LAST RHAPSODY CHAPTER 9 – BLUE TERRE

Last Rhapsody
Penulis: Elwin
Mereka semua menoleh dan mendapati Raxion berjalan mendekati mereka. Melihat Raxion datang, Reia berlari memeluknya, Raxion berbisik “Maaf lama, aku sedang berbincang dengan Valenth tadi.” “Apa maksudnya pedang Blu Terre bereaksi dengan chip?” tanya Ashlan. Raxion menjelaskan “Valenth dalam diriku berkata padaku ‘Karena kekuatan ESP Reia, sedikit banyaknya mentalku berbagi dengan Reia, sehingga terkadang apa yang dilihat Reia bisa terlihat olehku juga. Dari gambar yang dilihat Reia, diceritakan bahwa pedang Blu Terre ditempa oleh penduduk Novus terdahulu dengan bantuan dewa mereka, pedang itu diciptakan sebagai penyeimbang energi yang dikeluarkan chip itu. Karena itu Blu Terre memiliki semacam ikatan dengan ketiga chip itu, jadi lewat pedangnya kita bisa melacak lokasi chip-chip itu.’ Begitu katanya.”
“Benarkah itu Reia?” tanya Eris. Reia mengangguk “Bisa dibilang kalau Blu Terre bereaksi sebagai pemandu dalam pencarian ketiga chip itu. Itulah yang dijelaskan oleh gambar itu.” Jaroocce mengangguk “Kalau begitu sebaiknya kita segera mencari dimana chip itu…” “Tidak.” Sela Vinze, Jaroocce melihatnya dengan heran. Vinze melanjutkan “Sebaiknya kita berpisah, serahkan urusan pencarian chip ini pada kami berempat, sebaiknya anda membantu Master mempersiapkan diri untuk perang, karena kalau mendengar kata-kata Rouf, armada utama yang akan datang pastilah berat dan tidak lama lagi akan muncul.” Curse Angel yang mendengarkan itu mengangguk “Ada benarnya master Jaroocce, sebaiknya kita serahkan masalah ini pada mereka, kita sebaiknya mempersiapkan segalanya untuk menghadapi armada utama kalau muncul.” “Tapi, launcher kita hancur nih. Sepertinya harus beli yang baru.” ujar Inot dengan sedikit berat. “Soal itu tidak perlu khawatir.” Eris menghubungi seseorang, selang beberapa saat, muncul 3 orang membawa senjata launcher putih. Melihat itu tim Striker terkejut, ketiga orang itu memberikan launcher ke tiap orang, lalu meninggalkan ruangan. Jenoshiel yang hampir tidak percaya berkata dengan suara bergetar “Inikan…” Eris mengangguk “Strong Intense Hora Akeron, sudah dimasukkan Iggnorant Talic sebanyak 5 buah dan dimasukkan juga Siege Kit tipe terbaru yang berwarna biru. Silahkan dipakai sebaik-baiknya.” Linear membungkuk berkata “Terima kasih banyak atas kemurahan hati anda, kami akan memakai senjata ini dengan segenap kemampuan kami.”
Jaroocce menatap mereka memberi perintah “Kalau begitu kita semua melakukan persiapan, sebisa mungkin kita cari kembali anggota-anggota United Force yang lama.” Huangs yang mendengar itu bersemangat “Master, anda ingin…” Jaroocce mengangguk “Ya, aku ingin membentuk kembali kekuatan kita.” Shociku juga nampak bersemangat, Jaroocce melihat ke Raxion “Chip aku serahkan sepenuhnya pada kalian. Kudoakan berhasil.” Raxion mengangguk, lalu Jaroocce dan yang lainnya meninggalkan ruangan. Vinze menghadap ke para Master “Kalau begitu kami akan segera mencari chip itu.” Rugardo mengangguk “Baiklah, kami akan melakukan rapat strategi.” Sehabis berkata begitu, para Master berjalan ke belakang meninggalkan ruangan. Raxion mengajak yang lainnya untuk ke daerah tengah koloni, sambil jalan Vinze nampaknya memikirkan sesuatu, Miriam yang melihat itu bertanya “Apa ada yang mengganggu pikiranmu?” Vinze menatapnya lalu menatap pedang Blu Terre dipinggang Raxion “Aku cuma tidak mengerti, kenapa pedang itu bisa memilihnya? Rasanya kalau alasannya karena dia itu memiliki jiwa tidak terlalu benar.” “Sudahlah.” ujar Miriam sambil tersenyum “Apapun itu yang penting kita sekarang punya petunjuk untuk mencari chip bukan? Jangan terlalu dipikirkan.” Vinze mengangguk, lalu tersenyum ke Miriam “Kurasa kamu benar.”
Sesampainya di tengah koloni, Vinze bertanya pada Raxion “Sekarang bagaimana?” Raxion mencabut Blu Terre, ditempelkan pedang itu ke dahinya dan dipejamkan matanya. Beberapa saat kemudian dalam kepalanya meski agak kabur tergambar suatu gambaran. “Dalam gua… tidak jauh dari sini… nampaknya ada patung… sepertinya itu adalah kuil…” Diletakkan pedangnya dan menatap mereka “Itulah gambaran yang kulihat.” Vinze berpikir sebentar “Kalau tidak jauh dari sini, berarti masih di wilayah Cora. Satu-satunya kuil yang ada disini berarti Kuil Vafer di daerah Numerus. Tapi bagaimana kau tahu caranya?” Raxion meletakkan kembali pedangnya berkata “Valenth yang bilang, dia bilang kalau Blu Terre telah memilihku berarti pasti dia bisa memberi tahu dimana chip itu, jadi aku coba saja mendekatkan diriku dengan pedang.” Vinze mengangguk “Apa kali ini kita juga tinggalkan Reia?” Raxion menggeleng, dipegangnya tangan Reia erat “Tidak, setelah kejadian sebelumnya, aku lebih tenang kalau Reia berada dibawah pengawasan kita. Reia, jangan jauh-jauh dariku, mengerti?” Reia yang mendengar itu senang, dia mengangguk lalu memeluk tangan Raxion. Vinze menghelakan nafas “Baiklah, kalau begitu sebaiknya kita berangkat sekarang.”
Mereka teleport ke Istana Numerus dan mendapati daerah tidak terlalu ramai “Mungkin beberapa orang sudah mendengar akan ada perang besar, jadi mereka bersiap-siap.” duga Miriam. Mereka melangkah keluar dari tempat itu, Vinze membuka petanya “Dari sini kita akan berjalan ke Lembah Berliku, setelah melewati lembah itu kita akan sampai ke Kuil Vafer.” “Apakah jauh?” Raxion bertanya setelah Vinze menutup petanya, Vinze melihatnya dengan heran “Lumayan. Selama masih perang apa kau tidak pernah berkeliling daerah ini?” Raxion menjawab sambil mengangkat bahu “Ya… paling cuma sekitar Haram, aku tidak terlalu suka jauh-jauh.” Vinze menghela nafas “Baiklah, untuk menghemat waktu sebaiknya kita pakai booster.” Mereka mengaktifkan boosternya, sekali lagi Raxion menggendong Reia. Mereka melayang dengan cepat sambil menghindari kumpulan monster-monster supaya cepat sampai. Sesampainya di depan Kuil Vafer, mereka mematikan boosternya dan berjalan masuk. Nampak ada beberapa orang yang sedang berburu, melihat mereka datang yang lainnya memandang sebentar lalu melanjutkan kembali aktifitasnya.
“Tadi kau bilang patung bukan?” tanya Vinze ketika mereka berjalan lebih dalam, Raxion mengangguk “2 patung, kedua patung itu terletak di ujung tangga.” “Kalau begitu berarti lewat sini.” Vinze mengajak mereka memutar kuil, Miriam berjalan disampingnya bertanya “Kenapa harus berputar?” “Soalnya jalan untuk ke belakang ruangan hancur, jadi mau tak mau harus memutari tempat ini. Tidak begitu jauh kok.” Mereka sampai di belakang ruangan, Vinze menunjuk ke ujung ruangan “Itu patung yang kau maksud, naik saja dari tangga ini.” Mereka menaiki tangga dan tiba didepan patung, nampaknya sudah dimakan usia, kondisi patung itu sudah rusak beberapa tempat. Vinze berbalik bertanya pada Raxion “Apa yang harus kita lakukan? Mencari ruang rahasia?” Raxion mencabut Blu Terrenya, pedang tersebut bersinar, namun lemah. Raxion mencoba mendekatkan ke patung, sinarnya menjadi sedikit kuat, “Sepertinya kita harus mencari chipnya dengan memakai pedang ini.” Dia bergerak pelan menyusuri sepanjang tembok, sampai di satu tempat Blu Terre memancarkan sinar lebih kuat. “Disini ya…” Raxion melihat tembok didepannya, tiba-tiba terdengar suara ‘Tancapkanlah…” “Eh kau ngomong sesuatu Vinze?” tanya Raxion pada Vinze ketika dia dibelakangnya, Vinze menggeleng “Tidak, memangnya ada yang bicara?”
Raxion menatap pedangnya, diambil ancang-ancang lalu ditancapkannya pedang ke tembok, sinar yang menyilaukan langsung keluar membuat mereka harus melindungi matanya. Ketika Raxion membuka matanya dia mendapati dirinya diruangan yang gelap, dia melihat kiri kanan untuk mencari yang lain namun nihil ‘Ruangan ini… mirip seperti tempat aku bertemu Valenth.’ pikirnya. ‘Apa yang kamu cari?” terdengar suara yang lembut dari depannya, dihadapannya muncul sebuah bola cahaya, bola itu melayang ke mukanya sekali lagi terdengar suara ‘Apa yang kamu cari?’ Ketika bola itu menjauhinya Raxion menjawab “Ketiga chip itu, hanya itu satu-satunya cara menghadapi armada besar Herodian.” Bola itu melayang tidak beraturan ‘Bukan itu, apa yang kamu cari dalam hidupmu?’ Ditanya seperti itu Raxion terdiam, selama ini dia sama sekali tidak berpikir untuk mencari sesuatu dalam hidupnya, dengan ragu dia membalas “Hidup damai… mungkin?” Bola itu berhenti sejenak, lalu kembali bertanya ‘Apakah kedamaian untuk kamu sendiri? Atau untuk semua orang?’ “Tentu saja untuk semua orang, bukankah kedamaian untuk bersama itu adalah yang paling baik?” jawab Raxion dengan mantap, bola itu membantahnya ‘Tapi bukankah kalian bangsa Accretia tidak pernah mau hidup damai sejak awal? Kalian juga melakukan perang dengan kedua bangsa lain bukan? Apakah itu perang untuk menciptakan perdamaian?’ Raxion tertegun mendengar itu, dia nampak berpikir untuk menjawab pertanyaan itu. Dia mengepalkan tangan dengan erat “Itu… aku tidak membantahnya, pada saat itu memang terjadi perang, namun bukankah dari perang itu juga ada orang yang mengharapkan perdamaian? Aku memang tidak terlalu pintar mengatakan ini, tapi dalam hatiku yang terdalam aku benar-benar berharap tidak ada lagi perang yang terjadi, hanya ada kedamaian di planet ini, tidak di galaksi ini!” Tegasnya. Bola itu diam sejenak, seperti sedang berpikir, lalu dia melayang tidak beraturan sekali lagi. Akhirnya bola itu berhenti ‘Kalau memang itu jawaban dari dalam hatimu, aku mengakuinya.’ Bola itu bersinar terang, lalu ruangan itu menghilang.
“Raxion!” Raxion yang mendapati dirinya kembali ke Kuil Vafer melihat ke belakang, dia melihat Vinze yang agak khawatir menghampirinya “Vinze, ada apa?” “Harusnya aku yang bertanya, kau mendadak menghilang sampai kami panik. Kami coba menarik pedangmu juga tidak bergeming, sampai aku hampir saja melubangi tembok.” Belum sempat Raxion menjelaskan, Blu Terre kembali bersinar dan dari mendadak muncul salah satu chip yang mereka cari. Semua nampak kaget, Raxion mencoba menyentuh chip itu, belum tersentuh chip itu melayang meninggalkan mereka. “Dia sudah melayang ke sumber kekuatan.” jelas Reia dengan tenang, Vinze kembali menatap Raxion berharap dia menjelaskan semua ini. Raxion menjelaskan dengan pelan supaya mereka mengerti, tentang ruangan kosong itu, tentang bola bercahaya yang menanyainya. “Jadi maksudmu, chip itu mengujimu?” tanya Miriam, Raxion menggeleng “Tidak, apapun bola cahaya itu aku merasa itu bukanlah chip.” Dia menatap Blu Terre lalu mencabutnya ‘Apa mungkin…’ tanyanya dalam hati.
Vinze juga nampak masih bingung, akhirnya dia menyerah “Yang penting chip itu sudah pergi ke tambang tengah. Ayo Raxion tempat berikutnya.” Raxion mengangguk, sekali lagi dia menempelkan pedangnya ke dahi dan memejamkan mata “Daratan… nampak ada air terjun… dan pohon besar… tidak begitu jelas dimana itu… tapi aku bisa melihat banyak Naiad Heller.” Miriam langsung menjawab “Solus, daerah Solus, disana ada air terjun yang besar dan ada pohon didekatnya. Pasti disana.” Mereka memakai gulungan teleport milik Miriam menuju ke Benteng Solus , sesampainya disana, mereka tidak mengaktifkan boosternya karena menurut Miriam sangat dekat. “Lewat sini.” ajak Miriam. Mereka bergerak kekanan dan melewati kumpulan Queen Crook, dari kejauhan mereka bisa melihat air terjunnya. Air terjun itu sangat lebar dan deras, tidak jauh dari sana ada pohon besar seperti yang terlihat seperti gambaran Raxion. “Apa kita akan masuk ke dalam air terjun? Aku tidak melihat ada jalannya, selain itu jaraknya terlalu jauh jika mau melompat.” ujar Vinze. Raxion mencabut Blu Terrenya, dia mengarahkannya ke air terjun, tapi sinar yang dipancarkan sangat lemah. “Sepertinya bukan dalam air terjun, akan kucoba periksa sekitar sini.” Raxion berjalan sambil tetap memegang Blu Terre kedepan. Sesampainya dia di salah satu tembok, Blu Terre kembali bersinar terang. ‘Disini…’ katanya sambil memegang pedangnya terbalik, ditancapkannya dengan mantap ke tanah dan sekali lagi sinar terang kembali menyilaukan pandangan mereka.
Raxion kembali dibawa ke ruangan kosong itu, dia menunggu kembali bola cahaya seperti sebelumnya. Benar saja, bola itu kembali muncul dihadapannya. “Aku rasa aku tahu siapa kau.” Bola itu sama sekali tidak bereaksi, dia hanya melayang kekiri kekanan, lalu berhenti sejenak. ‘Siapa yang ingin kamu lindungi?’ Kembali terdengar suara yang sama bertanya padanya. Raxion memejamkan matanya, dia bisa melihat Reia yang sedang tersenyum riang “Reia…” jawabnya pelan. Bola itu mengelilingi dia, lalu berhenti didepannya dan wujudnya berubah menjadi Reia ‘Hanya gadis inikah?’ tanya bola itu sekali lagi, Raxion menggeleng pelan, dia menatap bola itu dan menjawab dengan mantap “Tidak hanya Reia, Vinze dan Miriam, dan semua penghuni Novus ini. Merekalah yang ingin aku lindungi.” Bola itu berubah menjadi Vinze bertanya ‘Apakah kamu yakin bisa melindungi semua orang dari bahaya ini?’ Lalu berubah menjadi Miriam ‘Padahal kamu hanya ada 1 dan yang ingin kamu lindungi itu ada banyak.’ “Memang tidak mungkin bisa, tapi aku yakin selama aku ingin melindungi semua, maka yang lain pasti punya perasaan yang sama dan semua pasti akan saling melindungi. Aku yakin itu.” Bola itu berubah menjadi Guyter ‘Tidakkah kamu terlalu naif? Pikiranmu yang seperti itu tidak mungkin semua bisa menerimanya bukan?’ “Memang tidak, tapi jika kita melakukannya, yang lain pasti akan terdorong untuk ikut melakukannya.” Guyter yang dihadapan Raxion menyusut dan kembali menjadi bola. Kembali terdengar suara yang lembut ‘Aku mengakui keyakinan dan keteguhanmu.’ Seperti sebelumnya, bola itu bersinar lagi dan Raxion kembali ke tempat sebelumnya. Vinze dan yang lainnya sudah menunggu dia, ketika Raxion berbalik chip kedua keluar dan langsung melesat ke tambang tengah.
“Ini sudah kedua.” ujar Miriam sambil menatap chip itu menghilang. Vinze jadi semangat “Bagus, tinggal 1 lagi. Ayo Raxion, dimana selanjutnya?” Raxion berbalik mencabut pedangnya, begitu menyentuhnya dikepalanya keluar banyak gambar-gambar. Dia menyimpan Blu Terre, lalu berbalik “Aku sudah tahu tempat berikutnya, ayo.” Mereka kembali ke dalam Benteng Solus, Raxion mengakses teleport dan menentukan tujuannya, yaitu Armory 213. Mereka berempat sampai disana, nampak banyak orang mengerumuni Sundries untuk membeli perlengkapan. “Sebaiknya pakai booster karena cukup jauh.” ujar Raxion sambil menggendong Reia dan mengaktifkan boosternya, diikuti yang lainnya. Mereka menuju selatan, ke Padang Cruel. Ketika sampai didepan pintu masuk Gerbang Snatcher, Raxion mematikan boosternya dan menurunkan Reia “Kita masuk.” Mereka berjalan lurus sampai ke ruangan seberang, ruangan itu sedikit aneh karena cukup kosong tapi ada sebuah kursi. Meski ada beberapa Crook dan Meat Clod berkeliaran, namun sepertinya monster-monster itu tidak mempedulikan mereka. “Jadi dimana?” Tanya Vinze melihat sekeliling sambil menarik Miriam sebagai isyarat tetap didekatnya. Raxion berdiri tepat didepan kursi, dicabutnya Blu Terre “Disini!” Tanpa basa basi dia langsung menancapkan pedangnya ke kursi itu dan sinar menyilaukan keluar seperti sebelumnya. Sekali lagi Raxion terbawa ke ruangan kosong, dan sekali lagi bola itu melayang dihadapannya.
‘Siapa yang ingin kamu lawan?’ tanya bola itu sambil bergerak tak beraturan. “Herodian.” Bola itu berubah menjadi Rouf ‘Apakah karena dia yang ingin membunuh Reia?’ Raxion menggeleng “Tidak, karena Herodian mencoba untuk menghancurkan semua kehidupan, baik di Novus ini maupun di tempat lain. Karena itulah aku tidak akan pernah membiarkan mereka.” ‘Meski begitu apa kamu ada cara supaya mereka tidak menyerang planet lain?’ “Itu…” Raxion nampak bimbang, lalu dia menjawab dengan pasrah “Tidak ada.” Bola itu berubah menjadi dia ‘Apakah kamu tidak pernah berpikir bahwa lawan yang harus kamu hadapi adalah dirimu sendiri.’ kemudian berubah menjadi Valenth ‘Atau dirimu yang satu lagi?’ Raxion mengangkat kepalanya sambil memejamkan mata, lalu dia menjawab dengan tegas “Memang ada kemungkinan seperti itu, karena bagaimanapun juga musuh sesungguhnya tiap orang bukanlah orang lain, melainkan diri mereka sendiri dalam mencapai tujuan. Hanya saja, aku yakin kalau lawan yang harus kuhadapi sekarang adalah para Herodian, karena mereka ingin menghancurkan semua penduduk Novus.” Valenth cahaya mengangguk pelan, lalu kembali menjadi bola.
Sebelum dia berbicara, Raxion bertanya padanya “Kau Blu Terre bukan?” Bola itu menjawab pelan ‘Benar sekali tuanku. Nampaknya kamu sudah menyadarinya.’ “Awalnya aku hanya menebak kalau itu adalah kau, tapi aku menjadi yakin setelah kedua kalinya kita bertemu. Suaramu sama dengan suara Blu Terre ketika dia memintaku untuk menancapkannya.” Bola itu menjadi sosok manusia yang hitam, lalu menjelaskan ‘Aku diciptakan sebagai penyeimbang Chip Energi, jika mereka mengeluarkan energi positif, maka aku mengeluarkan energi negatif. Juga merupakan tugaskulah untuk memastikan apakah mereka yang ingin mencari Chip Energi itu memiliki niat buruk atau tidak.’ “Jawab aku Blu Terre, kenapa kau memilihku? Apakah karena aku memiliki jiwa Valenth?” tanya Raxion, Blu Terre menghampirinya menjawab ‘Aku memilihmu bukan karena kamu memiliki jiwa, tapi aku bisa melihat dirimu yang dipenuhi dengan harapan dan keinginan. Itulah yang membuatku memilihmu. Sekarang kembalilah pada teman-temanmu.’ Setelah berkata begitu sosok manusia Blu Terre bersinar terang, pada saat itu Raxion bergumam “Terima kasih…” Sekembalinya ke Gerbang Snatcher, chip ketiga langsung muncul dan melesat keluar dari Gerbang Snatcher untuk bergabung dengan chip yang lain.
Raxion mencabut pedangnya dan menatapnya sebentar sebelum disimpan lagi. “Ketiga chip sudah berkumpul ditempatnya.” ujar Reia ketika dia menghampiri Raxion “Ah…” Raxion mengangguk, dia menatap Vinze dan Miriam “Ayo kita laporkan pada Master.” Keduanya mengangguk, mereka memakai gulungan teleport menuju kembali ke koloni Cora.
Ketika Raxion berhasil mendapatkan chip kedua, jauh diatas mereka didalam pesawat Cerios, salah satu operator mereka melaporkan “Lagi-lagi terdeteksi energi aneh melesat ke tambang tengah. Ini sudah kedua kalinya Kolonel Rouf.” Rouf berdiri menatap Novus “Nampaknya mereka merencanakan sesuatu.” Operator lain yang mengamati radar melaporkan “Kolonel, armada utama, pesawat Qoruas sudah tiba.” Dari belakang pesawat mereka terbuka warp portal raksasa, dari dalamnya keluar pesawat luar angkasa besar. Ukurannya 2 kali lipat lebih besar dari pesawat Cerios dan dilengkapi banyak meriam, baik yang kecil maupun yang besar. Setelah pesawat itu keluar seluruhnya, dari dalam Cerios muncul layar yang memperlihatkan wajah yang nampaknya sudah tua dan berwibawa, mata kanannya buta dan ada bekas luka memanjang dari dahi sampai pipi, dari bajunya nampaknya pangkatnya tinggi, karena begitu melihatnya semua orang yang ada diruangan langsung memberi hormat.
Rouf mengangkat badannya menyapanya dengan hormat “Salam Jendral Besar Magnus.” Yang disapa mengangguk “Laporkan keadaannya, Kolonel.” “Baik, gadis itu memang ada di Novus, selain itu radiasi dari Holymental sudah berkurang dan sampai ke titik aman. Kita sudah bisa menginvasi Novus.” Magnus menatapnya sebentar, dia bisa melihat jirahnya yang rusak dan mengambil kesimpulan. “Nampaknya kau mengabaikan perintahku dan mencoba turun sendiri, huh?” Rouf nampak tidak bersalah menjawab dengan santai “Ya.” Magnus tertawa keras “Hahahaha, kau memang pembangkang sejak dulu. Tapi biarlah…” “Maaf aku menyela Jendral, tapi apa anda hanya datang dengan pesawat utama Qoruas?” sela Rouf penasaran, Magnus tersenyum “Apa kau pikir begitu?” Mendadak di sekeliling pesawat Qoruas muncul banyak warp portal berbagai ukuran, dari dalamnya keluar pesawat yang lebih kecil, jumlahnya yang banyak menandakan mereka serius ingin menghancurkan semua penghuni Novus. Rouf yang melihat itu kagum, lalu dia kembali menatap Magnus “Jendral besar, aku ada permintaan.” “Oh? Apa itu?” tanya Magnus penasaran “Biarkan aku turun dengan semua pasukanku, ada yang ingin kuhadapi dulu sebelumnya.” “Seperti biasa, permintaan yang egois. Apa kau bisa hanya sendirian?” “Tentu saja aku tidak sendirian. Prajuritku yang paling kuat akan ikut denganku.” Sehabis berkata begitu dari belakangnya muncul 2 orang, yang satunya membawa pedang panjang dibelakangnya dan memakai jirah merah yang nampaknya kuat, rambutnya kuning pendek dan matanya biru, wajahnya menunjukkan kalau dia sudah berpengalaman perang. Sedangkan yang satunya lagi memakai jirah biru yang lebih sederhana daripada partnernya, rambutnya coklat agak panjang dan bermata hijau, wajahnya sedikit dingin dan nampaknya tidak bersahabat.
Magnus yang melihat mereka berkata “Ho… kau ingin membawa Zwei Lowe huh? Baiklah kuijinkan, tapi begitu urusanmu selesai kau harus langsung memberi sinyal, dengan begitu kami akan menurunkan pasukan kami.” Rouf membungkuk dalam “Terima kasih banyak.” Magnus menatap Novus dan membentangkan tangannya seolah-olah ingin mendekapnya “Sekarang ini saat yang tepat untuk memusnahkan semua penghuni Novus. HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA.”
CHAPTER 9 END.
Next Chapter > Read Chapter 10:
https://www.pejuangnovus.com/rhapsody-chapter-10/
Previous Chapter > Read Chapter 8:
https://www.pejuangnovus.com/rhapsody-chapter-8/
List of Last Rhapsody Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/rhapsody-chapter-list/