HIDDEN LINE CHAPTER 2 – I CAN’T BELIEVE MY EYES

Hidden Line spin-off from Journey for Identity
Penulis: Bid’ah Slayer


*Waktu cerita 8 bulan setelah chapter 16 JFI, tepatnya seminggu sebelum November 133 NE.


“Xel, ngomong-ngomong, gaya bertarungmu pake senjata apa? Kalau aku kan udah pasti pakai panah, kalau kamu?” Tanya Kharin sambil menuntunku ketempat yang dituju.

“Ehh.. aku pake senjata dua tangan, dua senjata tipe pisau untuk sekarang ini lebih tepatnya .” jawabku sambil tetap menyesuaikan kecepatan langkahku dengannya.

“Dua senjata? Kalo sekarang kamu ditingkat 28, berarti kamu pakai Defender Saber ya? Bukannya berat yah?” Tanya Kharin dengan tatapan masih tertuju ke depan.

“Memang, kalau aku pakai defender saber, aku belum kuat untuk penggunaan sebagai dua senjata, tekniknya adalah. Aku memakai senjata yang berada lima tingkat dibawahku. Dengan begitu penguasaan dalam menyerang bisa kulakukan. Makanya aku menggunakan pisau tipe katana.” Jelasku pada wanita berambut kepang.

“Ohh… kayanya jarang aku temuin teknik begitu. Belum pernah malah. Kamu unik.” Ucapnya dengan senyum.

“Be-begitu ya.. aku cuma diajarin sama guru ku kok, dia bilang ini adalah teknik yang…”

“Eitt!..” ia menghentikan langkahnya dan memotong pembicaraanku sambil telunjuknya menghentikan bibir ku.

Ehh?” aku hanya bisa membatin heran, jarinya yang putih benar-benar hampir menyentuh bibir ku. Aku dibuat diam seketika dengan kelakuannya.

“Ada apa Lumine- maksudku Kharin?” tanyaku memastikan tak ada yang salah.

“Rachel mana? Bukannya kamu tadi gandeng tangannya juga.” tanyanya menyebut salah satu rekan kami, si gadis berambut hitam.

“Nuntun? Enggak kok, ak-aku mana mungkin ngelakuin itu. perasaan tadi ada di belakang ku, ngikutin kita.” Ujarku memberi kesaksian.

“Yaudah, mending kita cari si Rachel, takut kenapa-napa.” usul Kharin, akupun menyetujuinya. Dan kamipun menyusuri jalan yang sebelumnya kami lalui untuk mencari keberadaannya.

.

“Gimana? udah nyambung belum?” tanyaku pada Kharin yang sedang mencoba menghubungi Rachel via ponselnya.

“Belum Xel, gimana nih, kalo dia sampe ilang… Padahal ini misi pertama kita bertiga.” Risau kharis sambil tetap menggenggam ponselnya, didekatkan pada telinganya.

“Rhin…” ucapku memanggil namanya dengan pelan.

“Apa lagi ini ‘kan misi di daerah yang bisa di masukin bangsa lain, jangan-jangan dia diculik sama Bellatean atau Accretian…”

“Rhin…”

“Apa lagi dia ‘kan cantik, kita sempet satu asrama pas di planet Cora, dia termasuk idol para lelaki di sekolah. Jangan-jangan dia diculik sama Bellatean mesum, teruss…”

“RHINN!” bentakku.

Entah mengapa, aku yang sedari tadi berusaha tidak menunjukkan kepanikan seperti yang Kharin lakukan, sekarang tanpa sengaja aku membentaknya. Mungkin ini adalah batasku menahan emosionalku. Jelas di dalam pikiranku sekarang ini terasa terlalu bercampur aduk. Aku tidak mau dikali pertama misi kami bertiga harus terjadi insiden seperti ini. Terlebih mereka adalah wanita dan tanggung jawabku.

Walaupun aku belum mengenal jauh tentangnya, namun tetap ada rasa ingin melindungi, aku khawatir akan keadaannya sekarang, sangat khwatir.

“A-Axel… ma-maafkan aku…” ucap kharin kini terhenyak setelah kubentak, air matanya sudah membendung dalam kelopak mata, berkaca-kaca.

“Enggak, akulah yang harusnya minta maaf Rin, aku gak sengaja malah ngebentak.”

Setelah kuucapkan penyesalan, ia tampak murung, tidak berkata sepatah katapun setelahnya.

“Bagaimanapun, ini tanggung jawabku sebagai ketua, aku yang harus menerima beban ini, kau jangan terlalu memikirkannya”

“Enggak! Dia itu juga teman dan rekanku, kamu jangan egois! Kita berdua sekarang yang bertanggung jawab!”

Sontak, aku langsung terkejut dengan jawabannya, aku tak tau harus menjawab apa untuk menanggapi ucapannya. Iapun kini berjalan melangkah lebih dulu dan menyiapkan Beam Assemble Cross-bow miliknya.

.

Setelah beberapa menit kami menyusuri jalan yang telah kami lewati, nampak kepulan asap terlihat, sepertinya berasal dari beberapa puluh meter di depan. Aku dan Kharinpun secepat mungkin menuju kesana.

.

“Flash Beam!”

“Circle of Fire!”

Wrushhh, nampak saat orang itu merapalkan mantra lalu menghentakkan tongkat ketanah, muncul lingkaran cincin api disekelilingnya. Dan ya, seorang yang tengah melawan beberapa ekor Anabola adalah Rachel, ia dikepung oleh makhluk tumbuhan itu.

“RACHEL!” Teriak Kharin memanggil namanya. Iapun sontak menatap kearah kami, nampak senyuman dan mata yang berkaca-kaca terlihat.

“RACHEL AWAS!” seruku saat dari belakangnya tentakel tumbuhan tengah mengarah padanya. Namun saat ia hendak perpaling, ia terlambat.

Dengan cepat tentakel itu menjulur kakinya yang jenjang. Menjulur terus hingga ke paha yang terlihat putih. Tidak sampai disitu, tentakel yang lainnya juga mengikat kaki yang satunya, naik terus hingga ke paha.

Rachel hanya bisa melawan seadanya, sesekali diikuti erangan. ia tak bisa berkonsentrasi untuk merapalkan mantra pada posisi itu, yang bisa ia lakukan adalah memotong tentakel lain yang berusaha menjamah tubuh bagian atasnya menggunakan ujung Beam Bead yang tajam.

Keadaan menjadi makin buruk, beberapa Anabola yang semula sudah diserang dengan force api miliknya, kembali bangkit dan bergerak mengerumuni Rachel.

“Siall! Kharin, ayo cepat kita selamatkan Rachel.” Ucapku sambil mengeluarkan dua bilah Katana.

“Ayo.” Balasnya, iapun langsung bergerak maju.

“Fast Shot!” Kharina menyerang lebih dulu. Serangan pembukanya berhasil memancing dua Anabola yang semula bergerak kearah Rachel kini menuju kearahnya.

“Bagus Rin!” pujiku, lalu aku berlari ketengah dua Anabola yang terpancing, dan menebas titik fital mereka.

Slash! Slash!

CRATTS! CRATT!

Cairan hijau tersembur keluar dari leher yang tersayat.

Kini tinggal tiga lagi, namun sepertinya Rachel tidak bisa bertahan lebih lama, karena ia tengah dikepung oleh tiga Anabola.

“BANGSATT! SINI LU OTAK UDANG!”

Aku menerjang secepat mungkin sebelum hal makin buruk terjadi pada Rachel.

“SHINING CUT!”

Tebasan cepatku belum mampu memancing mereka bertiga, hanya satu yang mengarah padaku. Namun Kharin segera menyerangnya dengan…

“MULTI SHOT!”

Zrebb! Zrebb! Zreb! Zrebb!

Kini hanya dua yang terpancing, sedang yang satunya lagi tetap menjalarkan tentakelnya ketubuh Rachel.

“Sial, masih belum cukup!”

Zrassh! Zrash!

“Slasher!”

“Fast Shot!”

Dua Anabola kembali tumbang, kini kami berusaha menyelamatkan Rachel yang sudah lemas tak berdaya.

“Kharin, bidik mata makhluk itu!”

“Baik” jawabnya dan langsung menembak.

Wuzz.. Wuzz…

Zreb! Zrebb!

Makhluk itu menggunakan tentakel yang lain sebagai pelindung agar panah Kharin tak mengenai matanya.

“Kalau begitu rasakan ini!”

Kupusatkan tenaga pada kedua Katana ku, lalu kulepas energinya membentuk garis horizontal.

“Power Clave”

WRUZZZHH…

Zrash! Zrash! Zrazh! Zrash!

Keempat tentakel yang mengikat tubuh Rachel berhasil aku potong, termasuk tentakel yang hendak memasuki armor bagian bawahnya.

“BANGSETT! MATI SANA! DASAR MESUMM!”

Aku melompat lalu kutancapkan dua bilah belatiku pada kepalanya.

Setelah berhasil menancap di kepalanya, segera aku gerakkan dua senjataku melintang

ZRASHH!

Cairan hijau yang kurasa darah membasahi armor dan pelipisku.

Makhluk itupun mati dengan terlebih dahulu menggeliatkan tentakelnya. Layaknya cacing.

“Hah hah… Rachel, kamu gak… Rachel!”

Segera aku tahan tubuhnya sebelum terhempas ke tanah.

“Rachel, kamu dah aman sekarang.”

“Ahh, makasih… makasih banyak udah nyelamatin aku…” Ucapnya lemas sambil membelai pipiku.

Sontak, muka ku memerah. aku tersadar apa yang sudah kulakukan. Aku melakukan semua ini bukan hanya karena tanggung jawabku sebagai ketua tim, tapi lebih dari itu, aku melakukan sampai sejauh ini karena…

dia… Rachela Anant Nobleist

Ada apa ini? Perasaan ini…”batinku, bingung…

.

.

*Ruang Rapat Majlis Tinggi Aliansi Suci Cora*

Selesainya rapat, dua sosok pria Corite saling bercakap-cakap, melepas kejenuhan setelah melewati ‘tausiah’ dari Archon dan Ketua Tim Support yang menjabat sebagai Uskup sekaligus ketua tim research.

“Gimana? dah gak ngantuk lagi kan lu?” Tanya Haan pada temannya.

“Ya iyalah, gue hampir ketauan tidur tadi, dah gitu lu gak bangunin gue, dasar rese’.” Jawab Harvey.

“Jadi gimana, habis ini lu masih ada kerjaan apa lagi? Dah lama kita gak minum bareng.”

“Gak bisa, habis ini gue ada rapat Clan. Lu mah enak clan kecil yang gak diperhitungkan, gak dianggep.” Jawab Harvey sekaligus menyindir.

“Cih, masa bodoh sama clan besar kaya Dragunov, Draguila, kalo jadinya repot kaya lu, wkwk… mending gue, bisa nikmatin hidup haha…” balas Haan tak mau kalah. “Ngomong-ngomong, lu gak bisa cabut aja dari rapat gak jelas itu? Kapan lagi kan kita bisa santai-santai kaya gini, mumpung gak ada misi.” Lanjut Haan menghasut teman seperjuangannya.

“*Yawn… Elu mah batu dibilangin, dibilang gak bisa ya gak bisa.” Jawab Harvey diawali dengan menguap, ia kembali mengantuk, membayangkan betapa membosankannya waktu yang akan ia lalui dalam satu jam kedepan.

“Lu kan tau sendiri, gue itu ketua tim serang battalion 13, udah begitu kunci kemenangan kita ada di dalam tim gue. Jadi jelas clan dan diri gue kali ini akan sangat berperan. Lengkap dah, gue harus bener-bener keluarin semua kemampuan gue di perang mendatang.” Lanjut Harvey memberi penjelasan diikuti, mengucek mata kiri yang tak tertutupi penutup mata.

“Iya iya, commander. Nanti tim yang gue pimpin sebisa mungkin ngesupport tim lu dah.” Balas Haan sedikit meledek. “Jadi gimana, habis rapat clan bisa?”

Saat mereka sedang saling bicara, tiba-tiba seseorang memanggil salah satu nama dari mereka.

“Harvey, Bisa kita bicara sebentar.” Ucap seorang lelaki, lebih tua dari yang dipanggil.

“Ah! Iya, ada apa Father?” jawab Harvey seraya memalingkan perhatian dari Haan.

“Pokoknya gue gak bisa, dah, gue ada perlu dulu.” Ucap Harvey pada Haan dengan nada pelan, lalu ia melangkah mendekati Uskup Renault. “Ada perlu apa Father Renault?”

“Ini mengenai perang yang akan datang. Juga tentang dirimu lebih tepatnya.”

“Ya? Jadi anda mau aku melakukan apa?”

“Bukan sesuatu hal untuk dilakukan, namun sesuatu untuk kau terima.”

Momen diampun kini terjadi. Harvey tidak menanggapi dengan sepatah katapun saat mendengar uskup Renault mengatakan itu.

Uskup Renault menarik nafas, lalu bicara “Aku ingin kau menerima pangkatmu sebagai Chamtalion.”

“…”

“Posisimu kini sudah sangat diperhitungkan sekarang, kau sangat penting. Kau harus menerimanya.”

“… Aku… tidak bisa.” Jawab Harvey.

“Kenapa? Kau tidak bisa terus menolak! Apa ini akan terus kau lakukan karena dosa masa lalu itu?” ucap Uskup Renault kali ini sedikit tegas.

“…”

“Dengar, di dunia ini tidak ada dosa yang tidak bisa diampuni. Bahkan untuk dosa paling besar sekalipun.”

“… Aku tau Father, namun, sudah berapakali aku berdo’a, memohon, bahkan mencoba menebus ,Namun aku merasa apa yang sudah kulakukan, darah itu seakan terus melekat pada tangan ini. Aku merasa tak pantas untuk mendapatkan hal yang kau tawarkan, seandainya ia masih disini, mungkin ia yang mendapatkan posisi itu sekarang.” Ucap Harvey dengan kepala merunduk.

Tap…

Kini uskup Renault meletakkan tangannya pada bahu Harvey

“Jangan meratap, kejadian itu juga membuatku terhenyak. Namun saat itu kau, juga aku. Dalam posisi yang sulit. Ia memilih jalannya, dan kita pada jalan kita sendiri untuk melindungi aliansi.”

“Tapi kita tau, informasi saat itu tidak sepenuhnya benar, iya kan? Tapi kita tetap melakukannya” timpal Harvey dengan pertanyaan. Beberapa detik, uskup Renault terdiam… mencoba memahami. Lalu berkata

“Pada saat itu kau dan aku tidak bisa melakukan apa-apa selain mengikuti perintah. Bila ada pihak yang pantas untuk menanggung dosa itu, mereka yang mengambil keuntungan dibalik konfliklah yang pantas.”

“Tapi…”

“Harvey, dengar. Apa kau berfikir aku akan selamanya berdiri disamping Yang Mulia Quanie Khan, berdiri melindunginya dari mereka yang juga mempunyai kepentingan tersendiri, yang mengancam bangsa kita? Tidak Harvey, kau salah. Suatu saat, entah kapan waktunya, aku pasti akan meninggalkan posisi itu. Dan aku mau kau menggantikan posisiku, menghapuskan kesalahan kita saat tak bisa melakukan apa-apa, dan mencegah hal yang sama terulang kembali.”

Setelah Uskup menjelaskan maksud dan tujuannya, Harvey tak bergeming. Lagi, tak ada sepatah kata dari mereka berdua untuk beberapa saat.

“Harvey, anggaplah permintaanku ini sebagai penebusan dosa yang lalu. Dengan begitu, kita bisa terus melindungi penduduk yang tak bersalah.” Ucapnya kini mengarahkan pandangan Harvey pada penduduk yang tengah menjalankan aktivitas sehari-hari. “Kau adalah orang yang kupercaya, dengan kau. Aku yakin kejadian kelam atas pembantaian pada yang tak persalah itu takkan terulang…”

“… baiklah, aku akan menerimanya, Father.”

.

.

*Sektor Istana Numerus*

Setelah aku baringkan tubuh Rachel di bawah pohon, Kharin bertanya padaku apa yang akan kami lakukan setelahnya, apakah kita akan membatalkan misi dan membawa Rachel ke rumah sakit. Ku jawab tidak, setelah apa yang kita lakukan, kurasa kita bisa mengambil barang quest dari para Anabola yang telah kita habisi, sementara itu Rachel telah kuberi HP Popp 100ml dan FP Priest 125ml, kurasa ia hanya butuh istirahat, juga pertolongan pertama yang kupelajari dari Elrond Harvey.

Beruntung, ternyata barang quest yang kami akan kami cari dari tubuh Clod juga terkandung dalam jasad pada Anabola, sehingga kami telah berhasil mengumpulkan 30 Jimz Riar dan 26 Siar Blibend.

“Kita telah berhasil menyelesaikan barang quest Jimz Riar, namun untuk Siar Blibend akan kita bagi menjadi tiga.” Ucap Kharin.

Saat kami sedang membagi barang quest, tiba-tiba saja terdengar beberapa langkah kaki orang , bergerak ketempat kami.

Sumber langkah kaki itupun terlihat, mereka benar-benar menghampiri kami.

Tiga lelaki ; Berambut hitam berbadan paling tegap diantara yang lainnya, berambut merah dan berambut oranye sambil mengemut permen lollipop.

“Ah! Rachel! Itu Rachel!” seru sang rambut hitam berlari menghampiri Rachel yang sedang beristirahat di bawah pohon.

Akupun menghampiri mereka berdua, lalu kutanyakan siapakah dia.

“Maaf, tapi bisa saya tau siapakah anda?” tanyaku sopan, karena aku sama sekali tidak mengenalnya. Bisa jadi dia Senior, karena badannya lebih tinggi dariku.

“Aku Bima, dari Draguila.” jawabnya memperkenalkan diri.

Sontak, akupun teringat nama itu, nama mantan anggota timnya saat di Taurus 11.

“Oh, kau temannya Rachel ya?”

“Teman?” ucapnya dengan mimik berbeda dari sebelumnya. “Aku pacarnya tau.”

“Pacar?”

Entah hanya perasaanku saja, atau memang sepertinya aku mendengar ia mengucapkan kata Pacar.

“Maaf, bisa diulang?”

“Aku Bima dari Clan Draguila, Rachel adalah pacarku.” Ucapnya tegas.

Tidak banyak yang bisa ku uraikan setelah mendengar itu, aku hanya merasa… sesak, tangan sedikit bergetar, dan kaki layaknya lemas.

“Kau sendiri siapa?”

“Aku Axel Anubis Drakho, ketua dari tim Rachel.” Jawabku.

“Ohh… jadi kau ketua timnya” kini ia menyandarkan tubuh Rachel agar kembali bersandar pada pohon. Lalu berdiri “Gara-gara lu dia jadi begini hah?” ujarnya seraya menggenggam kerah baju ku.

“Jangan asal tuduh, ini semua kecelakaan, disini gak ada yang niat buat dia terluka.” Jawabku sambil berjinjit, menyeimbangi angkatannya.

“Baru berapa hari masuk tim lu, dia dah pingsan, gimana besok? Dasar ketua tim gak becus!” iapun mendorong tubuhku hingga tersungkur.

“Jangan asal ngehakimin!” ucapku seraya bangkit, lalu mendekati dia “Kalo lu diposisi gue, gue jamin hal yang lebih buruk dari ini pasti bakal terjadi.”

“Oh, lu nantangin gue?”

“Punya nyali juga lu merasa tertantang?” ucapku dengan senyum menyindir.

Mata kamipun saling beradu, gejolak darah panas kini deras mengalir dalam nadi.

Sebagai prajurit resmi, ini mungkin pertama kalinya aku berkelahi selain sparing bersama Roni.

Kulihat, ia sudah mengepalkan tangannya, bersiap untuk memukul rupanya. Akupun memasang kuda-kuda untuk memukul.

“Rasakan!” “Makan Nih!” ucapku bersamaan dengannya.

Batss.. Batss…

Baik pukulanku ataupun pukulannya berhasil menghantam, namun bukan tubuh kami, melainkan sudah ada tangan yang menahan pukulan kami.

Orang itu adalah orang berambut oranye yang datang bersama Bima tadi. Ia menahan pukulanku dengan tangan kiri. Dan pukulan Bima dengan tangan kanan. Dengan posisi tubuh tepat ditengah-tengah kami.

“Candy, apa yang kau lakukan?!” ucap Bima pada Pria yang menahan serangan kami.

“Gak ada untungnya kalau kita ribut disini, kalau ketauan prajurit Senior, pasti kita juga bakal kena masalah. Setau gue nanti ada maktunya untuk hal yang beginian. Sekarang mending kita kembali pada rencana, bawa pacar lu pulang. Iya ‘kan?” jelas pria yang dipanggil Candy.

Aku sedikit bingung, si Candy ini apa emang beneran namanya Candy? Masa’ pria namanya begitu? Dan, aksen dia bicara, terdengar sedikit asing, atau itu karena dia ngomong sambil makan permen?

Disaat aku berfikir, Bimapun menuruti perkataan ‘Candy’. Lalu si Candy berpaling padaku, memperlihatkan mukanya yang dihiasi senyuman, lalu berkata

“Mau permen?” sambil mengarahkan permen lollipop berbentuk beruang yang diambil dari saku bajunya.

“Ehh?” aku sedikit heran, namun aku mengambil permen yang ditawarinya. “Makasih.”

“Nah, sekarang cepet kita bawa Rachel klinik.” Ucap Candy.

Candypun menyiapkan 3 lembar teleport scroll di tanah.

“Gak usah terlalu khawatir, dia dah gue kasih pertolongan pertama. Istirahat yang cukup aja, nanti juga sembuh.” Ucapku pada Bima yang tengah menggendong Rachel. Nampaknya ia masih marah padaku, ia hanya menatap tajam dan melanjutkan langkahnya menuju teleport scroll.

“Sayang… kamu dateng.” Ucap Rachel lemah baru siuman.

“Iya Say, aku dateng buat kamu.” Jawab Bima, Rachelpun mengalungkan tangannya pada leher Bima. Lalu setelah itu mereka lenyap menuju sesuatu tempat.

.

.

“Hnn…” lisanku hanya bisa bergumam.

Terus, kalo dia ternyata udah punya pacar, kenapa dia… ngebelai pipi gue? Huft~ guenya aja yang emang ke-ge’er-an…” Batinku lemas. Tak faham akan perasaan ini. Nyesek sih, inikah PHP itu? Jadi sedih

Ditengah aku ‘meratapi’ apa yang terjadi padaku, Kharin menghampiriku.

“Axel, kamu kenapa?”

“Enggak, enggak kenapa-napa kok.” Jawabku sebaik mungkin tak menunjukkan kekecewaan.

“Kamu… suka sama Rachel ya?”

JLEBB!

tanyanya langsung menjurus perasaan.

“Ehh? Mana mungkin, dia ‘kan udah punya pacar.” Elakku diikuti senyum yang dipaksakan.

“Kalau begitu maaf ya, soalnya aku yang nelpon dia kesini. Soalnya tadi pas aku panik gak bisa ngehubungin Rachel, aku hubungin si Bima. Maafin aku ya.”

“Rin, kamu gak salah kok. Kan udah kubilang kalo aku gak suka sama Rachel.” Ujarku masih berusaha menutupi.

“Tapi, seandainya aku gak manggil Bima, kamu gak tau kalo dia punya pacar. Kamu jadi ada perasaan sama dia?”

Mendengar pertanyaannya, untuk beberapa detik rasanya organ pernafasanku sulit untuk menghirup oksigen.

“…” aku tak menjawab pertanyaannya.

“Xel?”

“Engg… mengenai pembagian barang quest, Siar Blibend kan baru 26, gak usah dibagi tiga. Yang enam biar aku aja Rin, jadi kamu sama Rachel dah selesai. Aku bakal nyari sisanya dari Clod…”

“Axel…”

“Aku kan ketuanya, jadi aku yang harus ngalah, iya ‘kan? Yaudah aku mau selesaiin misi dulu, keburu tengah hari” sebisa mungkin aku memperalihkan pembicaraan dan lekas pergi.

Namun saat hendak pergi, Kharin menggenggam tanganku. Membuat langkahku terhenti.

“Axel… aku benar-benar minta maaf, aku gak tau kalo sampai…”

“Sutt…” kini kuarahkan telunjuk ku pada bibirnya agar ia berhenti bicara.

“Jangan minta maaf, Harusnya aku bilang terimakasih ke kamu. Karena kamu, aku gak terluka lebih jauh ‘kan? Lebih baik kecewa sekarang daripada kecewa nanti, hihihi…” jawabku, akupun tersenyum menunjukkan rentetan gigi ku agar ia tak risau.

Yang hanya kulihat dari wajahnya hanya mata yang berkaca-kaca tanda menyesal. Namun tanpa membuang waktu, aku segerakan diriku untuk mencari monster Clod dan menyelesaikan misi.

Di tegah aku berlari, aku hanya bisa mengusap dada ku sambil berkata “Sakitnya tuh disini…”

.

.

“Ah, itu dia si buntelan kentut.” Ucapku bermonolog saat mendapati makhluk biru yang kumaksud. Aku segera meregangkan persendian ku dan menyiapkan sepasang katana.

“Maaf gendut, sayangnya hari ini gue lagi kesel, gue harap lu menunjukkan perlawanan terbaik lu.” Ucapku diikuti langkah menerjang.

.

.

“Sepertinya tubuhmu adalah hambatan terbesarmu, gendut.”

“Clopp Wlopp!” balasnya dengan bahasa yang tak kumengerti.

“Ya, cukup lumayan, sejauh ini lu kebo juga, susah untuk matinya, tapi gue harap itu gak akan lama. Ayo kita akhiri!”

“Wlopp Wlopp!”

Zlash Zlashh! Zlashh Zlash!

Ku sayat kulit biru tak berbulu miliknya, sedangkan ia hanya bisa memuntahkan cairan hijau dari lubang yang kurasa adalah mulut. Serangannya tidak terlalu fatal, ku kira tadinya itu akan korosif, rupanya aku hanya berfikir terlalu berlebihan.

“Rasakan serangan pemungkas ini, Slaaaa…”

BRUKK!

Tubuh ku tiba-tiba saja terhempas ke tanah.

“Ughh… apa-apaan ini” ucapku sambil memegangi kepala ku yang pusing.

Mata ku juga berkunang-kunang , tak jelas rasanya pemandangan di sekeliling ku, seperti ngeblur. Tiba-tiba seseorang menghampiriku.

“Tolong… tolong bantu aku berdiri.” Ucapku lirih. Namun sepertinya dia tetap berdiri disana tanpa menjawab permintaanku.

Dia seakan mengatakan sesuatu, namun terdengar samar.

Apa yang terjadi, sampe gue seperti ini? Gak bisa denger dan liat dengan jelas.”

Tess…

“Cairan apanih?” ucapku saat sesuatu membasahi keningku.

“Ijo? Ijo! Ini lendir makhluk itu!” seketika, fokusku kembali. Pandangan dan pendengaranku kembali normal dan kulihat Clod biru tengah mendekatkan kepalanya pada kepala ku. Kulihat kakiku ternyata terpeleset akibat lendir sialan itu.

“Bangsat! Enak banget lu mau makan gue! Makan nih!” maki ku langsung menancapkan dua bilah katana tepat keperutnya.

Seketika itu pula ia merintih, terdengar tidak jelas memang, namun kuyakin itu pasti ungkapan kesakitan.

“Hehe, gimana? enak?” ucapku kini sedikit memutar-mutar senjataku dalam perutnya.

“CHOPP!”

Entah mengapa, sepertinya kejadian ini sangat menghibur untuk ku. Aku lanjutkan menyiksanya lebih lama dan ia makin merintih kesakitan.

Dalam posisiku yang belum berubah dari terlentang, aku sadari sesuatu. Tubuhnya seakan makin membesar, dan saat itu aku tau, kalau diri ku dalam bahaya.

Segera aku bangkit dan berlari menjauh, namun belum semua itu terlaksana, tubuh Clod itu semakin besar dan besar dan…

“CHLOOOPP!”

CROOOTTT!

Tubuhnya pecah, menyebarkan lendir hijau. Dan lendir itu membasahi semua tubuh ku, tanpa terkecuali.

“Kamvrett! Disaat-saat terakhir justru dia malah begini. Dasar buntelan kentut!” makiku sendiri. Setelah itu, aku segera mengumpulkan empat Siar Blibend yang tersebar akibat tubuhnya yang pecah.

.

.

Tepat sebelum tengah hari, aku sudah sampai di depan pintu masuk Istana Numerus. Selama perjalanan, banyak orang-orang yang memandang heran, lebih tepatnya memandang jijik kearah ku.

Bagaimana seseorang bisa berjalan-jalan seakan tak terjadi apa-apa dengan lendir hijau yang membasahi seluruh tubuhnya. Itu adalah pertanyaan dalam benak seseorang yang belum pernah berhadapan dengan makhluk macam Clod.

Namun untuk orang-orang yang mengalami nasib seperti ku, mereka dan aku berharap, untuk tidak berhadapan dengan makhluk seperti Clod dimasa yang akan datang. Selamanya.

.

“Anclaime Rasikh, ini barang quest ku, 10 Jimz Riar dan 10 Siar Blibend, langsung dari sumbernya.” Ucapku dengan nada bête sekaligus menyerahkan yang kusebut.

“Axel, kamu baik-baik aja?” Tanya Kharin yang ternyata menungguku di sini.

“Ya, aku baik-baik saja, sangat baik.” Jawabku dengan mode YouDontSay.

“Haha, Axel.. Axel.. kamu pasti ngulur-ngulur waktu saat lawan Clod, iya ‘kan?” ucap Kak Rasikh.

“Iya Anclaime.”

“Harusnya kamu jangan begitu, mereka itu makhluk emosional, kalo kamu buat mereka marah dan berlarut-larut. Ya jadinya kaya yang kamu rasain sekarang, haha…” jelas Kak Rasikh dengan tawanya. Seakan aku bisa melihat betapa puasnya ia.

“Jadi Anclaime, apa disini ada kamar mandi?” tanyaku padanya. Iapun menyeka sedikit airmata dari ujung matanya. Dan berkata

“Sayangnya gak ada, hahaha… jadi inget masa lalu, hahaha…” jawabnya kembali diikuti tawa yg hanya ia dan kenangan masa lalunya yang tau.

“Apa kami sudah boleh pulang, Anclaime?” tanyaku lagi.

“Ya, ya kalian boleh pulang. Dan mandilah yang bersih Axel, hahaha…”

.

.

aku dan Kharinpun sampai di portal markas, kami berdua tidak banyak bicara pada awalnya. sampai akhirnya ia menawariku sapu tangan miliknya.

“Kamu gak keberatan kalau aku pakai ini?” tanyaku memastikan.

“Enggak, pakai aja.”

“Nanti kotor.”

“Gak apa-apa. kamu bisa balikinnya lain waktu.”

akupun memakai sapu tangan miliknya. memang tidak cukup untuk membersihkan seluruh tubuhku dari lendir hijau ini. namun cukup untuk membersihkan wajah dan rambut ku.

“Oh ya Kharin, kamu kenal siapa aja tim pacarnya Rachel?

“Aku cuma tau nama, tapi gak terlalu spesifik dalam informasi mengenai mereka. ada apa?”

“Cuma pengen tau aja. khususnya si Bima.” ucapku memberi alasan. bukan yang sebenarnya.

awalnya Kharin sedikit ragu untuk mengatakannya. mungkin ia berfikir kalau aku akan macam-macam. namun kupastikan padanya kalau aku tak bermaksud seperti itu, ia boleh tidak memberitahu informasi mengenai kontak milik Bima. akhirnya iapun menyetujuinya.

“Bima, aku lupa nama tengahnya, namun seperti yang sudah kau tau, dia berasal dari clan Draguila, yang notabennya adalah clan dari Black Knight. dan ia adalah seorang Knight.”

“Knight ya.” sontak aku teringat Roni yang seorang Knight juga.

“Dia beberapakali menjuarai pertandingan beladiri dan semacamnya saat di Planet Cora.” lanjut Kharin.

“Lalu yang lainnya?”

“Si rambut merah, aku tak tau nama lengkapnya, tapi dia dipanggil dengan sebutan Cloud, dengan nama tengah Horust, kupikir namanya adalah Cloud Horust Scarlettcrown dari clan bangsawan Scarlettcrown. untuk klas yang ia ambil, aku tak tau. sedikit ku tau informasi tentangnya.”

“Si rambut Oranye, dipanggil Candy, karena ia selalu memakan permen. nama aslinya Ottendorf Gaius Locgates, dari clan Locgates, clan dari penduduk Bisk.”

“Bisk? apa itu yang menyebabkan ia berbicara dengan aksen yang berbeda?” tanyaku memastikan.

“Ya, kau benar Axel, warga Bisk sedikit berbeda dalam bicara. Ottendorf atau Candy adalah seorang Ranger setahuku.”

“wah, terimakasih ya Rin, kau sangat membantuku.”

“Iya sama-sama, apa kau punya nomer kontak agar aku bisa menghubungimu?” tanya Kharin.

“Kontak? tentu saja, aku punya ponsel. ini nomer ku 0897-7335-659.”

“Ah, terimakasih, kapan-kapan kamu kuhubungi deh.”

“Hubungi? emang ada ap-“

“Dada…” ucapnya seraya pergi meninggalkanku.

.

.

“Aku pulang.” Seruku memasuki rumah, namun saat aku membuka pintu, ternyata pintu sudah tidak dikunci.

“Perasaan, gue dah yang megang kunci.” Ucapku, lalu aku bergegas masuk.

“Guru, apa anda ada di dalam?”

“Ah, Axel. Ya, aku ada di dalam.” Jawab Elrond Harvey.

“Axel? Kau? Pfftt… hahaha… kau pasti habis melawan Clod ya, haha…” ucap Elrond Harvey kali ini menertawaiku.

“Ya.. ya.. aku tau, kau pasti akan mengatakan padaku kalau Clod itu makhluk emosional dan bla bla bla…” timpalku segera mencari handuk lalu mandi.

“Ya, kau benar Axel. Aku jadi teringat saat dulu menjadi mentor Rasikh dan kawan-kawan…”

“Maksudmu guru?”

“Dia, Rasikh. Terlalu berlama-lama menghadapi Clod, dan bernasib sepertimu Xel, haha… nasib yang menular, haha…” jawabnya dengan tawa puas, persis seperti Kak Rasikh.

Akupun segera bergegas mandi tanpa mempedulikan tawanya.

.

.

“Ngomong-ngomong Gaya bertarunglu berubah sejak kita terakhir ketemu, jadi lebih ke offensive, berutal, gunain dua senjata pula. Dari Siapa lu mempelajarinya?”
-Roni Gee Siegdarker- Ch.1

CHAPTER 2 END.
Previous Chapter > Read Chapter 1:
https://www.pejuangnovus.com/hiddenline-chapter-1/
List of Hidden Line Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/hiddenline-chapter-list


Catatan Author:

JFI WIKI/Trivia :

Weapon :
– Beam Bead : Tongkat (28) = Physical Attack : 66-88 Force Attack : 360-540
– Beam Assemble Cross-Bow : Panah (28) = Physical Attack : 296-573

Character :
– Alco Holec Dragunov
Terinspirasi dari char RF indo asli, server Supernova. Dia adalah orang terkemuka waktu gue maen. Dia adalah orang yang pertama kali mencapai level 70. Pertamakali pula memegang senjata Tombak Patron lv 70.
Nama char aslinya : ALCOHOLIC. Tapi karena kalo bener-bener dimasukkan bulat-bulat artinya pemabok, maka gue modif sedikit menjadi Alco Holec, sedang Dragunov adalah Clan, yang notabennya terdiri dari job Templar, karena si ALCOHOLIC juga seorang templar.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *