhir. Batinku sambil mengarahkan jemariku untuk membuka yang dimaksud End Page.

‘Sette Mission’

Description : –

Goal : –

Status : Failed.

Kronologi : dua kelompok pimpinan Pai dan Hans bergabung dalam menjalani misi di daerah sette. Menurut saksi mata yang berhasil selamat, mereka mendapat perlawanan dari sekelompok Corite. Pertarungan sangat sengit sehingga pasukan yang dipimpin Pai dan Hans terpukul mundur, diakhir perlawanan, Pai dan Hans memerintahkan prajurit yang tersisa dibawah kepemimpinan mereka untuk lari, sedang mereka menahan pasukan Corite.

Diketahui, pimpinan pasukan Corite itu dikenal dengan nama Gold and Silver Lance.

Mayat Pai dan Hans hingga saat ini tidak berhasil ditemukan.

.

Gak! Ini gak mungkin! Kak Pai… Kak Hans… Kenapa ini harus terjadi pada kalian…

kenapa harus terjadi pada diri gue…

Tak kuasa, airmata tak mampu terbendung lagi, membasahi pipi ku dan beberapa tetes membasahi dokumen.

“Maafkan aku Dan…” seru Kak Virjman menghampiriku.

Tak kuasa, aku tak mampu menyembunyikan isak tangis dihadapannya. Kenangan-kenangan saat bersama mereka seakan memenuhi kepalaku, membuat hatiku makin sesak, ruang di dada ku seakan menyempit.

Aku lepaskan, lepaskan atas apa yang semua terjadi. Takdir, kenangan menyenangkan, rindu yang tak tersampaikan, semuanya… semuanya aku lepaskan seiring airmataku yang mengalir. Namun entah seberapa banyak aku mengeluarkannya, yang ada selanjutnya seperti hanya lubang kosong yang kian lama kian melebar dirongga dada ku.

“Maafkan aku yang sejak awal tidak memberi tahumu, namun aku berfikir seperti yang Senior Hans katakan padaku, dan perkataan itu kukatakan padamu sebelumnya. Agar kau mencari kebenaran dengan kedua matamu.”

Kebenaran… kebenaran dengan kedua mata gue sendiri…

Mata gue…” Ucapku lirih.

“Dan juga, aku adalah salah satu dari anggota kelompok pasukan itu. Mereka telah menyelamatkan hidup ku dan beberapa prajurit lain dengan mengorbankan nyawa. Aku sangat menghargai pengorbanan mereka…”

Aku hanya menatap kosong, tak memperhatikan saat ia bicara padaku, namun aku tetap mendengarnya.

“Aku… Aku ingin mendengar semuanya darimu! Beri tahu aku semua yang kau tahu!” ucapku padanya.

.

Kini kami sudah ditempat yang berbeda, tepatnya di depan pintu masuk markas.

“Kapan kejadian itu terjadi?”

“Tepatnya saat awal bulan war dimulai. Seperti yang kau tahu, Chip War diadakan setiap delapan bulan sekali. Dan itu berlangsung pada bulan Maret kemarin.”

“Kenapa misi yang dilakukan oleh Kakak ku berlangsung pada saat bulan war?”

“Aku tidak tahu pasti, tetapi selain Senior Pai dan Hans, ada juga beberapa pasukan tingkat Elite lainnya yang membantu. Aku yang termasuk anggota kelompok Senior Pai. Saat itu masih baru tingkat Expert.

Tujuannya dilakukan saat bulan war, karena setahuku mereka ditugaskan untuk membantu kami yang masih Expert untuk menjalankan misi di Sette. Waktu bulan war dinilai waktu yang tepat karena pada saat itu pastilah banyak pasukan tingkat elite yang mengikuti war. Namun ternyata ada beberapa Corite tingkat elite yang menghadang kami… kemudia itu terjadi…”

Aku tak bergeming saat mendengarkan penjelasannya, namun masih ada sesuatu yang mengusik dalam rongga yang kosong.

“Di mana mayat kedua Kakak ku?”

“Kurasa kau sudah membacanya, mayat mereka sampai saat ini belum ditemukan. Aku juga tak menyaksikan saat kematian mereka.”

“Kalau di dokumen tak tertera, kau juga tak tahu. Berarti aku akan mencarinya dengan kedua mataku.”

“Kau gila? Kalau kau pergi ke Sette seorang diri itu sama saja dengan bunuh diri. Lagi pula portal tak akan bisa meneleportmu karena kau belum berada ditingkat yang cukup.”

“…

Kau yang bilang kalau Kak Hans mengatakan agar mencari kebenaran dengan kedua mata kita sendiri kan? Aku akan melakukannya, mungkin tak sekarang, namun suatu saat aku pasti akan menemukan mereka” ujarku seraya melangkah pulang.

.

.

Tap.. tap.. tap…

Akupun menaiki tangga, namun…

“Eh Dan! Dari mane aja lu?” Tanya Dzofi menghampiriku.

Cihh… mereka, mau apa mereka? Apa yang bisa mereka ambil dari gue sekarang?

Batinku sungguh kacau dan gelap, aku memandang mereka tak lebih dari sekedar pengganggu, yang tak mengerti rasanya kehilangan, hanya bisa melampaui hari dengan senyuman.

Iapun hendak merangkulku, namun segera aku menepisnya.

“Dan?”

“Gak sekarang teman-teman” ucapku datar tanpa ekspresi. Tak perlu kutunjukkan pada mereka apa yang terjadi padaku, mereka takkan mengerti. Tak akan…

Segera aku berjalan melalui mereka berdua.

Namun tiba-tiba…

*Grep!* Ryan menahan pundak ku sehingga langkahku terhenti.

Apalagi sih yang mereka inginkan!

“Dan lu kena-” belum selesai Ryan bicara, aku langsung menepis tangannya dari pundak ku.

*Dash

*Trakk…

“GUE BILANG GAK SEKARANG! URUSAN BANGET SIH LU PADA!”

Nampaknya aku melakukannya terlalu kasar sehingga tak sengaja aku menampar dan membuat kacamatanya terjatuh.

“…” A-apa yang sudah gue lakukan…

Aku kini menatap tanganku, rasanya seperti bergetar…

Me-mereka… mereka adalah sahabat gue… apa yang telah gue perbuat…

Aku palingkan pandanganku pada mereka.

Kini pandangan mereka berubah dari sebelumnya. Pandangan seperti tidak mengenalku…

Untuk beberapa detik, sepertinya tubuh ku mematung, aku ingin menghampiri mereka namun tubuhku tak ingin bergerak. Ingin ku berkata maaf tapi lisanku kaku…

Pandangan mereka… membuat lubang dihatiku makin menganga lebar…

Akupun langsung meninggalkan mereka.

.

Brukk…

Aku tutup pintu dan bersandar padanya.

Apa yang telah gue lakukan! gue telah kehilangan Kakak-Kakak gue, dan sekarang harus kehilangan sahabat…

Batinku sambil menggenggam kepala ku.

Gue sindirian…

.

.

.

“Oh begitu mbak, terimakasih atas infonya…” ucap Ryan setelah mendapatkan informasi yang ia perlukan.

“Iya. Maaf kalau saya hanya bisa menceritakan apa yang saya ketahui dari Pai dan Hans. Karena saya tak punya wewenang untuk menunjukkan dokumen konkret pada anda.”

“Gak apa-apa mbak, ini juga sudah cukup membantu. Sekali lagi terimakasih. Saya permisi dulu…” ucap Ryan seraya pergi meninggalkan gedung pahlawan.

Iapun melihat Vircellnya sambil bergumam “Sekarang dimana tuh Dzofi…”

“Ahh! Status party masih ada” ucapnya setelah menekan tombol P. kini ia menekan tombol M untuk mengetahui keberadaan teman yang ia cari.

“Goa Chink? Apa yang ia lakukan disana? Sebaiknya aku cepat menyusulnya dan memberi tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.”

Iapun segera berlari ketempat yang dituju.

.

.

Dihari-hari selanjutnya, aku hanya bisa merenungi tentang apa yang telah hilang dariku. Sampai suatu sore, sehabis aku mengeluh pada semesta. Aku berjalan dikerumunan orang-orang. Disitu, aku merasakan sesuatu yang hangat. Ku kira itu hanya perasaanku saja, kurasakan kehangatan itu kian lama kian mendekat.

Dzofi… Ryan… batinku entah tiba-tiba terbesit nama kedua rekanku.

Namun saat aku menoleh, disana tidak ada apa-apa.

.

Dihari berikutnya, keadaanku tidak kunjung membaik, bahkan semakin buruk. Aku pandangi kedua foto yang terbingkai.

“Ughh… kenapa!… KENAPA!”

Brakk!

Aku seperti yang tak bisa menerima kenyataan, membanting foto yang ada sosok kedua Kakak ku.

Akupun mempersiapkan perlengkapanku, senjata, armor, semuanya. Dengan tujuan yang aku juga tak tau.

Tatapan kosong selama aku berjalan menyusuri kerumunan. Melihat orang-orang bukanlah sesuatu yang berarti bagi sesama bellatean. Rasanya tak peduli bila salah satu dari dari mereka atau semuanya mati ditangan Corite atau Accretian.

Brukk!…

Tanpa kusadari aku menabrak seseorang hingga barang bawaannya terjatuh.

“HEII! Lihat apa yang telah lu perbuat!” bentak pria itu setelah kami bertubrukan.

“…”

“Jangan diam saja! lu harus menggantinya!”

“Gue tak akan mengeluarkan sedalantpun” jawabku dingin padanya.

Tampak, lelaki berambut hitam dan badannya yang lebih kekar dariku mulai marah dan melangkah mendekat.

Grepp!

Iapun menggenggam kerah bajuku.

“Lu kudu bayar atau lu harus membayar dengan cara lain”

“Gue jelas gak salah, liat dimana lu jatuh. Posisi berjalan lu jelas memasuki wilayah orang yang berjalan sebaliknya. Gue cuma berjalan dimana seharusnya gue berjalan tanpa memasuki wilayah yang lain. Jadi bukan salah gue kalo lu jatoh akibat memasuki wilayah jalan gue kan?” balasku menjelaskan.

“Cih! Banyak ngomong. Lu ngomong aja sama tangan gue!” iapun mengarahkan tinjunya kearahku. Namun orang-orang yang menonton kami langsung menahan pukulannya.

“Lepasin! Biar gue ancurin mukanya!”

Ia terus berontak, namun tetap tak dapat melepaskan diri dari itu.

Akupun melangkah pergi.

“OII mau kemana lu! Sini ribut! Gue bunuh lu!”

“Bunuh… lakuin kalo lu bisa” balasku seraya meninggalkan keributan yang ia buat.

.

Aku kini sudah sampai di dalam goa, rasa kesal terlebih saat berhadapan dengan orang tadi membuatku ingin melepaskan beban berat ini. Terlebih saat ia mengatakan ‘Bunuh’.

Bunuh…

Bunuh”

“Bunuh!”

Ku ayunkan Intense Great Axe yang tangan kanan ku genggam pada batu yang berada dihadapanku.

Bruak! Braakk! Bruakk!

Suara gaduh yang kubuat rupanya mengundang beberapa warbeast yang tinggal tak jauh dari situ.

“Bunuh! Segitu gampangkah orang-orang berkata bunuh tanpa memikirkan mereka yang ditinggalkan!” “HYAAA!”

Aku kini menyerang warbeast yang sudah geram padaku.

.

Mati… MATI LU SEMUA!

Kuayunkan kapak ku dan ku keluarkan skill Slasher!

SLASH! SLASH! SLASH!

Bunyi tulang patah dan raungan mereka terdengar seraya diikuti nafas terakhir mereka.

Hah.. hah.. sekarang kalian tau apa arti bunuh? HAH?

Namun ditengah aku membatin. Terdengar suara pistol menembak.

DORR!…

Akupun sontak menoleh kearah sumber tembakan.

Orang itu berada dibalik bayangan, mungkin orang itu yang tadi berhadapan denganku.

“Elu, mau apa lu ke sini?” Ucapku padanya.

Diapun melangkah maju, lalu berkata “Apakah itu cara lu berterimakasih sama orang yang udah nyelamatin hidup lu?”

Akupun menoleh pada apa yang ia tembakkan, dan ternyata targetnya adalah warbeast yang berada di belakangku.

Kini aku dapat melihat siapa yang bicara padaku.

“…” Dzofi? Gimana bisa dia tau gue ada disini?

Aku kemudian duduk disalah satu batu, menghilangkan lelah dan keluh.

“Dan, Sebenernya lu kenapa? bicara aja sampe begitu sama gue, sama Ryan. Sebenernya apa yang terjadi?” tanyanya padaku.

“Bukan Urusan lu” Dzofi, sebenernya banyak yang pengen gue ceritain ke elu…

“Hn… lu tau, seorang sahabat gak akan ninggalin sahabatnya, meskipun dia sama sekali gak dianggap sahabat sama orang itu.” Kini ia menuntun tangan ku agar menggenggam HP Bless 100cc pemberiannya. Kemudian ia duduk, kami saling memungungi.

“…” Makasih Dzof, kalo lu ternyata masih ngangep gue sahabat setelah apa yang udah gue lakuin ke elu.

“Sahabat itu kalau temannya merasa kesusahan, entah bagaimana caranya ia pasti merasakan hal yang sama.”

“…” Lu, Ryan… berfikir demikian?

“Baru-baru ini, gue ngalamin apa yang disebut Homesick. Merindukan mereka yang di sana, Nilben. Walaupun sebenernya gue dah gak punya siapa-siapa lagi di sana. Ryan-pun juga merasakan yang sama. Jadi gue rasa, lu merasakan masalah yang sama dengan kita.”

“…” Gue bersyukur punya sahabat macem kalian yang peduliin gue. Gue selama ini cuma… cuma gak tau harus lari kemana…

“Merindukan. Kenangan memang menyakitkan namun juga bisa membahagiakan. Rasa dari kejadian manis bisa menjadi pahit bila telah menjadi kenangan, demikian sebaliknya.”

“… hiks…” Bodohnya gue! Biarin kalian cemas! Gue masih punya kalian, kalian begitu peduli tapi apa yang udah gue lakukan… bener-bener gak pantes disebut sebagai sahabat…

Tanpa kusadari, aku sudah meneteskan airmata dan isak tangis tak mampu ku sembunyikan darinya.

“Ikatan Dan, ikatan. Selama kita mempunyai itu, semuanya akan bisa kita lalui bersama.” Ucapnya seraya menjulurkan tangannya padaku.

“ikatan…” ucapku dengan lirih.

“LU GAK TAU APA-APA!” ucapku sangat kesal pada diriku sendiri. Setelah apa yang aku lakukan padanya, bahkan aku pernah memandangnya sebagai sampah yang mengusik. Ia dan Ryan masih menganggapku… seseorang yang berharga.

Tangankupun bergetar sehingga melepaskan HP Bless pemberiannya. Dan jatuh berserakan. Suara bentakan dan botol yang pecahpun menggema di goa yang sunyi ini.

Diapun tampak terkejut dengar apa yang telah kuperbuat. Namun aku lebih terkejut jauh didalam hatiku.

Ikatan, seandainya dari awal gue sadar akan itu. Lu tau gue dah jauh terjerumus… selama semingu di Planet terkutuk ini. “Ikatan! Lu tau apa yang gue dapet satu minggu di Planet terkutuk ini?”

Lagi, apa yang sebenernya ingin aku utarakan serasa tak mudah. akupun bergerak maju untuk memeluknya, namun yang ada, aku hanya bisa mengulang kejadian kasar yang sebelumnya menimpa ku. Aku malah menggenggam kerah bajunya dengan kasar.

Kami berhadapan, saling tatap muka. Aku kini dapan melihat pantulan diriku dari matanya.

gue… gue udah menjadi Adan yang gak dia kenal.

Dengan emosi yang sudah tak terbendung lagi, mata ku yang sudah berkaca-kaca disertai aliran airmata, aku ingin melepaskan semuanya.

Dzoff… gue mau ngasih tau… seandainya mudah untuk diungkapkan… gue… gue mau ceritain semuanya…

Dengan mulut bergetar, aku katakan padanya

“Kedua Kakak Gue Mati!”

.

.

.

“Begitulah Dzof, gue sangat menyesal dan gue mohon maaf kalo selama ini gue nyakitin perasaan lu. Bahkan kalimat terakhir yang sebenernya gue pengen bicara jujur gak bisa gue lakukan, gue gak bisa mengutarakannya…” ucap Adan dengan nada menyesal.

Aku kini memutar badanku, kupegang pundaknya dari belakang, dan kukatakan

“Selamanya lu adalah sahabat gue Dan.”

Diapun kini berpaling padaku, dengan wajah yang masih menunduk, berusaha menutupi kesedihannya.

“Ke-kenapa lu selalu baik… lu bahkan terlalu baik sama gue…” ucapnya dengan diselangi isak tangis.

“Karena gue juga pernah merasakan kehilangan, seperti diri lu Dan. Ryanpun demikian. Itu yang buat kita faham, terlebih setelah denger semua cerita lu. Gak ada alasan buat gue selaku sahabat untuk tidak membantu lu bangkit.”

“…” ia tak bergeming. Hanya isak tangis yang membumbui.

Kini kuangkat dagunya agar menatap mataku, agar kami saling berhadapan.

“Lu enggaklah sendirian” ucapku seraya memeluknya, erat.

“Ikatan kita, akan saling merasakan dan memulihkan”

.

Seperti yang ia harapkan, iapun menumpahkan kepedihannya, keluh kesah, semua yang mengusiknya selama ini di pundak ku. Semuanya…

/

.

.

Setelah itu, kamipun berencana kembali ke mesh, namun sebelum itu. Aku meneraktirnya makan di warung Pak Jacka.

Tap.. tap.. tap…

Langkah suara kami menggema seiring menuju pintu keluar goa.

“Makasih ya Dzof, berkat lu, gue jadi merasa lebih baik.” Ucapnya.

“Emm… sama-sama, itu juga pertama kalinya buat gue…”

Ditengah kami bercakap-cakap, kami dikejutkan dengan sosok Ryan yang sudah bersender di pintu masuk goa.

“Y-Yan?…” ucapku agak kaget. “Lu dah dari tadi?” sambungku bertanya padanya.

“Ya” ucapnya singkat.

“L-lu liat saat gue ama Adan-” ucapku terbata-bata. Namun ia langsung menimpali.

“Semuanya…”

“A..a nga-nganu.. i-itu…” ucapku gagap entah aku mau mengatakan apa.

“Dah, kalo gue orang lain mungkin gue akan salah tafsir. Tapi gue faham kok. Lagipula dari dulu lu berdua serasi banget.” Ujarnya.

Doeng~! Akupun langsung mojok disudut pintu goa diikuti aura suram.

Adan yang sedari tadi tak bicara kini bergerak kearah Ryan.

“Ryan… gue minta maaf, untuk semuanya…” ujarnya seraya menjulurkan tangan.

Tap!

“Ya!” balasnya menggenggam tangan Adan mantap.

.

Sesuai rencana, kami bertiga kini mengunjungi warung makan Pak Jacka, walaupun rencana meneraktir tidak jadi karena uangku yang kurang, hehe…

Ditengah makan, Ryan mengatakan sesuatu yang langsung menyita perhatian kami.

“Dan, gimana dengan rencana mencari kebenaran dengan mata lu sendiri?”

“…” awalnya ia tak merespon, selang beberapa saat, iapun menjawab “Tentu aja akan tetep gue cari”

“Kalau begitu, gue dan Ryan akan bantu lu menemukan kebenaran itu!” ucapku sambil menepuk pundaknya.

Ryanpun mengangguk dengan senyum tanda setuju.

“Baiklah, sampai saat itu tiba, kita harus menjadi kuat untuk bisa saling melindungi dan menemukan kebenaran itu!”

“Ya!” ujar Adan diikuti Ryan yang mengangguk.

“Dan di belakang Tombak dan Pedang, Kini ada Kapak yang mulai hari ini akan melampaui mereka berdua” serunya yakin.

.

.

“Umm.. Dan, tadi gue sama Dzofi masuk mesh lu, dan kami nemu koleksi vcd xxx lu” ucap Ryan seraya menyerahkan foto yang ia bawa, akupun ikut mengembalikan kunci meshnya.

“BRUSHH! Njirr… Kok lu berdua tau. Terus gimana bisa masuk mesh gua?!”

“Hahaha… ngaku, berarti lu beneran punya ya?” tawaku ngakak hampir tersedak.

“Haha, kita bisa masuk karena lu lupa ngunci.” Jelas Ryan.

“Wasuu… peranakan kamvret dasar…”

.

.

.

“Gue bakal jadi orang yang berguna, layaknya abang-abang gue, dan gue akan pulang dengan membawa kebanggaan”
-Adan Bravehert- Ch. 10

CHAPTER 16 END.
Next Chapter > Read Chapter 17:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-17/
Previous Chapter > Read Chapter 15:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-15/
List of Journey For Identity Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-list


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *