PEJUANGNOVUS

JOURNEY FOR IDENTITY CHAPTER 10 – ARRIVING AT BLUE PLANET

Journey For Identity
Penulis: Bid’ah Slayer


“APA? ELU GAK TAU SIAPA GUE?” teriak pria itu seakan kami pernah saling kenal sebelumnya sambil menarik-narik kerah baju ku

“Enggak” jawabku singkat

“Gue temen lu, nama gue Ryan, Ryan Adani! Masa lu gak kenal?” ucapnya kali ini tak kalah yakin sambil menunjukkin dadanya pake telunjuk

Sejenak aku berfikir sambil memejamkan mataku…

“Hemm…”

Ryan… Ryan Adani… temen…

*Dziingg..

“Aghh.. rintihku perlahan akibat nyeri di kepala yang datang begitu saja ketika aku mencoba mengingat nama itu.

“Dzofi.. kau baik-baik saja?”

“A-aku.. aku harus istirahat sepertinya, kepala ku terasa sakit untuk saat ini” jawabku padanya sambil mencoba merebahkan kembali badan di atas kasur.

“Baiklah kalau begitu…” ia kini mengambil sesuatu dari atas meja dan menghampiriku kembali dengan segelas air putih dan tablet. “Ini, ambillah”

Aku kini mengambil tablet putih yang ia tawarkan padaku

“Paracetamol…” ucapku sambil memandangi benda yang seukuran ruas telunjuk

“Ehh?! Kau mengetahui nama obat itu?”

“Iya, kegunaannya selain antipiretik ia juga analgetik, meredakan demam dan rasa sakit, nama lainnya Acetaminophen..”

“Jadi kau pernah meminumnya… kau mengingatnya?” tanyanya kembali

“Iya, saat aku demam, di ruangan kesehatan… se-seperti ini… ughh”

Kembali rasa nyeri di kepala saat aku serasa dapat mengingat sesuatu

“Dzo!.. sudah jangan dipaksakan, sekarang kau cepat minum obatmu”

Akupun langsung meminum obat ku

*Hup, *gluk gluk gluk…

“Sepertinya kau mengalami amnesia, yah.. semoga gak terlalu parah” ucapnya

“Amnesia.. jadi aku mengalami lupa ingatan, pantas terasa sakit saat aku seperti sudah bisa membayangkan sesuatu, namun entah apa itu..” timpalku

“Namun aku tak tau kalau kau mengetahui nama dan khasiat obat, apakah itu karena benturan dikepalamu? haha”

“Hemm.. entah, seingatku aku seorang specialist dan gak ikut ekskul atau organisasi PMR atau tim medis, aku seakan mengetahuinya… begitu saja” jelasku

“Oh.. yaudah, kalo begitu kau istirahat dulu, aku akan memanggil dokter, mungkin yang lain akan datang menjenguk mu, jadi tetaplah waspada karena bisa saja mereka orang asing yang mengaku-aku sebagai kawanmu hehehe… bye”

*Sraakk…

Iapun kini pergi dari ruangan ini, meninggalkan ku sendirian.

Mengisi waktu, akupun melamun sambil memikirkan apa yang akan kulakukan selanjutnya bila amnesiaku tak kunjung sembuh…

Setibanya di Planet Novus, ya, gue masih inget tujuan gue dalam perjalanan ini, sesampainya gue di sana, mungkin gue harus tetap berhubungan dengan mereka yang mengaku sebagai kawan, walaupun gue gak mengenal mereka, namun masih ada Kak Ulfa yang gue kenal…

Melupakan masa lalu gak merubah masa depan kan?…

Sial!… Melupakan masa lalu jelas merubah makna masa depan… mungkin ada kenangan-kenangan dan ikatan yang mbuat gue kuat dengan mereka, namun kalo gue sampe gak sembuh… masa gue mesti memulai semua dari awal?!

Gue harus sembuh!

Ucapku dalam hati sambil mengepalkan tangan sekuat tenaga, namun…

*Sraakk…

Terdengar suara pintu terbuka,

“Hei Dzofi… kudengar kau sudah sembuh, jadi kami kemari menjenguk mu”

Ucap mereka yang datang keruangan ini, tiga orang wanita yang salah satunya adalah Kak Ulfa.

“…” aku tatap mereka tanpa mengucapkan sepatah katapun

“YA AMPUN! Ke-kenapa kepalamu Dzofi!?” Tanya Kak Ulfa heran, dua yang lainpun juga sama herannya, terlihat dari tatapan dan ekspresi mereka

“Ohh.. Kak Ulfa, ini.. umm.. kepalaku bocor hehehe” ucapku agak tersendat diawal takut ia khawatir

“Apa?! Kok bisa?” tanyanya seakan mengintrogasiku

“Ehh.. umm.. aku juga gak tau gimana pastinya, tapi sepertinya pas serangan awal yang mendadak, kami semua di ruangan pilot mengalami benturan yang cukup keras, dan aku mengalaminya di kepala” jelasku singkat

“Oh, guncangan awal itu, Kakak sama Sabila juga ngalamin dan kepala sedikit terbentur juga, tapi gak separah kamu, mumpung kamu sebelumnya bilangin kekita kalo akan terjadi sesuatu” sahutnya

“Eh! Itu baju siapa berdarah begitu” ucap wanita berambut putih disebelah Kak Ulfa

“Hehe.. itu bajuku” jawabku santai

“Hah! Sampe begitu, yaudah, sekarang kamu istirahat sana. Oh ya, si Ryan mana? Bukannya dia harusnya jagain kamu?”

“Laki-laki berkacamata.. umm maksudku Ryan Adani lagi manggil dokter Kak”

Setelah aku menjawab pertanyaan Kak Ulfa aku terdiam, aku melihat ke belakang Kak Ulfa, di sana ada wanita berambut hijau tua yang terus memandangiku, dengan tatapan tajam, kamipun sempat kontak mata dan aku langsung mengalihkan pandanganku kearah lain.

Sejak kami kontak mata, ia kemudian berdiri dari tempat ia duduk, lalu berjalan menghampiriku.

Tap tap tap…

Ia sekarang tepat berada disebelah ranjang ku, dengan mukanya yang berekspresi ramah disertai senyuman, ia bicara padaku,

“Hai, gimana keadanmu sekarang?”

“Aku dah agak mendingan kok” jawabku padanya

“Oh begitu ya, bagus deh” ucapnya sambil mengelus kepalaku

Setelah ia melakukan itu, tatapan matanya langsung berubah 180°, lalu ia mendekatkan wajahnya kearah kepalaku, dan membisikan kata

Ada yang aneh denganmu

Apa?! Apa-apaan wanita ini.. aneh, seakan mengetahui… segalanya..

Setelah ia berbisik, ia kembali bicara

“Tebak, namaku siapa? Hihi..” ucapnya dengan senyuman yang kurasa emm.. palsu.

Mendengar pertanyaan itu, sontak Kak Ulfa menimpalinya

“Istifa! Apa maksud pertanyaan mu, kau pikir adikku…”

“Ya, dia Amnesia” ucapnya langsung memotong pertanyaan Kak Ulfa.

“Apa maksud mu? Kau pasti bercanda” sangkalnya

“Apa kau meragukanku? Ulfa”

Suasana dalam sesaat menjadi hening…

“Tidak.. aku tidak meragukanmu, tapi.. tapi dia mengingat nama ku” jawab Kak Ulfa masih berusaha mengelak, khususnya meyakinkan dirinya sendiri. Ku rasa ia mulai khawatir bila sesuatu terjadi dengan diriku.

“Kalau kau tidak percaya, kau bisa tanyakan langsung padanya” ucapnya dengan nada enteng.

“Umm.. Dzofi, benarkah sesuatu terjadi padamu, sampai.. sampai kau kehilangan ingatan…” Tanya Kak Ulfa cemas.

“Hehe.. iya kak, aku lupa nama semua orang kecuali beberapa orang aja, bahkan tadi pas Kakak nyebutin nama orang seperti Istifa, Sabila, aku masih gak kenal siapa mereka” jawabku enteng agar tak membuatnya lebih khawatir.

Namun tiba-tiba saja, wanita berambut putih yang ikut datang kemari bersama Kak Ulfa berjalan kepintu keluar dan izin pamit setelah ia mendengar jawabanku.

Perasaanku mulai berasa ada yang ganjel

“Apa aku mengucapkan kata yang salah?” tanyaku pada dua orang yang tersisa

Lalu wanita berambut hijau yang disebut Istifa menjawab “Mengucapkan yang salah? Kamu bukan sekedar mengucapkan yang salah, melainkan dengan mimik wajahmu yang tersenyum seakan tanpa salah, kau mengatakan tak mengingat seseorang yang telah khawatir padamu”

*Glek

Aku terdiam sesaat, memikirkan apa yang baru saja telah ku perbuat, aku melukai perasaan wanita…

“Dia itu Sabila, yang kau sebut namanya kalau kau melupakannya. Tunggu apa lagi? Cepat susul dia” timpal Istifa menyuruhku.

“Emm.. tapi..”

“Cepat!”

Tap tap tap…

*Srakk..

Kini aku sudah berada di luar ruangan, sekarang tugas ku tinggallah menemukan wanita berambut putih tersebut…

*Di ruang kesehatan*

“Adikmu payah, gak tau gimana harus bersikap menjadi laki-laki” ucap Istifa.

“…”

*Koridor*

Duh… mesti cari kemana? Jalan aja deh, barang kali ketemu…

Aku kini berjalan menyusuri koridor dengan kebingungan masih menempel di benakku, jalan yang ku lalui terlihat tidak begitu ramai, hanya dilalui satu dua orang.

Akupun terus berjalan sampai aku melihat di depanku ada sosok yang ku cari, wanita berambut putih pendek seleher berjalan dengan terburu-buru, akupun segera menambahkan kecepatan ku, dari berjalan jadi berlari sambil menyebut namanya,

“Oii.. Tunggu… Sab, tunggu aku Sabrina…”

Nampaknya ia tetap jalan terburu-buru, tak menggubris seruanku

“Sabrin… ehh, Sabila… tunggu dulu”

Siall, salah nyebut nama!

Grep..

Aku kini dapat meraih tangannya dan seketika itu pula ia berhenti,

“…”

“…”

Kami saling berdiam diri walau tanganku sudah menggenggam tangannya, sepertinya ia tak punya kata untuk diucapkan, begitu pula aku, hanya saja aku tak tau harus berkata apa.

Beberapa momen terlewatkan, kami yang tidak saling memandang ini sepertinya menjadi perhatian orang-orang yang kebetulan lewat, akupun memberanikan diri untuk mengucapkan kata yang harus ku katakan dengan posisi menundukkan kepala,

“Umm… a-aku, aku gak tau harus mulai dari mana, tapi aku ngaku salah udah ngomong yang gak seharusnya, eng… ya aku juga nyangkal kalo aku sebenernya gak salah 100% karena bukan murni kesalahanku tapi karena penyakit yang lagi aku derita juga… udah… pokoknya aku salah, harusnya aku mikir sebelum berucap. Jadi aku harap kamu maafin aku…”

Mendadak suasana yang nyelimutin kami berdua sunyi tanpa suara, hening…

Namun tanpa lepas dari kesadaran, disekeliling kami sudah ada beberapa orang yang nontonin permintaan maafku ke Sabila, dan jumlahnya belasan orang mungkin.

“Oohh~” itulah suara yang serentak mereka ucapkan setelah aku mengakhiri kalimatku

“…”

Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, jangan-jangan dia malu diliatin banyak orang begini jadinya, ya jelas… akupun sama malunya,

“Sab…? Sabila…”

Ku sebut namanya agar ia menjawab seruanku

Namun…

Iapun akhirnya menoleh dan berkata

“Gue bukan Sabila!…”

Segera ia menarik tangannya dari genggamanku dan lekas pergi dengan terburu-buru.

Gue bukan Sabila…

Bukan Sabila…

Sabila…

Sabila..

Kini tubuh dan mental ku hanya bisa membatu sambil pikiran ku penuh dengan kata-katanya yang cukup membuatku kehilangan muka di depan orang banyak.

Kini terdengar jelas suara-suara tawaan mulai merasup dalam rongga telinga ku, baik yang lepas, bernada sampai yang ditahan,

Habis udah muka gue… mau taroh dimana.. dimana.. dimana…

a-apa.. apa yang mesti gue perbuat sekarang? Tetep ngebatu kaya gini ato lari?

cepet! Harus segera pergi dari sini! Lari? gak! Itu makin buruk, jalan aja… santai…

akupun segera menggerakan kaki kanan ku untuk melangkah…

uengghh…

entah mengapa, sepertinya untuk langkah pertama begitu berat, ditambah lagi suara mereka layaknya pedang terhunus yang mencoba menembus dadaku, nyesek…

tap…

tap… tap…

tap.. tap.. tap…

hah… hah.. hah..

keringat terasa dingin membasahi pelipis ku yang masih berbalut perban, akupun segera mempercepat ritme jalanku menuju kamar semula. Bagaimana dengan tujuanku semula untuk meminta maaf pada Sabila? Sepertinya gak usah, karena gue dah kena karmanya… itungannya impas…

sepanjang terus melangkah, sepanjang itulah kejadian bodoh terus terekam dan seakan ter-replay dalam pikiran ku, menunjukkan tiap detail kejadian yang memuakkan, ingin rasanya melupakan kejadian itu, terlebih ianggan suara mereka yang menyaksikan membuat telingaku penuh akan suara mereka…

Amnesia… amnesia… buat gue amnesia sekarang! Kenapa sekarang gue gak amnesia aja! Demm!

.

.

Setelah berjalan beberapa menit, aku kini sampai di depan kamar, lalu ku buka pintu

*Srakk…

“Bagus, dari mana aja kamu?”

“Ehh?… Dari luar Dok, nyari angin” jawabku padanya yang memakai jas putih

“Kamu harusnya istirahat yang cukup, bukan malah keluyuran” serunya menasihatiku

“Iya Dok…”

Kini ia mempersilahkan aku duduk di ranjang ku semula, lalu ia menghampiri tasnya seraya mengambil sesuatu.

Ku perhatikan ruangan ini, sepertinya menjadi sedikit lebih ramai, selain bertambah pria berkacamata yang tadi… maksudku Ryan, sekarang ada lagi lelaki berambut coklat yang aku tak kenal siapa dia.

“Jadi apa keluhanmu Tuan Hardji?” Tanya sang Dokter sambil tetap berupaya mempersiapkan sesuatu dari mejanya

“Kepala ku terasa agak pusing Dok, terutama untuk mengingat… mengingat nama teman-teman ku…”

“Nyeri?”

“Iya”

“Dah minum obat?”

“Paracetamol satu tablet”

“Nigell-“

“Nigellae Sativa… belum Dok” ucapku memotong perkataannya

“Hemm?… yaudah, kamu minum sekarang, dua kapsul” ucapnya seraya memberikan obat yang dimaksud

Setelah aku meminumnya, kini ia memintaku untuk berbaring di ranjang dengan rileks sambil mengucapkan beberapa pertanyaan

“Apa kamu merasa sulit untuk mengingat sesuatu selain nama temanmu?”

“Sepertinya iya Dok, hal yang terakhir yang kuingat adalah serangan awal yang datang secara tiba-tiba, lebih dari itu sulit”

“Ya… sepertinya kau mengalami amnesia namun tak terlalu parah, tidak sampai lupa cara berdiri, hahaha…” ujarnya sedikit bergurau. “Akibat serangan mendadak itu, beberapa penumpang pesawat angkasa ini juga mengalami hal yang serupa, termasuk aku dan dua awak ku”

“A-anda juga mengalaminya?” tanyaku terkejut

“Ya, aku juga terbentur di kepala, sepertinya aku melupakan sesuatu, namun aku tak bisa ingat apa itu, namanya juga amnesia. Selain itu, saat pemeriksaan awal kesehatan pada seluruh penumpang termasuk awak, Sepupumu ; Ulfa, Sabila dan tiga orang lainnya dari Ranger Corp. juga mengalami tanda-tanda yang sama, kehilang ingatan ringan, namun sepertinya tidak terlalu berarti mengingat mereka tak melupakan hal penting ataupun tujuan ia berangkat ke Planet Novus”

Mendengar penjelasan sang Dokter, aku sedikit kaget kalau ternyata bukan hanya aku saja yang mengalaminya, namun juga Kak Ulfa dan Sabila bahkan ia sendiri juga mengalaminya.

“Sudah kuduga” ucap Istifa

“Apa maksudmu kau sudah menduganya Is?” Tanya Kak Ulfa

“Saat aku menyentuh tubuhmu dan Sabila, aku merasakan seperti ada yang kurang dari dirimu, namun aku tak tau apa itu. Nampaknya itu ingatanmu” jelas Istifa pada Kak Ulfa.

“Baiklah, sepertinya khusus untuk mu kau akan menjalani terapi, namun sebelum itu…” ucap sang Dokter,

Kini Iapun memintaku berbalik arah, menjadi tengkurap…

“Khu khu khu… sekarang waktunya bagian terfavorit, waktunya injeksi~”

“I-injeksi… berarti su-suntik dong …”

Injeksi… suntik… sebelah kanan… ditepak… Kakek Zappeto… Dokter… Pilot… Kapten… cekrek… flash… koper… lift barang… 0922… mandi… sampo… Adan… bintang… gulat… silat… usaha… cincin… Kak Gaza… koridor… Novia… Novi Nin Tysiks… rusak… waktu… angka… roti buaya… susu beruang… mimpi… colekkan… WhispApps… Kak Istifa… korek… api… Kak Rolf… pengorbanan… sahabat… tangisan… Kak Ryu… Yayan Ryu Hyan… ledakan… serangan…

Tiba-tiba saja di dalam kepalaku serasa sedang dimainkan sebuah scane-scane film dari kejadian-kejadian yang pernah aku alami, aku serasa teringat semua kejadian, nama teman-teman ku juga dapat kuingat, terjadi begitu cepat, potongan demi potongan…

“Here we go…” ucap Dokter sambil menggerakkan tangannya dengan jarinya yang sedang mengApit suntikan.

Dengan cepat dan sangat berharap aku tidak terlambat, aku mengatakan padanya

“Tunggu! A-aku ingat semuanya! Aku sudah ingat!” ucapku sambil menahan tangannya

“Sudah jangan berbohong… ini demi kebaikanmu Tuan Hardji”

“Sumpah! Aku berani bertaruh, aku sudah mengingat nama kalian semua, anda Kakek Zappeto, Dokter sekaligus Kapten pesawat angkasa ini, NOV-96. Kau, Adan Bravehert, temanku sejak akadami pertama bersama Ryan Adani. Sabila, gadis berambut putih bermata biru, nama lengkapnya Sabila Rosseblood. Kau, Kak Istifa Aul-… Aulshade, Sniper, teman Kak Ulfa…” jelasku dengan cepat pada mereka semua yang berada di ruangan ini, akupun sampai terengah-engah…

Nampaknya mereka semua terkejut, tak percaya dengan apa yang ku ucapkan, namun sang Dokter berbicara

“Hemm… kemajuan yang pesat, bagus bagus, namun aku masih ragu, bisa saja kau merekayasa semua itu, kau simpan sebagian ingatanmu, lalu kau ucapkan pada saat seperti ini” bantahnya mencoba menyangkal semua bukti-bukti otenti yang telah ku berikan

“Ee… ta-tapi… bagaimana semua itu terjadi?! Aku saja tidak tau kalo bakal disuntik Dok!” bantahku balik

“Cuma satu agar mengetahui kebenarannya, Istifa, lakukan tugasmu”

Kini Kak Istifa berjalan mendekat kearahku, lalu memegang tangan ku

Dheg!…

Perasaanku menyatakan sesuatu hal yang buruk terjadi…

Ia berpaling ke arah Dokter, lalu mengatakan

“Masih ada yang kurang Dok… ia belum sepenuhnya pulih”

“Nah… lihat kan?” ucap Kakek Zappeto bahagia

“EHH?! Huft…”

Akupun mencoba menenangkan pikiran ku, lalu melanjutkan

“Ba-baiklah, suntik aku demi kesehatan, tapi aku punya satu permintaan”

“Apa itu?”

“Mereka yang gak bersangkutan keluar!”

“Baiklah. Kalian, keluarlah, cukup lihat dari jendela” ucapnya

“Ehh! Sa-sama aja dong, diliat-liat juga, aghh… GAK ADILL!”

Ia kini menggerakan tangannya dan segera menyuntikkannya kebagian belakangku

“Bwahaha… you can’t run from heaven may son… you can’t run… “

*Cesss… *Nyuutt…

AGGHHHH!…

.

.

“[Perhatian-perhatian. Kita akan sampai di Planet Novus dalam waktu tiga jam lagi, segera persiapkan diri dan semua perlengkapan anda, jangan sampai ada yang ketinggalan, pemberitahuan lebih lanjut akan datang saat kita sudah memasuki atmosphere Novus. Sekian]”

Mendengar suara pemberitahuan dari speaker, akupun membuka kedua mataku, ku bangun dari tidur setelah ‘prosedur’ kesehatan yang ku lalui. Dengan kepala masih berbalut perban namun keadanku sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, aku kini berjalan kembali ke kamar ku.

.

Sepanjang perjalanan, nampak para penumpang kembali ke kamar mereka untuk mempersiapkan perlengkapan, segera, aku mempercepat langkah kaki ku…

Sesampainya di depan kamar, aku ketok pintu dan melangkah masuk,

Tok.. tok.. tok..

“Aku masuk”

Nampak, saat aku masuk, Adan dan Ryan tidak menjawab salam ku, mereka tetap fokus pada apa yang mereka sedang lakukan. Adan, dia kerepotan nyusun tas dan barang bawaannya. Ryan, dia tetep asik mbaca buku, kayanya dia udah nyiapin barang-barangnya dari jauh sebelum pemberitahuan. Dan kayanya aku bakal ngalamin repot yang Adan alamin.

Grusak Grusuk… Grusak Grusuk…

Setelah aku merapihkan semua pakaian dan tas yang ku bawa, aku kini kekamar mandi,

“Lho? OII! Kok sabun sama samponya tinggal satu?! Pada kemanain nih?” teriakku dari dalam kamar mandi

“Hahaha… lu mau ngapain? Mau lu bawa ya?” sahut Ryan, lalu Adan menimpali

“Emang boleh?”

“Emang ada larangannya?” jawabku dan Ryan serentak

Langsung saja Adan menjawab “Njiir… kompak bener lu pada, jadi niat lu berdua mau nilep?”

“Gue sih udah, dua sabun sama sampo satu” timpal Ryan

“Yaudah yang ada di sini gue klaim ya?” ujarku

“Huh.. dasar pengeretan, sampo ama sabun aja dicibet” ejek Adan

“Bilang aja lu gak dapet, jadi lu ngomong begitu, perkataan lu sekedar menghibur diri dari benak yang terluka hahaha” balas Ryan menyindir

“Kalo perlengkapan mandi kaya gitu mah kecil, ngapain direpotin” elak Adan mencoba membela diri

“Asal lu tau Dan, sampenya di sana itu, suplay duit lu ya kalo gak nyelesain misi, lu lawan monster yang ada di sana, lu pretelin organ-organ mereka, terus lu jual ke penadah. Masalahnya, gak tiap lu selesai misi langsung dapet misi selanjutnya, dan kadang ada misi yang beranak, lu gak dapet upeti sampe misi akhir lu selesai.

kalo lu mau hunting, monster yang gampangan itu murah, mau yang dapet duitnya banyak ya dari momon yang ganas, kuat? Yang ada lu mati sama tuh momon hahaha…

jadi emang kudu idup hemat-hemat, kaya anak kos gitu, asal tiap hari jangan sampe makan mie terus” jelasku padanya

“Agree!” timpal Ryan

Setelah percakapan kecil dan ‘memanfaatkan sumber daya’ selesai ku lakukan, kami bertiga rehat sejenak, memandangi lukisan angkasa dari kamar kami, tidak berasa, pendidikan formal yang kami pelajari di Planet Nilben berhasil mengantarkan kami ke Planet Novus, dan sekarang, Planet biru itu sudah tepat di depan mata kami.

“Sesampai… sesampainya di sana, apa yang akan kalian lakukan? Apa yang ingin kalian capai di sana?” Tanya Ryan pada kami berdua. Beberapa detik berlalu, Adan-pun menjawab

“Gue bakal jadi orang yang berguna, layaknya abang-abang gue, dan gue akan pulang dengan membawa kebanggaan”

“Kalo gue akan berguna dengan menjadi seorang penemu, dan hasil temuan gue akan gue hak patenkan, sehingga dari hasil itu, gue bisa pulang dengan mbuat orangtua gue bahagia, khususnya nyokap gue yang udah berada ‘di sana’ ” seru Ryan dengan sedikit genangan air di balik kacamatanya, menyadari aku melihatnya, iapun segera menyeka kedua matanya dan berkata “Gue kelilipan! Kalo lu?”

Sejenak, Akupun memandang dalam atmosphere Novus lalu berkata “Gue akan menjadi seseorang, seseorang bukan sekedar prajurit, tapi ksatria, yang kuat, gak cuma dengan mengandalkan kekuatan fisik, tapi juga pikiran. Layaknya pendahulu-pendahulu gue, Kakek dan orangtua gue…”

Sejenak, aku berhenti lalu kuambil sedikit momen untuk mengambil nafas yang dalam, dan melanjutkan…

“… Gue merasa terpanggil, gue merasa… kehidupan gue seharusnya ada di sana… jadi…”

“?”

“Jadi.. mungkin gue gak akan pulang ke Nilben…”

Mendengar jawabanku, Adan dan Ryan terhenyak

“A-apa maksud lu?” Tanya Adan

“Di Nilben, dah gak ada siapa-siapa lagi di sana yang nunggu kepulangan gue, kedua orangtua guepun hilang dalam misi di sana, mungkin tewas, yang tersisa, Kak Ulfa, ia juga sama kaya gue, kehilangan orangtua. Mungkin, gue akan menghabiskan seumur hidup gue di Novus”

“…”

.

.

-:2 jam 29 menit kemudian:-

“[Kita akan memasuki atmosphere Novus dalam beberapa detik lagi, penumpang diharapkan memasang sabuk pengaman yang sudah tersedia

Cklek!

Cklek!

Ceklek!
selang beberapa saat setelah kami memakai sabuk pengaman, getaran langsung terasa mengguncang tubuh kami diikuti speaker yang mengeluarkan suara nortifikasi

“[Kita sudah menembus lapisan terluar atmosphere, jangan panik, ini adalah guncangan biasa, saya harap kalian menyediakan kantong plastic sebelumnya hahaha…]”

“Uhueg…”

Akibat goncangan ini, nampak Ryan agak mual, iapun segera menutup mulutnya…

“Ebused… Dan, cepet cari kantong!” seruku

“Ehh.. kantong.. kantong… gak ada…” balas Adan

“Uh.. uhuem…”

“Cari akal Fi! Cepetan, keburu keluar itu”

“Ahh..”

“Uhuekk!….”

“AAAAAaaa… jangan deket-deket gua… jangan deket-deket!”

.

.

Kurang lebih sepuluh menit berlalu dan guncangan kini sudah tidak berasa lagi, insiden Ryan-pun sebisa mungkin kami tangani. Kini suasana ‘menegangkan’ terhapuskan setelah kami mampu melihat pemandangan hijau terbentang sejauh mata memandang, permukaan Novus.

Tok tok tok…

Suara ketukan pintu sontak membuyarkan kekaguman kami, akupun menghampiri pintu dan membukanya,

“Pemeriksaan kamar” ujar pria yang mengetuk pintu setelah aku membuka pintu

“Ehh?! Silahkan… silahkan masuk.. anggep aja rumah sendiri..” ucapku kaget dan sedikit grogi, aku gak menyangka bakal bener-bener terjadi pemeriksaan ruangan.

“Hemm…” iapun tanpa segan segera melangkahkan kakinya masuk tanpa mempedulikan perkataanku, matanya yang tajam seakan menyusuri tiap senti ruangan ini.

Kini ia memasuki kamar mandi, sesaat memang tidak terjadi apa-apa, sampai…

“Bagus, kamar mandi tetap bersih, peralatan juga tidak ada yang rusak” ucapnya

“Memangnya bila ada yang rusak, apa yang terjadi paman?” tanyaku

“Ya kalian ganti”

“Kan kami kadet baru, kami belum punya dalant yang cukup”

“Kalo begitu kalian kena pidana”

“Pen-penjara?!” sahutku kaget

“Pidana gak mesti penjara, kalian akan dapat tugas kerja bakti tiap bebas bertugas selama beberapa periode, tergantung barang yang kalian rusakkan” jelasnya

“Oh begitu”

Sejenak, ia berhenti dan mengurungkan niatnya keluar dari kamar mandi, ia nampak memperhatikan sekitar dan berkata…

“Pada kemana sabunnya?”

DHEG!

Mampus gue… abis dah, suruh ganti… dapet sanksi… di cap criminal, kena pasal 278 tentang pencurian… tamat dah tamat… tamat…

Ditengah kepanikanku tak tau mesti menjawab apa, Adan berkata

“Kami kan laki-laki om, bertiga lagi… jadi wajar dong sabun cepet abis” ucapnya enteng.

Sejenak, ia kembali berdiam untuk beberapa detik, namun entah mengapa, selama penantian singkat itu, seakan aku sedang disidang untuk memutuskan nasibku selanjutnya, bebas atau tersangka.

Bibirnya bergerak perlahan, terbuka… dan mengeluarkan suara…

Dheg deg!.. Dheg deg!.. Dheg deg!…

“Dasar begundal! Jangan seing-sering, nanti punya lu lemes pas saat-saat dibutuhkan baru tau rasa”

Hufft.. Akhirnya gak ada vonis hukuman, dia gak curiga… but wait! Lemes? Sabun dan jangan sering-sering? Dia kira kita ngelakuin ‘itu’ apa?!

Kamvret Adan! Gak bisa nyari alesan yang gak nimbulin prasangka kedepannya…

Sekarang, ia melangkahkan kaki keluar dari kamar mandi dan bergerak menghampiri tempat tidur… sela-sela kasur, lemari, sampe kolong ia periksa.

“Bagus, kamar kalian bersih”

Kini ia memalingkan perhatiannya kearah Ryan

“Hemm.. kenapa dia?” tanyanya sambil tangan mengusap-usap dagunya

“Eh.. dia baik-baik aja kok” jawab Adan

“Dia pucet… lemes, jangan-jangan dia mabuk ya, dia muntah?” sengkanya dengan nada yang tegas

“Enggak.. enggak kok, dia cuma lagi tidur doang, nanti kami bangunin kalo dah mendarat” timpalku

“Terus itu, bantal kenapa ada di bawah?”

“Ohh.. iya emang tuh Ryan, kalo tidur kadang gak bisa anteng, bantal sama sprei jadi berantakan ckckck… Tenang, nanti kita suruh dia beresin paman” jawabku ber-‘improvisasi’

“Hemm..” kini matanya menyipit, memandang kearah kami dengan tangan mengusap-usap kembali dagunya.

Perlahan namun pasti, untuk beberapa detik, ia mengatur besar lubang hidungnya beberapa kali, tanda mengendus sesuatu

*sniff *sniff

“…” kami berdua tak bisa berkata apa-apa, hanya terus tersenyum lebar menunjukkan gigi-gigi kami, namun tiba-tiba ia…

Plok.. plok.. plok..

Bertepuk tangan dan berkata

“Perfect… kamarmu bersih, dan wangi… apa yang telah kalian lakukan? Menuangkan tiap pojok ruangan dengan parfum mewah? Hahaha…”

Sontak, dengan senyuman yang masih terbentuk di wajahnya, Adan berbisik padaku

Kau… karena kau, parfum mahal ku hanya berakhir dipujian seorang pemeriksa kamaarr…” bisiknya sedikit geram, akupun menjawab dengan berbisik pula

Ini demi keselamatan kita…”

“Baiklah, tugas ku di sini selesai, terimakasih atas kerjasamanya. Jangan sampai ada yang ketinggalan, termasuk temanmu itu” ucap pemeriksa kamar

“Baik!” ucap kami bersamaan dengan hormat, iapun keluar dari kamar.

*Sraakk

“Huft! Mumpung gak ketauan” ujarku lega

“Pokoknya lu utang budi sama gue, kalo ketauan nyibet sabun, bisa dimassa (keroyok) lu” timpal Adan

“Utang budi? Yang bener aja? Alesanlu bikin imej kita jatuh, hina. Lain kali yang beneran dikit kalo lu ngomong coeg!” balasku

“Ya udah, sekarang lu beresin tuh akibat ‘kelakuan’ Ryan” ucapnya padaku, akupun membalasnya

“Gue? Kenapa mesti gue?” sahutku tak terima

“Lu yang usulin, berarti lu yang ngelakuin” balasnya memberi alasan

“Oke, gue dah usulin, gue dah ngelakuin, dan sekarang giliran lu bagian mberesin”

Skak mat, ia tak bisa membalas atau mengelak, lalu kulanjutkan “Hati-hati, jangan sampe bececeran, cuci sarung bantalnya, bantalnya cukup lap aja, terus jemur dikamar mandi”

Yap, pada saat goncangan terjadi, agar gak bececeran di lantai, aku terpaksa menggunakan sarung bantal sebagai pengganti kantong plastic. Untungnya muslihat ini berhasil hehehe… pemeriksa kamar yang aku perkirakan ternyata benar datang, dan ia tak mengetahuinya.

.

Melihat keluar, tanah Novus untuk kami berpijak semakin dekat, kubangunkan Ryan dari tidurnya, ku katakan apa yang telah menanti kita sudah dekat, dan kini… senyuman mulai merekah ditiap wajah kami, wajah semua…

“[Baik, Tujuan kita sudah menanti, silahkan dari kalian bersiap-siap, bawa barang-barang kalian]”

Tak beberapa lama, terdengar suara mesin pesawat ini memelan, terasa guncangan sesaat, dan mesin berhenti. Ya, kami sudah sampai…

“[Silahkan tersenyum, bahagia dan turun dengan teratur, selamat datang di Planet Novus]”

Kami bertigapun keluar dari kamar, kami saksikan di koridor, banyak dari para penumpang berbondong-bondong berjalan ke pintu keluar dengan membawa barang bawaan mereka. Saat aku hendak melangkah ingin mengikuti mereka, Ryan menahan bahuku

“Ngapain nenteng-nenteng barang? Inget, lift barang” ucapnya sambil menunjuk arah berlawan dari arah yang mereka tuju.

.

Sebelum aku keluar dari pesawat, aku tiba-tiba teringat sesuatu, akupun menghentikan langkahku

“Dzo, Ayo, kok malah berenti?”

“Ehh.. gue masih ada keperluan, kalian duluan aja, nanti gue nyusul”

“Okelah, jangan lama-lama ya” ucap Ryan, dan merekapun pergi.

Aku segera berlari menuju lantai dua, berlari menyusuri koridor, lalu aku berhenti di perempatan koridor,

Di sini, di sini tempatnya…

Di tempat sepi ini, aku berusaha melunasi hutang ku, menepati janji

“Nov.. Novia.. ada sesuatu yang ingin aku sampaikan…” ucapku sendiri. Jelas tidak ada balasan atau sahutan, namun di sini pertama kali aku melihatnya, aku seperti merasakan keberadaan sosok, akupun melanjutkan

“Aku sebelumnya sudah berjanji dengan seseorang, bila aku bertemu lagi dengan mu, aku akan menyampaikan pesan darinya untuk mu.”

“Dia, seorang laki-laki yang bahagia saat melihatmu, bersamamu, membantumu, 17 tahun yang lalu. kini ia menyesal, sepanjang waktu yang ia lalui setelah kepergianmu, waktu yang ia hadapi tanpa dirimu, ia menyesal karena tak mengungkapkannya, ia menyesal tak mengatakan yang sebenarnya, ia terlalu lambat untuk menyadari apa yang ia rasakan sebelumnya yang masih berkesan hingga detik ini”

Perlahan, dihadapanku tampak sesuatu layaknya kabut pagi hari, kabut itu lama kelamaan berbentuk sosok manusia, seorang anak perempuan, yang pernah kujumpai sebelumnya, dia adalah Novia…

“…” ia tak mengatakan apapun, akupun kembali menyampaikan pesan

“… Lelaki yang berasa sangat kehilangan itu ingin mengatakan…”

“Novia?… Noviaa!” seru seseorang dari belakangku, saat aku melihatnya, ternyata ia adalah Kak Rolf, ia berlari kearah kami

“Novia.. kau..” ucap Kak Rolf menggenggam tangannya lalu dilanjutkan dengan memeluknya

“Siapa.. kau..?” ucap Novia heran dalam pelukan Kak Rolf

“Novia.. aku Rolf, kau ingat?…”

“R-Rolf… Rolf.. Rolf..” ucapnya dengan mimic datar, namun kelamaan ia menyebut namanya dengan senyuman dan mata yang berkaca-kaca.

Kini Novia membalas pelukan yang diberikan Kak Rolf, mereka saling berpelukan, melepas rindu, menyampaikan rasa yang selama ini terpendam. Nampak dari sepasang mata mereka menitiskan air mata. Kebahagiaan dan haru ini membuatku yang menyaksikan tak kuasa untuk menahan mataku yang juga sudah membendung air mata…

“Novia..”

“Rolff…”

Ucap mereka saling menyebut satu sama lain dalam pelukan yang semakin dalam…

Kak Rolf-pun menyudahi pelukannya, kini ia memegang kedua pundak Novia, lalu berkata

“Novia.. ada yang ingin kusampaikan, aku harusnya menyampaikan ini sejak dulu..”

“Rolf…”

“Novia… aku mencintaimu…”

Setelah Rolf menyampaikan apa yang selama ini ia pendam pada Novia, kabut yang sama saat ku lihat sebelumnya kini mulai bergerak mengelilingi Novia, lama kelamaan menyelimutinya.

Kak Rolf-pun mundur satu langkah saat itu terjadi, terpampang jelas kebingungan di muka kami berdua, apakah yang akan terjadi?

Setelah kabut itu menyelimuti semua bagian tubuh Novia, kabut itu perlahan memudar. Kini muncul sosok baru… seorang wanita…

Wanita itu berambut hitam panjang, dewasa dan cantik.

Ia perlahan melangkah menghampiri Kak Rolf, berhadapan, lalu memeluknya dengan erat, Kak Rolf-pun membalas pelukannya.

picasaweb dot google dot com / 101028408247362578399 / RfOnline? noredirect = 1 # 6131801982780473778

“Rolff… aku senang… akhirnya aku bisa mendengarnya… darimu… dan sekarang… aku sudah bisa bebas…”

“Novia! A-apa yang kau bicarakan, tetaplah di sini, bersamaku”

“Aku ingin Rolf, aku ingin… tapi… kita sudah berbeda… sekarang sudah waktunya aku kembali… sudah tidak ada alasan aku untuk menetap disini lebih lama” ucapnya kembali dengan air mata membasahi pipinya

“Novia…”

“Rolf…” kini ia menyudahi pelukkannya, lalu ia gerakkan tangannya menyentuh pipi Rolf “Aku… juga mencintaimu”

Ia gerakkan tangannya, menuntun agar wajah Kak Rolf mendekat dengan wajahnya, merekapun berciuman…

Dengan mata terpejam, mereka seakan saling merasakan tiap detik yang mereka lalui, sebagai pengungkapan apa yang selama ini terpendam…

Yang tidak bisa diuraikan dengan kata-kata…

Perjumpaan…

Perpisahan…

“Rolf… aku sudah harus pergi… waktu ku sudah habis…”

“Novia…”

“Aku akan senantiasa menunggu mu… Rolf” ucapnya

Kini ia berjalan ke sebrang lorong, perlahan memudar…

Ia, palingkan wajahnya kembali ke kami, dan berkata

“Lanjutkanlah hidup kalian dengan sebaik-baiknya, jangan berputus asa… Dzofi, aku sangat berterimakasih padamu…” ucapnya sambil tersenyum, sebelum sosok dewasanya memudar, kembali menjadi anak sembilan tahun.

Dia kembali berjalan menuju sebrang, di ujung sana, koridor yang semestinya gelap seakan terpenuhi oleh cahaya putih, tampak di sana tiga sosok manusia sudah menunggu, sepasang orang tua dan anak lelaki.

Sang ayah, menjulurkan tangan padanya, sedang anak lelaki, ia melambaikan tangannya, kearah kami…

Setelah ia sampai, keluarga itu saling bergandengan dan berjalan menyusuri kearah cahaya…

Dan menghilang…

.

“Kak Rolf…”

“…”

“Kak-“

“Aku tau, sebaiknya kau cepat turun dari pesawat, para kadet akan mendapat sambutan dari Archon dan Pemimpi Bangsa”

“Tapi bagaimana denganmu?”

“Tenang saja, nanti aku akan menyusul. Tak perlu khawatir, aku tak akan bunuh diri kok, sesuai pesan terakhirnya, aku akan tetap melanjutkan hidup sebaik-baiknya, sebaiknya kau juga demikian”

“Tentu Kak, ya sudah, aku permisi dulu” ucapku sambil berpaling darinya.

Namun ditengah aku melangkah, ia bicara

“Dzofi… terimakasih…”

“Iya”

Tap.. tap.. tap…

.

Tap…

Langkah kaki pertamaku, menginjak tanah Novus

Huuuhh… haahh..

Udara segar kini mengisi paru-paru, nampak pemandangan baru beserta pepepohonan rimbun menyambut benakku yang sudah haus akan petualangan, menjalani hidup. Tentu hari-hari kedepan tidaklah mudah, tak akan sama apa yang kupelajari di buku dengan yang akan kuhadapi, namun itulah hal yang ku tunggu…

“Ya, setelah kita dengar sambutan dari Pemimpin Bangsa, sekarang mari kita dengarkan sambutan dari Archon kita, Tuan Franco, silahkan…” seru seorang pria di atas podium.

Waduh, gue telat, baru nyampe di Novus dah begini aja

Akupun langsung masuk pada barisan specialist.

Setelah nama sang Archon disebut, datang seunit MAU besar berwarna kuning kearah podium, dari ukuran dan bentuk fisik, sepertinya itu adalah tipe goliath.

Suara kagum jelas terdengar saat kami melihatnya,

*Cesss…

kokpitpun terbuka dan keluar sang pilot MAU tersebut. Orang tersebut mengenakan stel pakaian yang rapih, tuxedo hitam dihiasi lambang pangkat yang tinggi dan lambang federasi di bagian kantong dadanya. Aura yang ia pancarkan jelas terasa, membuat kami para prajurit baru kagum, ia terasa sangat berwibawa.

“Apa kabar kalian semua?” Tanya sang archon mengawali sambutannya

“Baik” jawab kami serentak

“Perkenalkan, nama saya Franco Ken Fitzgerald.

Saya di sini selaku Archon yang bertugas mengatur pemerintahan Bellato Union di Planet Novus dari pihak militer, dari pihak kerajaan adalah Pemimpin Bangsa kita, El Dun Tanta”

“Sebagai sambutan dan skaligus pesan saya pada kalian.

Pertama-tama, selamat datang di Planet Novus, Bellato HeadQuarter. Kalian adalah patriot-patriot muda harapan bangsa. Dengan menapaknya kaki kalian disini, kalian secara resmi telah menjadi penopang pembangunan dan peradaban bangsa Bellato, harapan keluarga kalian di Planet Nilben sangat besar, kuatkanlah tekad kalian, tanam sekokoh mungkin, baktimu pada federasi akan memberi harapan lahirnya penerus bangsa yang lebih baik dimasa yang akan datang”

“Bersama, kita melangkah. Bersama, kita capai tujuan!”

Sorak-sorai terdengar layaknya gemuruh setelah sang Archon menyampaikan pidatonya. Lalu ia melanjutkan

“Saya mendengar, saat kalian dalam perjalanan ke Novus, kalian mendapatkan serangan misterius. Kami merasa keget dan geram saat mengetahuinya, namun saya, sebagai Archon, tak akan membiarkan daun-daun muda penerus bangsa dilenyapkan dengan cara yang kotor, kami akan sebisa mungkin mengusut siapa sebenarnya mereka, dan tentu kami akan meningkatkan fasilitas proteksi pesawat angkasa”

“Saya juga turut berbelasungkawa, atas pengorbanan dan pengabdian besar salah satu kru yang berani mengorbankan dirinya untuk para penerus bangsa. Jadikanlah pengorbanannya sebagai semangat kalian, ia rela meninggalkan orang-orang yang berharga demi kalian! Sepatutnya kalian bersyukur dan berjuang!”

“Dan, selama insiden itu terjadi, di pesawat NOV-96 terdapat sosok muda yang dapat menggerakan hati para penumpangnya untuk bergerak, berjuang bersama, ia adalah seseorang diantara kalian, tak lebih tua dari kalian, lebih muda dariku. Ia mengaku dirinya sebagai Maximus, mari kita sambut pahlawan muda kita.

‘Maximus’ Baydzofi Hardji…”

DHEG!

Ma-mampus gue, disidang diantara orang banyak, gimana reaksi yang laennya kalo tau gue dusta ngaku-ngaku punya jabatan paling tinggi itu,

Pendusta.. pendusta.. penipu… matilu penipu.. gantung dia! gantung!

Glek..

Akupun langsung terbayang skenario terburuk yang menungkin terjadi padaku, semoga itu hanya pikiranku saja…

Fi, cepet” ucap Ryan berbisik sambil mencolekku

*Glek..

Akupun melangkahkan kakiku, berjalan menuju tempat sang Archon berada…

Tap.. tap.. tap..

“Jadi anda sang Maximus itu? Apa profesimu?” Tanya sang Archon

“I-iya, Tuan Archon Fran-Franco… saya adalah seorang specialist” jawabku grogi

Saat aku melihat tatapan mereka semua, banyak dari mereka seakan tak percaya apa yang sudah kulakukan, ada yang ragu ada yang seperti menolak pengakuanku ada pula yang tertawa

Eh.. masa dia sih?” “Ah.. dia cuma cari sensasi aja kali…” “Ehh.. bener lho, suaranya mirip” “Masa iya?..” “Ehh.. diakan yang salah minta maap di koridor..”

Bisikan-bisikan ‘goib’ diantara mereka yang membicarakanku bisa aku dengar, jelas, ini membuatku semakin grogi

“Baydzofi Hardji, apa yang membuatmu berani dan mampu melakukan semua itu? Kau juga pasti tau, Tak bisa sembarangan orang untuk melakukannya. Memberi komando, mengatur pesawat, dalam kondisi kritis dan menegangkan seperti itu, satu saja komando salah, mungkin setengah dari yang hadir di sini tak akan hadir”

“Sa-saya rasa saya melakukannya seperti seakan saya mampu dan saya bisa, selain karena kondisi yang mendorong, saya berfikir kalau saya, kami semua, memiliki tujuan yg sama, ingin tiba di Novus secepatnya, dengan selamat. Itulah mengapa, yang mungkin dapat mendorongku juga, bisa dikatakan Power of Kepepet” jelasku

“Jadi karena Kondisi, tekad dan Power of Kepepet, hahaha…

Baiklah Baydzofi Hardji, sebagai tanda terimakasihku karena dengan keberanianmu, kau telah menyelamatkan generasi muda Bellato. Aku memberikan lencana khusus untukmu, ‘Youth Hero Medal’. Semoga dengan prestasimu dapat memotifasi dirimu dan yang lainnya untuk berjuang menjadi lebih baik”

“Te-terimakasih kebanyak Tuan Archon”

Akupun kini turun dari panggung diiringi tepuk tangan yang meriah.

Setelah sambutan dan upacara bendera, kami ditempatkan pada mesh-mesh yang sudah disediakan. aku mendapat kamar nomor H-009, Adan F-022 dan Ryan G-016.

Misi akan langsung kami terima besok, jadi kami diperkenankan untuk istirahat dan merapihkan perlangkapan kami.

.

.

-:Keesokan harinya, pukul lima pagi:-

Tap.. tap.. tap..

Nampak dipagi hari dimana kabut masih menyelimuti daratan tanah Bellato, seorang pria berjalan sendirian, mengenakkan jas hitam dan jubah agar tubuhnya tetap hangat, secercah sinar cakrawala Niger memperlihatkan pantulan warna coklat dari rambutnya. Ia membawa sekarangan bunga untuk orang yang telah tiada.

Ia hampiri salah satu nisan di sana, nisan yang bertuliskan

“/ Istirahat dalam damai \”

/ Anggota dari keluarga Hyan \

/ … Hyan : xx-xx-87 ~ xx-xx-117 sebagai Ayah \

/ … … Hyan : xx-xx-88 ~ xx-xx-112 sebagai Ibu \

\ Yayan Ryu Hyan : xx-xx-106 ~ 17-03-133 sebagai anak pertama /

\ Novia Hyan : xx-xx-107 ~ 31-02-117 sebagai anak kedua /

“\ Dalam kasih dan tenang, ditempatkan dalam cahaya /”

“Untukmu… semoga kau suka..”

Setelah ia mengucapkan kalimatnya, ia letakkan bunga itu di depan nisan tersebut dan pergi…

.

.

“Ayah, kita mau kemana?” Tanya anak lelaki pada ayahnya

“Ayahkan pernah janji, mau ajak kalian liburan, sekarang kita piknik” jawab sang ayah

“Seriuss? Wah asiikk…” ucap bocah itu senang

“Yaudah, sekarang panggil ibumu, dia udah selesai siap-siap belum”

“Oke” jawabnya sambil melangkah pergi, kini datang anak perempuan menghampirinya

“Ayah ayah… liat deh, ada yang ngirimin aku bunga, bagus deh” ucap gadis berambut hitam pada ayahnya

“Wah, bagus… yang ngasih pasti baik banget orangnya” puji sang ayah sambil membelai rambut panjang putri kecilnya.

“Iya, dia baik banget” jawabnya sambil tersenyum manis

“Jangan lupa, nanti kalau waktunya kalian ketemu, bilang terimakasih”

“Iya”

.

.

“Ya, mungkin kau benar bahwa tidak ada sesuatu dengan mereka, namun perlu kau ketahui Dzofi, cintalah yang membuat kau terlahir di dunia ini, karena cintalah kita masih hidup. Mungkin tidak sekarang, atau bukan dengan salah satu dari mereka, namun cinta suatu saat pasti kau memerlukannya dan kau pasti akan mendapatklannya”
-Ryan Adani- Ch. 5

CHAPTER 10 END.
Next Chapter > Read Chapter 11:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-11/
Previous Chapter > Read Chapter 9:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-9/
List of Journey For Identity Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-list