PEJUANGNOVUS

JOURNEY FOR IDENTITY CHAPTER 13 – THEM WHO COME FROM SHADOW

Journey For Identity
Penulis: Bid’ah Slayer


*Tingtung!*

*Ping!*

*Ping!*

*PING!*

“Huuhh~ *Yawn* Ehh?! Gue ketiduran!” ucapku kaget, lalu segera aku melihat Chronometer, sudah jam berapa sekarang…

-:14.25:-

[“2 pesan masuk”]

“Pesan masuk?” ucapku penasaran, segera kubuka inbox.

[” From UlfaHardji to Baydzofi :

Dek, kamu dah Kakak daftarin tuh, kamu dah diterima, besok dateng aja pagi jam setengah 10.”]

Ohh… dah didaftarin toh… ya mau gimana lagi…

Pikirku pasrah, kemudian aku kembali mengecek pesan yang satunya.

[“RyanGiant to Baydzofi :

Dzo, cepet sini, ada yang mau gue omongin, gue tunggu di tangga, pintu masuk markas.”]

Hemm.. jadi elu yang dari tadi ngeping, penting amat sih kayanya.

[“OTW”] balasku, Akupun segera bergegas keluar dari mesh, dan menyusul ke TKP.

.

Drap.. drap.. drap…

Kulihat, sudah ada sosok Ryan didepan, akupun menurunkan kecepatan lariku seiring mengecilnya jarak diantara kami.

“Oii.. ada apaan lu manggil gue?” tanyaku penasaran tanpa didahului salam.

“Gue punya beberapa berita yang terjadi selama satu hari ini” balas Ryan.

“Beberapa berita? Apaan aja?” timpalku penasaran.

“Pertama, semenjak kita, pasukan baru datang kesini, pembagian jatah kamar sebenarnya sudah pas, mengingat tidak ada korban jiwa kecuali mendiang Kak Ryu. Mesh untuk prajurit sudah diperhitungkan, namun sampai detik ini ada satu kamar yang tidak mempunyai penghuni”

“Gak ada penghuninya? Giman…”

“Sutt.. gue lagi ngomong” potong Ryan mencoba memotong pertanyaan pemotong ku.

Lalu ia melanjutkan “Makanya, itu menjadi misteri beberapa hari ini, kamar itu adalah E 026.”

“E? itu kan satu gedung sama Adan”

“Ya” lalu Ryan berjongkok sambil menggambar sesuatu di tanah…

|C| → ← |F| |I|→ ←|L | -lantai 3

|B| → ← |E| |H|→ ←|K| -lantai 2

|A| → ← |D| |G| → ←|J | -lantai 1

“Nah, dan gue denger-denger dari anak blok B, katanya kalau malem itu, lampu suka nyala lalu mati sendiri.” jelasnya.

“Hemm..” gumamku tidak berbicara, sepertinya mustahil, bila tak ada makhluk didalamnya, namun lampu kamar itu bisa dinyalakan. Cara melakukan itu hanya dengan memasuki kamar, dan yang dapat memasuki kamar adalah orang yang memiliki hak atas kamar itu.

Ditengah aku berfikir, Ryan membuyarkannya

“Dah, itu emang sulit untuk dipercaya, gak rasional dan gak realistis” ucapnya sambil memperbaiki posisi kacamatanya ketempat semula. “Nanti kita Tanya Adan untuk yang satu. Kemudian…”

Kini ia sedikit mengambil jeda sebelum melanjutkan bicara.

“Di Goa Chink, beberapa orang mengaku melihat sosok asing di sana. Sosok itu dianggap meresahkan para prajurit baru seperti kita…”

Sosok… mungkinkan sosok yang kulihat waktu itu juga dijumpai oleh yang misterius yang aku tak bisa menebak keberadaannya.

“Fi?! Lu denger gak gue ngomong?” seru Ryan.

“Ah, gue denger kok, emm.. kenapa Pemerintah gak ambil tindakan?” tanyaku mencoba bertampang fokus dihadapannya.

“Tuh kan, lu gak dengerin, tadi dah gue bilang, itu karena kejadian sosok baru dilihat dua hari ini. Pemerintah masih menganggap itu cuma ketakutan dari para ensign yang berlebihan” jelasnya.

“Yaudah, biarin aja tuh sosok bekeliaran, peduli setan gue ngurusin begituan” ucapku cuek, lelah dengan apa yang sudah kuketahui. Aku tak bisa memberi tau Ryan kalau aku juga sudah berjumpa dengan sosok itu.

“Lu bisa gak peduli, tapi misi selanjutnya lu berburu Warbeast kan? Dan itu berarti lu harus ke Goa Chink untuk berburu” ucap Ryan. Sontak, dengan memunggunginya aku menekan tombol J di VirCell ku dan membaca log misi.

[“Kumpulkan 5 ekor perak dari Warbeast, dan antarkan pada Mentor sebagai bukti.

Hadiah : Đ 9.784 dan Contribution Points 500.”]

Kini aku membalikkan badan, menghadap kembali padanya lalu perkata “Jadi?”

“Gue juga belom nyelesain misi Lunker, jadi gue harap, kita bisa kesana bareng, dengan begitu kewaspadaan bisa lebih meningkat, dan resikopun bisa diminimalisir.” Jawabnya terperinci.

“Oke, tapi ngejalanin misinya jangan besok ya, soalnya Mulai Besok pagi gue ada kelas Force.”

“Yaudah lusa aja… eh Wait! Lu ikut kelas Force?” Tanya Ryan kaget.

“Iya” jawabku singkat.

“Tapi buat apa? Lu niat bertarung pake skill force? Bawa bawa tongkat gitu?” Tanya Ryan masih gak percaya.

“Kalo kata Kak Ulfa sih nanti pas kita udah ditingkat atas bakal berguna banget, dan kalo kita belajar force, energy force yang ada didalam tubuh kita juga meningkat, jadi gimana? lu mau ikut?”

“Ya ya… nanti gue pikirin deh, gue baru mendarat di Planet ini, perlu penyesuaian, kalo lu mah enak, ada sodara, apa-apa bisa minta bantu, lah gue? Dari keluarga biasa, sanaksaudara gak punya, kalo gue dah bisa ngatur kehidupan gue disini, boleh deh gue ambil hal melerepotkan lainnya selain ngurusin hidup di sini” jelas Ryan gak kalah panjang dariku.

“Yaudah, sekarang gue mau beli perlengkapan buat sekolah besok, lu mau ngapain?”

“Gue bakal buat senjata sama amunisi”

“Kalo begitu gue sekalian bikinin ya, materialnya talangin dulu” pintaku padanya.

“Dih, ogah amat, lu besok buat sendiri aja” balasnya ketus.

.

.

*Tingtong*

*Tingtong*

*Yawnn..* “Iya iya… tunggu sebentar”

Kuregangkan badanku, lalu berdiri, bangkit dan berjalan menghampiri pintu.

*Ceklek*

“Haloo~ Udah bangun?” seru seseorang dibalik pintu yang seharusnya sudah bisa kutebak siapa.

“Kak Ulfa? Mau apa kesini?” tanyaku polos.

“Ih, kamu ini begitu banget sih nanyanya?! Kakak kesini ya mau masak, kan belanjaan kakak ada didapur kamu” jawabnya seraya melangkah masuk kedalam mesh ku.

Kuamati tubuhnya yang berpakaian tanktop hitam dan celana training pendek, nampak keringat membasahi tubuhnya sehingga warna pakaian yang ditimbulkan menjadi lebih gelap. Dengan berkalungkan handuk kecil di lehernya, ia menyapu bagian tubuhnya yang ia rasa terlalu basah…

That Neck… Boobs… and Legs…

*Glek*

Dari atas kupandangi tubuhnya sesuai urutan hingga kebawah… senti demi senti…

“Dzof, kamu ngapain?” Tanya Kak Ulfa menegurku, serasa dipergoki, akupun berusaha angkat alasan

“Emm… Kakak habis ngapain? Kok keringetan begitu?” tanyaku dengan mata kembali menatap wajahnya.

“Oh, biasa… kakak jogging muter-muter taman”

“Ohh… sekarang kakak mau masak apa?”

Huft… mumpung gak ketauan, kepergat nyawa bisa ilang separo nih

“Hemm.. gimana kalau nasi goreng”

“Ah, boleh tuh”

Kak Ulfa-pun berjalan menuju dapur, memakai Apron dan membetulkan posisi kuncir kudanya, seperti biasa.

Aku yang berada di meja makanpun hanya bisa memandangi tubuhnya dari belakang, suasana pagi hari yang dingin seakan mempengaruhi imajinasiku dalam memandangi tubuh sepupu perempuanku itu.

*Glek*

“Hai Dzofi! Daripada kamu bengong disitu, mending kamu bantuin kakak masak di sini atau kamu mandi sekarang” serunya kembali membuyarkan pikiranku.

“Ah! otw” jawabku diikuti dengan langkah bergerak menghampirinya.

“Apa yang bisa aku bantu Kak?” tanyaku sekarang diposisi sebelah kanannya.

“Tolong kamu ulekin itu bumbu-bumbunya, cabe sama lada dulu, bawang merah dan putihnya belakangan” jawab Kak Ulfa memberi penjelasan.

*Srukk srukk srukk…

*Takk tak tak tak…

Sementara aku menghaluskan rempah, Kak Ulfa memotong daun bawang dan wortel.

Waktunya Bawang

Akupun berusaha meraih bawang yang tepat berada di samping kiri Kak Ulfa dengan cara menjulurkan tangan kanan ku melewati tubuhnya.

Namun…

Hapbb…

Diwaktu yang bersamaan, ia juga berusaha mengambil sesuatu dari lemari atas yang tepat berada diatas kepalaku dengan cara berjinjit …

Sehingga Dada miliknya tepat menutupi muka ku

“Hempphh… ” ucapku sesak tak bisa bernafas.

Reflek, Kak Ulfa lantas mendorongku…

Bruakk!

… hingga aku duduk tersungkur.

“APA YANG KAMU LAKUKAN HAH?!” bentak Kak Ulfa sambil menodongkan pisau kearahku.

“Hah.. hah.. Aku gak punya… niat apa-apa…” jawabku panik sembari mengatur nafas. Mukaku langsung memucat melihat ekspresi Kak Ulfa yang menyeramkan terlebih kini ia menodongkan benda tajam itu.

“JANGAN BOHONG, KAMU SENGAJA KAN? KAMU MAU MATI DISINI?” ucapnya dengan aura dipenuhi kemarahan.

“Eh?! A-ampun Kak, suer aku gak sengaja, aku cuma mau ambil bawang doang” jawabku membela diri.

“BOHONG!”

Whuszz…

Iapun melempar pisau yang berada di tangannya.

Zlebb!

Pisau itu hampir menembus tengkorakku, tepat mengenai lemari kayu tempat aku bersandar, aku hanya berjarak 10 sentimeter dari kematian dan mungkin saat ini malaikat maut sedang tertawa sambil mengasah sabitnya untukku.

*Glek*

“A-aku beneran gak sengaja Kak… Kak…” ucapku menjelaskan seiring bayangannya bergerak mendekatiku.

“…”

*Grep!

Ia meraih kerah baju ku, lalu mengangkatnya, sehingga tubuhku juga ikut terangkat, dengan satu tangan!

“Ughh.. Kak… am.. pun” mohonku yang mungkin untuk terakhir kalinya. Kulihat matanya, tidak, aku tak berani menatapnya, sekilas terlihat olehku, dan nampak aura merah menyelimutinya.

Masih tak menanggapi, ia berjalan sambil mengangkat tubuhku ke kamar mandi.

*Ceklek

Dibukanya pintu kamar mandi, lalu…

Seakan menghiraukan beratku, ia memutarku di udara lalu melempar ku ke dalam kamar mandi dengan kekuatan terintonasi.

“ULFA’S TOUCHDOWNNN!”

Whuss…

BRUAKK…

“Ughh…”

Aku serasa bisa merasakan dinding kamar mandi ini retak, namun aku tidak mengetahui bagaimana kondisi tulang punggung ku, yang kutau, sekarang aku berada dalam posisi terbalik, kaki dikepala dan kepala dikaki.

Terakhir yang ku lihat hanyalah kaki Kak Ulfa dan perlahan pintu kamar mandi tertutup.

*Ceklek…

.

.

*Nitnit* suara dari VirCell menandakan sudah memasukki jam baru.

“Ughh… uhmm..” aku segera bangkit kedalam posisi seharusnya, sepertinya sudah terlalu lama aku tak sadarkan diri dengan posisi terbalik.

-:09.00:-

“Ehh… dah jam sembilan? 3 jam gua di sini!” seruku panik. Aku segera menaggalkan seluruh pakaianku dan segera mandi.

*Byar.. byur… byar.. byur…

Setelah aku mandi, di dalam kamar mandi, aku masih terganjal sesuatu, yaitu lupa bawa anduk.

Segera kubuka pintu kamar mandi secara perlahan, khawatir Kak Ulfa masi marah padaku.

*Clingak Clinguk…

Aman

Aku segera keluar dengan baju yang tadi aku pakai sebagai penutup barang sakral, walaupun cara ini membuat pantatku tak tertutupi.

.

Selesai memakai pakaian biasa, bukan armor. Aku menghampiri meja makan, memastikan kalau ada yang bisa kumakan atau tidak disana.

“Nasi goreng… dingin…” keluhku saat membuka tudung saji.

“Eh?! Ada kertas” seruku saat melihat disana ada secarik kertas yang… ditancapkan sebilah pisau dapur.

Lalu aku ambil kertas itu, dan disana bertuliskan sebuah pesan

“Di mejikjer dah ada bekel buat kamu. Makan ya bekalnya”

Ehh.. dibawah masih ada tulisan

“NB : Urusan kita belom selesai!”

Hemm… -_-” entah gue mesti bersyukur atau merasa terancam dengan adanya pesan ini.

Setelah aku memakan sarapan dinginku, aku segera berlari menuju tempat yang bisa disebut sekolah atau akademi force lebih tepatnya, tidak lupa membawa bekal yang sudah Kak Ulfa persiapkan untuk ku.

Drap.. drap.. drap..

Berhubung hari ini adalah pelajaran force dengan praktik, maka kelas diadakan di ruang terbuka.

Segera aku menuju lapangan yang disana sudah tersusun bangku bangku , beratapkan kanopi, membuat kelas menjadi lebih nyaman dan sejuk.

Hemm.. udah jam -:09.26:- sebentar lagi kelas dimulai.

Nampak beberapa murid lainnya dengan menggunakan armor lengkap datang ‘memasukI’ kelas. Dari armornya sepertinya mereka prajurit tingkat atas, expert atau elite mungkin. entah mereka kembali dari bertugas atau setelah ini mereka menjalani misi, namun yang jelas apa yang dikatakan Kak Ulfa tempo hari benar. Ada beberapa orang yang lebih tua dariku akan mengikuti kelas ini.

Tap.. tap. Tap..

.

[ picasaweb dot google dot com /101028408247362578399/ RfOnline #6149345115136930674 ]

Seorang pria setengah baya berdiri dihadapan kami, lalu ia berkata.

“Selamat pagi murid murid, sepertinya hari ini ada lagi seorang murid baru, maka aku memperkenalkan diri, namaku Rudy Mulder selaku guru di kelas ini” ucapnya lalu ia menunjukku yang duduk dibarisan ketiga.

“Ya, kamu, silahkan memperkenalkan diri” ucapnya saat aku menunjukkan telunjukku kedada untuk memastikan.

Akupun berdiri, berjalan kedepan, lalu memperkenalkan diriku.

“Emm… halo, nama ku Baydzofi Hardji, kalian bisa memanggilku Dzofi, aku mengikuti kelas ini karena saran dari kakak ku, emm.. lebih tepatnya dia sepupu perempuan. Aku memang baru disini, jadi seyogyanya kalian yang lebih dahulu dikelas ini mau menerimaku dan membantuku. Mohon bantuannya” ucapku diakhiri dengan membungkukkan badan.

“Ya, baiklah Dzofi, kuharap kau tidak terlalu awam dengan sihir, karena pelajaran tetap berlanjut. Bila kau tidak mengerti, kau bisa bertanya pada teman-teman barumu, atau menanyakannya padaku diluar jam kelas. Sekarag kau boleh kembali ketempat dudukmu” ucap sang guru berpakaian serba coklat mengikuti warna rambutnya.

Akupun kembali ketempat duduk, dan mulai mengikuti pelajaran.

“Baiklah, pelajaran hari ini adalah ilmu dasar tentang sihir untuk kalian yang memang bukan pure spiritualist…”

.

Seperti yang diharapkan murid pada umumnya, pelajaran sampai saat ini berjalan dengan khitmat, karena tanpa disadari guru Rudy terlalu banyak teori bak kutbah sehingga membuat kami termasuk aku hilang fokus disuasana luar kelas ini, sampai…

“Sekarang saya akan memberikan pertanyaan, kaamu…!” ucap sang guru menunjuk salah satu dari kami sebagai muridnya. “Petir, jelaskan tentang itu!”

“Emm.. petir adalah suatu energy yang terbentuk dari manipulasi alam disekitar” jawabnya agak ragu

“Hanya segitu?” tanyanya memperjelas, murid yang diajak bicara itupun mengangguk.

“Baiklah ada yang bisa melanjutkan, penjelasan ia sudah bagus namun kurang sempurna. Bisa jelaskan padaku termasuk element apa dia”

Suasana yang menyelimuti murid masih hening, lagi, ia menunjuk salah satu murid yang sepertinya tidak fokus dalam pelajaran

“Hei kamu! Termasuk elemen apakah petir itu!”

“Ee… emm.. petir itu salah satu perubahan dari element api guru, bisa dibilang perubahan bentuk element api”

“Hemm… “gumam sang guru sambil mengelus-elus kumis coklatnya.

Bletakk!

“Salah! Kamu keseringan nonton avatar the legend of botak sih! Yang lain”

Seperti sebelumya, aku dan yang lainnya langsung fokus pada buku yang sedang kami pegang, entah pura-pura menulis agar menghindari dari ditunjuk atau memang mencatat ilmu sungguhan.

Semoga bukan gue semuga bukan gue…

“Nomor 24”

Fuihh… lega, mumpung bukan gue,

namun setelah guru berkata, suasana kelas masih sepi, kemana no. 24 itu?

“Woii… cepetan dong tuh nomer 24” ucpku tak sabaran

Suasana masih sepi namun dibumbui hawa kebingungan.

Akupun terdiam sejenak dan mulai berfikir. Menghitung jumlah kursi dari urutan pertama

1,2,3… 21, 22, 23…

*Glek!

“ahh.. saya ternyata no. 24 hehehe…” ucapku agak tengsin…

“Huuu..!” sontak mereka menyorakiku.

Sang gurupun kembali menyuruhku untuk menjawab pertanyaan yang sama

“Emm.. begini guru, seperti yang kita tau, petir atau listrik merupakan hasil manipulasi alam dari suatu element . namun berbeda dari yang dijelaskan oleh dia yang tadi, atau mungkin mereka yang berfikiran sama. Petir bukanlah element api. Namun…”

Ehem…

Kuberdehem untuk memperjelas keluarnya suara dari tenggorokan ku. Lalu melanjutkan…

“Petir adalah element tersendiri” ucapku yakin.

Setelah jawaban berhasil aku lontarkan, kini sangguru berjalan maju kearahku.

Ia berjalan dan menepuk pundakku

“BUKAN BEGITU! Kamu ini, pasti kebanyakan nonton Naburo* ya! Bisa nyalahin orang tapi diri sendiri juga sesat” omelnya tak terduga sambil menarik pipiku

“Auhh.. am..bun gwuru… jangan dwii tariikk-tariikk”

Sontak kelas menjadi ramai seperti para penonton opera van novus*

Sedetik kemudian iapun menyudahi siksaannya dan kembali bicara pada semua. “Kesempatan terakhir, tolong jelaskan, termasuk element apa itu petir, yang tau akan saya beri nilai tambahan”

Dan gedebus… layaknya sulap, suasana yang tadinya ramai menertawakan nasibku kembali senyap, seakan masing-masing dari mereka berusaha agar tidak ditunjuk, ada yang pura-pura membaca catatan, diskusi atau monolog.

“Saya bisa menjelaskannya”

Ucap salah satu murid dibelakang dengan mengacungkan tangannya.

Lelaki berambut biru itu sontak menyita perhatian kami, sang pembelah senyap.

“Baik, silahkan jelaskan”

“Petir adalah bagian dari elemen angin, bisa dikatakan merupakan perubahan bentuk dari angin. Bila kita menggunakan force angin cukup dengan memanipulasi udara disekitar kita, petir berbeda, bisa dikatakan sedikit lebih rumit, karena pembentukannya sama seperti teori terjadinya halilintar, bertemunya udara panas dan dingin, membentuk gesekan dan keluarlah petir”

“Sekian”

Kami sekelas dibuat terkesima dengan jawabannya, sepertinya ia faham betul dengan materi yang diajukan. Kekaguman kamipun pecah saat mendengar suara tepukan tangan.

Plok plok plok

“Bagus sekali penjelasannya, siapa namamu nak” Tanya sang guru

“Kasetsu… Kasetsu Aqblerry” jawabnya singkat

“Baiklah Aqblerry, kau mendapatkan nilai A untuk materi kali ini. Hemm.. baiklah, jam saya mengajar kelas leguler sudah masuk, sepertinya cukup disini saja pertemuan kita hari ini, minggu selanjutnya kita akan mempraktikkan sihir elemen angin. Pastikan kalian memanfaatkan perpustakaan pemerintah dengan sebaik-baiknya, disana banyak ilmu yang bisa kalian dapatkan. Semuanya boleh bubar” ucapnya yang kemudian diikuti langkahnya pergi .

Kebiasaan sejak dulu, selesai jam pelajaran, banyak dari kami langsung bersemangat untuk pulang.

“Yeahh… brebes brebes…” “Oii.. habis ini nonton yuk?” “Habis ini kita kemana?” “Ciee ditikung ciee”

Ditengah aku merapihkan barang-barang ku, Percakapan para murid yang bersemangatpun bisa kudengar.

Saat hendak keluar kelas, aku melihat anak berambut biru itu, emm… kaset.. kasetsu, ya, kasetsu sedang berbicara dengan Pak Rudy, entah mereka membicarakan apa. Namun Pak Rudy hanya mengangguk kemudian pergi.

Kami sempat bertatap mata, namun, baik aku maupun dia tidak saling menyapa.

.

[” To RyanGian : Yan, lu lagi dimana? Gue dah selesai nih”]

Tak beberapa lama, ia langsung membalas

[” To Baydzofi : Gue baru mau ketempanya Adan, dari tadi gue kirim pesan tapi ga dibales”]

[“To RyanGian : yaudah, tunggu gue, kita kesana bareng”]

.

Tak berapa lama, akupun menyusul Ryan yang sedang menunggu ku di depan gerbang gedung mesh A-F.

“Oii” panggilku sambil melambaikan tangan seraya berlari kearahnya.

Ia hanya menutup buku yang sedang ia baca, lalu menatap kearah ku.

“Gimana tadi kelasnya? Dapet temen baru gak, gimana mereka, baik? Susah gak pelajarannya?” Tanya Ryan.

Akupun menjawab “Belum sih, tapi mereka baik, cuma tadi aku sempet disorakin, pelajarannya… eh tar dulu! Ini kenapa kita mulai percakapan kaya emak sama anak?” potongku sewot ditengah pembicaraan.

“Wajar kan, gue kan temen lu” jelas Ryan.

“Gak, malahan gue berasa aneh, yaudah kita langsung ke Adan aja”

kamipun berjalan menuju mesh Adan.

“Lumayan ngerti kok” sambungku menjawab pertanyaan yang belum terjawab.

Tap.. tap.. tap…

Kami kini menaiki tangga, dan sudah berada dilantai dua, blok E.

“Yan, kita ngecek dulu kamar E 026?” tanyaku.

“Ya, itu juga tujuan gue” jawabnya tanpa menoleh kearahku.

Tap.. tap.. tap…

“25, 26. Ini dia kamarnya” ucapku.

Tok.. tok.. tok..

“Eh Yan? Apa yang lu lakuin tulul?” seruku kaget melihat Ryan langsung mengetuk pintu.

“Kan kita mau mastiin disini ada orangnya ato engga.” Jelasnya.

“Hemm” anggukku yakin, lalu aku memencet bel

*Tingtong…

“Gak ada jawaban… eh?! Apa yang lu lakuin?” tanyaku padanya, ia nampak sedang menerawang ruangan dalam melalui kaca.

“Susah nih, ada gordennya” keluhnya tak menjawab pertanyaanku.

Akupun ikut menerawang bagian dalam mesh melalui kaca.

“Yan”

“ya?”

“Lu berfikir gak, kalau hantu itu bener-bener ada?”

“Gak, ya namanya orang udah mati itu nyawanya udah sama urusan yang diatas, mana ada nyawa gentayangan” jelasnya.

“Trus gimana sama Novia? Lu inget kan?” timpalku mengingatkan.

Ryanpun kini menyudahi menerawang ruangan itu, diikuti dengan ku.

“Ya, lu bener, gue lupa tentang itu”

Kamipun saling pandang, seakan tau apa yang kumaksud.

“Yuk ketempat Adan” ucapnya meninggalkan ruangan E 026. Aku berjalan dibelakangnya.

Tap.. tap.. tap..

Kamipun sampai di depan kamarnya, F 022.

*Tingtong…

*Tingtong…

“Kayanya dia gak ada” ucap Ryan.

“Yaudah, gimana kalo kita buat perlengkapan buat besok, di taman, di sanakan ada pos tuh” ajak ku.

Ryan-pun mengangguk tanda setuju.

Namun saat kami hendak menuruni tangga, sosok Adan muncul.

“Eh Dan! Dari mane aja lu?” tanyaku menghampiri dia, namun saat ku hendak merangkul bahunya, ia menepis tanganku.

“Dan?” ucapku heran.

“Gak sekarang teman-teman” ucapnya datar. Kurasa sesuatu telah terjadi.

Diapun berjalan begitu saja meninggalkan kami.

*Grep!* Ryan menghentikan langkah Adan dengan menahan pundaknya

“Dan lu kena-“

*Dash…

*Trakk…

“GUE BILANG GAK SEKARANG! URUSAN BANGET SIH LU PADA!” bentak Adan sambil menyingkirkan tangan Ryan dari pundaknya secara kasar sehingga kacamatanya terjatuh.

Suasana sempat hening beberapa saat. Aku yang tak bisa terima juga tak mengerti, rasanya panas, akupun melangkah maju hendak menghampiri Adan ‘menanyakan’ apa maksudnya semua ini. Namun Ryan dengan sigap menahan tubuhku agar tak mendekatinya.

Adan-pun melangkah pergi, meninggalkan dua sahabatnya penuh dengan kegelapan akan ketidak tahuan.

“Dah… biarin dia dulu” ucap Ryan sambil menggunakan kacamatanya.

“Tapi, lu liat sendiri! Kita temennya, masa dia ngelakuin itu kekita? Yang bener aja?” ujarku penuh emosi.

“Gue juga gak tau ada apa, kenapa dia bisa begitu, tapi yang jelas, hal yang terbaik kita lakukan adalah membiarkan dia sendiri dulu” jelas Ryan memberi alasan yang kuat padaku.

“…”

.

.

Kamipun berjalan menuju taman, lalu membuat perlengkapan dan senjata yang kami perlukan untuk menjalankan misi esok.

Selama pembuatan, aku rasanya enggan untuk membicarakan sesuatu, Ryan-pun demikian. Ia tak melontarkan kata untuk memulai pembicaraan kecuali beberapa pertanyaan mengenai pembuatan yang sedang kami lakukan.

Aku membuat Enforcer, Round Shield dan berhasil membuat Intense Sword Breaker. Sedangkan Ryan membuat Rattle Gun dan Round Shield.

Aku yang selesai lebih dulu hendak pulang menuju mesh, namun sebelum itu…

“Lu masih belum bisa make Rattle Gun kan? Nih lu pake dulu Enforcer gue” ucapku padanya sambil melempar pistol yang baru kubuat.

“Sebagai gantinya, lu siapin amunisi buat kita berdua besok. Dan jangan lupa, add party VirCell gue kalo dah siap”

Ryah hanya tersenyum lalu kembali membuat perlengkapan, aku pergi meninggalkannya…

.

.

Bangun pagi seperti biasa, yang membedakan, kali ini aku memasak sarapanku sendiri. Ya, Kak Ulfa tak datang, mungkin ia masih marah padaku mengenai apa yang terjadi kemarin.

Ku cek VirCell ku, sudah ada pesan permintaan party

[” /RyanGiant meminta anda untuk bergabung dengan party : Ya/Tidak”]

Aku tekan “Ya” dan di layar hologram sudah ada data statistic dia. Akupun menekan “M” maka dimap hologram, sudah ada tanda yang menandakan ia di mana.

“Yan masuk aja” ucapku dari dapur karena Ryan ada didepan pintu mesh ku.

*Ceklek…

“Selamat pagi” ucapnya seraya masuk.

“Dah lama lu nungguin?”

“Gak, baru aja nyampe” jawab Ryan sambil duduk disalah satu kursi.

“Dah nyarap?”

“Baru sedikit”

“Yaudah, lu masak gih, gue mau mandi dulu.” Ucapku sambil melangkah kekamar mandi dengan membawa handuk. Ryanpun berdiri dari tempat duduknya dan segera memakai apron.

.

Keluar dari kamar mandi, aku dapat mencium aroma gurih yang mengundang selera

“Hemm~ masak ape lu?” tanyaku sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil.

“Nasi goreng” jawabnya singkat

“…” sontak, aku mengingat kejadian buruk kemarin… pait…

“Fi? Kenapa muka lu jadi pucet begitu? Gak doyan?” ucapnya memastikan keadaanku.

“Ah.. gak papa kok, gue doyan banget nasi goreng” jawabku seraya pergi untuk memakai baju.

.

Memang kalau dipikir agak aneh sih, kenapa kita bisa akrab begini sampe-sampe dia mau masakin sarapan buat gue. Tapi mungkin karena kita emang dah saling percaya dari kecil. Walaupun awal ketemu gue pernah emm… gue pernah ngebully dia sampe dia nangis hehe… tapi yang menyebabkan kita akrab karena kita punya penderitaan yang sama. Sama-sama kehilangan orangtua. Dia ditinggal mati ibunya, gue kehilangan ortu gue di medan perang.

Selesai sarapan, dia sampat menyuruhku untuk menanyakan pada Kak Ulfa mengenai latar belakang Goa Chink. Apakah ada sesuatu yang melatarbelakangi kejadian yang bisa saja berkaitan dengan sosok misterius itu. Ya, walaupun aku masih dibilang musuhan dengan Kak Ulfa, tapi aku tetap menanyakan padanya melalui pesan.

“Dah lu tanyain?”

“Ini baru gue kirim”

Beberapa saat kemudian. Ryan kembali berbicara

“Dzof, sebenernya ada yang gue akuin ke elu?” ucapnya bertanya padaku dengan nada serius.

“Bilang aja, gue dengerin kok” jawabku santai

“Tapi lu jangan marah ya”

“Iya, gue gak marah.”

“Kan.. gue tadi dah baik sama lu, dah masakin sarapan…”

“Terus?”

Njirr.. gue kira selama ini dia kalo baik karena ikatan persahabatan yang tulus, ternyata ada buntutnya… gue terlalu berharap banyak sama orang macem dia.

“Ng… jangan marah ya” ucapnya sekali lagi.

“Yan… lu sekali lagi ngomong begitu, kita ketengah lapangan, terus kita berantem aja di sono. Lu sebenernya mau ngomong apa? Lu kan tau gue orangnya tu de poin” ucapku mulai jengkel.

Kemudian, Ryan berusaha meraih tangan ku lalu menggenggamnya…

Waduhh… nga.. ngapain nih orang? Jangan-jangan…

“Y-Yan.. lu-“

Kemudian ia memberikan beberapa kotak amunisi pada telapak tangan ku.

“Pembuat amunisi kita ilang”

“…” aku tak bisa berkata apa-apa. Ekspresiku cengo mendengar apa yang dia bilang…

“KOK BISA ILANG?!” ucapku sewot.

“Ya gue juga gak tau, namanya juga dimalingin…”

“Ahh.. lu mah begitu… ganti gak mau tau gue”…

“Kan dah gue masakin sarapan!”

.

.

Ya, sepanjang perjalanan, kami seperti orang yang ribut sendiri. Mempersalahkan siapa yang harus mengganti kalo dah ilang begitu. Sampai-sampai orang yang berjalan melihati kami dengan ekspresi keheranan… ya, memang pembicaraan bisa dibilang tiada akhir kalau sudah melibatkan dua specialist gak mau rugi seperti kami. Penghematan nafas kami…

“Dah.. kita udah nyampe… sekarang kita berdoa aja biar gak kejadian yang aneh-aneh” ucap Ryan.

“Jadi, gue bantu lu nyekaratin lunkernya, nanti lu LH (Last Hit) tuh momon” seruku memperjelas rencana.

“Sep” konfirmasi Ryan.

Kamipun mempersiapkan persenjataan, Ryan mengunakan Enforcer beserta Round Shield sedangkan aku…

“Yan, ambil ini” ucapku seraya melemparkan sebelah Intense Sword Breaker, karena Sword Breaker tipe dua pedang. Dan aku hanya memerlukan sebelah lainnya untuk dipakai bersamaan Round Shield.

“Siap?” tanyaku padanya.

Ryan menjawab hanya dengan anggukkan sambil membenarkan posisi kacamatanya.

.

.

BRAKK!

Ku dorong muka Lunker yang hendak menerkam tanganku dengan Round Shield hingga terdorong mundur.

“Kruu!” ucapnya dengan bahasa yang tidak ku mengerti. Ia pun kini bengkit kembali dan melompat kearah kami.

DOR! DOR! DOR!

Serang Ryan dengan Enforcer. Binatang itu sempat terkapar, namun disaat kami lengah, lagi, binatang itu bangkit dan menerjang, seakan tak merelakan kami untuk membunuhnya seperti yang dialami kesembilan belas makhluk yang serupa.

Kraukk!

“AGHHH!” jeritku karena ia berhasil menggigit pergelangan kaki ku.

“BANGSAT! KADAL BANGSAT!” umpatku sambil menggerakkan kaki ku agar gigitannya terlepas.

ZROTTSS….

SPLASHH…

Kutusuk tengkoraknya, tepatnya dibagian lubang matanya, sehingga darah segar sempat menciprati sebagian muka dan armor yang kupakai. Tampak bola mata reptile itu hampir keluar dari tempatnya jika saja urat yang menempel terputus.

“Lu gimana sih FI, kan gue yang LH” komentar Ryan.

“Yaudah, lu tembak aja tuh jantungnya, mumpung masih ada sisa nyawa, cape gue” ucapku angkuh dan segera menyandarkan tubuhku di dinding goa.

DOR!

Eksekusi mati berhasil. Kini Ryan menghampiri jasad Lunker itu, lalu memotong kuku jari yang besar sebagai bukti beserta kulit dan tulang untuk dijual.

“Hah.. selesei juga misi gue” ujar Ryan seraya menghampiriku lalu bersender.

Sambil membersihkan lensa kacamatanya yang ternodai titik-titik darah, ia menawariku potion HP Bless 100cc. kuambil itu dari tangannya lalu keteguk dan sebagian kusiram pada luka di kaki ku.

“Hahh hahh” suara yang keluar dari mulutku masih berusaha mengatur nafas.

“Gimana? mau lanjut Warbeast gak? Misi gue dah apdet nih. Gue juga dah bisa make Rattle Gun” ucap Ryan menanyakan apa yang setelah ini kita lakukan.

“Huh.. dah siang… pengen ujan lagi. Ucapku melihat VirCell yang disana juga ada prakiraan cuaca.”

“Ehh.. lu denger gak” seru Ryan karena aku tak menjawab pertanyaannya.

“Iya gue denger, yaudah kita lanjutin, tapi gue mau kebelakang dulu… kebelet gue” jawabku. Aku lalu meningkalkannya, pergi ketempat yang sepi dan cocok lalu…

Curr….

“Eghh…. Ehmmm…..” ucapku sambil memejamkan mata.

Butuh sekitar lima menit untukku melakukan ritual itu, maklum, ngeluarin sama masukinnya kembali sulit karena faktor ukuran hehehe…

Tap.. tap.. tap..

Aku kembali ketempat Ryan berada. Namun langkahku terhenti karena…

.

picasaweb dot google dot com /101028408247362578399/ RfOnline #6149345097811665586

picasaweb dot google dot com /101028408247362578399/ RfOnline #6149345107322865282

“HEMMPHHH!”

Kini Ryan sedang dibekap mulutnya oleh seseorang dibelakang punggungnya. Ia hanya bisa berteriak dibalik tangan orang itu.

“Jangan bergerak! Atau temanmu ini mati!” ucap seseorang lagi disamping yang membekap Ryan.

Akupun hanya bisa menuruti perintahnya. Ia memintaku maju perlahan mendekati mereka, akupun melaksanakannya.

Tap.. tap..

Di belakang Ryan seseorang berambut coklatsedang menyandra dirinya.

Tap.. tap..

Di samping kanannya, pria lumayan keker, berjanggut hitam membentuk berewok, sambil memegang kapak.

Tap.. tap..

Jarak keduanya kurang lebih 2 meter…

JEGLERR…

Suara halilintar berdentang, menandakan akan turunnya air dari atmosphere novus… diikuti cahaya Niger yang kian lama kian meredup, terhalangi oleh Comulusnimbus.

“Stop.. kau berhenti di situ! Sekarang lemparkan pisau dan perisaimu”

Sekejap, aku ambil momen untuk bertatap mata dengan Ryan, lalu kualihkan kembali pada pria itu.

*Trakk… kulempar pedang ku kearah kanan.

“Bagus, lanjutkan, dan setelah itu, berikan cincin yang berada di jarimu padaku”

Cincin?!I

Akupun menatap cincin yang berada di jariku. Pemberian Kak Gaza setelah aku berhasil mengalahkannya dalam latihan. Cincin dengan lambang Union ditengahnya.

Dheg! Tiba-tiba aku teringat sesuatu.

Karena saat kau berada dalam perang, ada saatnya senjata yang kau miliki tak bisa digunakan, dan pada saat itulah kau hanya dapat mengandalkan dirimu sendiri”

kini ku lepaskan perisai dari tanganku…

Bagus, ingatlah! posisi kuda kuda adalah posisi awal yang menentukan segalanya saat kau bertarung…

Senyum kini merekah diwajahnya

Akupun melihat kaki mereka…

bila posisi kuda kudamu tidak sempurna, saat musuh datang menyerang, kau akan dengan mudah dikalahkan…

Sekarang perisai sudah ada diujung tangan ku.

Begitu juga saat kau menyerang, seraanganmu akan mudah dipatahkan”

Ku lirik Ryan.

Lalu perisai bulat kulemparkan…

KEARAH RYAN!

WHURLLLL….

Seakan Ryan tau, ia pun langsung menunduk. badannya yang lebih tinggi dariku, tingginya cukup untuk menutupi mata penyandra dengan rambutnya. Dan saat ia merunduk…

BLETAKK!

Perisai itu telak menghantam kepala pria berambut coklat itu hingga terpental kebelakang.

Aku langsung berlari secepat mungkin ke pria pembawa kapak, sepertinya ia telat menyadari akan apa yang telah aku perbuat, ia masih terkejut, sehingga ia tak tau kalau aku berlari kearahnya…

Drap.. drap.. drap…

Whuss…

DASHH!

JEGLERR!

Tendangan Upper Kick dariku tepat mengenai dagunya. Dibarengi dengan suara halilintar yang mulai mengaum…

BRUGG!

Iapun jatuh ketanah.

Di sisi lain, Ryan mengeluarkan senjata Rattle Gun yang belum sempat ia lempar dan menyerang pria yang tadi menyandranya

DORR! DORR! DORR!

Pertarungan bagi Ryan sulit, karena pencahayaan yang minim dan kabut yang entah darimana perlahan mulai menyelimuti lantai goa ini. Ryanpun kesusahan dalam membidik target. Namun Ryan masih unggul karena lawannya hanya membawa pedang.

Akupun masih berhadapan dengan pria pemegang kapak yang kini bangkit kembali. Kusiapkan kuda kuda bersiap menyerangnya. Namun diluar dugaanku, tiba-tiba ada seseorang dari belakang yang mengunci kedua lenganku dari belakang.

“Si-sial! KAU!” ucapku saat mengetahui seseorang yang mengunci pergerakkanku adalah orang yang pernah kujumpai. Pria yang mengenakkan topi yang tempo hari bertubrukkan denganku.

“Hehehe… senang bisa bertemu denganmu lagi” ucap pria berambut biru tua itu sambil tersenyum.

Kini pria pemegang kampak berdiri dihadapanku, “Bagus Coma, kau memang bisa diandalkan”

Iapun menarik tangan kanan ku, lalu mengambil cincin pemberian Kak Gaza.

“Heheh.. misi berhasill” ucapnya dengan senyum lebar memisahkan antara kumis dengan jenggot.

Namun sesuatu diluar dugaan terjadi…

Whusss…

Ctrangg….

Sebilah Throwing Knife tepat mengenai tangan orang itu dan cincin ku pun terjatuh.

“A-APA?! SIAPA YANG MELAKUKAN ITU?! KENAPA BISA BEGINI?!” bentaknya sambil menyari letak jatuhnya cincin.

Lengah, segera aku berontak dan berhasil melarikan diri, akupun segera menjauh darii mereka dan ku pumut kembali setengah Sword Breaker milikku.

“COMA, RENNAC HADAPI MEREKA!” perintah pria itu, sedangkan ia mencari cincin yang terhalangi oleh kabut.

“Tidak semudah itu bandit! LIORA, SERANG MEREKA!” seru sosok dari atas tebing.

Tak lama kemudian sosok makhluk berkaki empat datang berusaha menyerang mereka.

“GERRRR!”

“I-itu Warbeast!” ucapku sedikit terkejut. Namun ada yang aneh, makhluk itu belum pernah kulihat sebelumnya, kulitnya hitam dan ada beberapa corak ungu di beberapa bagian.

“GRAOOO!”

Binatang buas itu mencoba menerkam pria yang kurasa adalah pemimpin mereka.

TRANGG!

Pria itu dengan sigap juga terpaksa, menahan serangan binatang yang disebut Liora menggunakan kapaknya.

“Bi-binatang apa itu…” ucap pria berambut coklat.

“Jangan banyak bicara! Cepat bantu aku”

Pria yang bernama Coma dan Rennacpun segera berlari menghampiri pria itu.

ZREBB!

“Agghhh.. ” erang pria bertopi, lalu menatap Throwing Knife yang menancap di lengannya.

“Pisau ini… juga dialiri listrik huh!” kemudian mengurungkan niatnya untuk membantu rekannya lalu berkata.

“Kau… aku mengenali kau… kau adalah bocah lemah yang berusaha berteman dengan seekor flem kan?” ucapnya sambil menodongkan pisau kearah sosok yang berada diatas.

“Kau salah!”

Whusss…

Kini ia melompat dari atas sana dan mendarat tepat memunggungi kami.

“Aku bukan bocah yang lemah” ucap sosok berjubah hitam itu dengan nada serius.

“D-dia…” ucap Ryan membuatku penasaran.

“Lu kenal dia?” tanyaku.

“Gak, tapi sepertinya gue tau, seandainya apa yg diucapkan pria berjubah biru tua yang bernama Coma itu bener. Berarti gue pernah ketemu sama dia, soalnya gue pernah liat ada anak sepantaran kita, berambut biru, dia dibully sama beberapa orang gara-gara mencoba berteman dengan seekor flem”

Berambut biru?

“Dia sempet ngelawan, namun jelas kalah jumlah dan kalah tanding. Diapun kalah” jelas Ryan.

“Berteman dengan makhluk lemah itu? Emang gak punya temen dia?” tanyaku heran.

“Ya, sepertinya begitu.”

.

TTRANGG!

TRANGG!

Adu kekuatan diantara dua laki-laki berjubah sedang berlangsung…

Derasnya hujan diluar seakan tak mampu mengalahkan suasana panas didalam goa ini.

SLASHH!

TRANGG!

Suasana sengit juga dilalui oleh mereka yang tengah bertarung melawan hewan buas itu.

TRANGG!

“Heh… kau boleh juga bocah!”

“…”

TRANGG!

“Baru kali ini aku bertarung dengan seseorang yang menggunakan Throwing Knife sebagai senjata jarak dekat”

CTRANGG!

Bunyi dari gesekan antar pisau dan belati seakan tak menghalangi mereka berdua dalam berdialog. Seakan music yang mengikuti ritme dari dua pemilik senjata.

“Namun jelas aku tak akan KALAH! HYAA RASAKAN INI !”

“SHINING CUT!” BZETT BZETT BZETTT…

Serangan kombo cepat dari Coma mampu menyentuh lelaki yang tidak kuketahui namanya. Namun sepertinya dia masih baik-baik saja, hanya jubah bagian penutup kepalanya robek dan kini terbuka…

“Hah..hah..” ia sepertinya sudah sampai batasnya…

Hah?! Anak itu kan?

Mengenali siapa dia, aku sontak memanggil namanya

“Kaset!” ucapku keras.

Reflek, Coma dan Ryan bingung lalu menatap kearahku dengan ekspresi heran.

“Apa lu kata?” Tanya Ryan heran.

Namun tanpa membuang kesempatan berharga, lelaki yang kuyakin aku mengenalnya langsung mengeluarkan dua Enforcer dari balik jubahnya…

“Jangan pernah lengah dari dari orang yang kau anggap lemah!”

DUARR DUARR…

Trang… trang…

Dengan sigap, Coma berhasil menagkis dua peluru yang mengarah padanya hanya dengan menggunakan pisau.

“Yan, ayo kita bantu” seruku padanya.

“Lu yakin, liat kakilu, berdarah begitu” balas Ryan mengingatiku

Siall pasti ini gara-gara gue melakukan upper kick

“BODO! Kita gak bisa biarin dia begitu aja kan?” elakku mengabaikan ucapannya.

Lagi, Ryanpun hanya mengangguk sambil membenarkan poisi kacamatanya.

Drap drap drap…

Saat kami hendak membantu, dia malah berkata

“Kalian ngapain, biarin dia urusan gue” ucapnya tegas.

Lantas akupun menjawab “Heh, tapi sori aja ya, namanya temen itu gak akan biarin rekannya kesulitan” jawabku sambil menyiapkan sebelah Sword Breaker ku.

Sempat kulirik dia, setelah aku mengatakan itu ia sempat menekukkan ujung bibirnya ke atas, tersenyum.

.

TRANG!

Senjata kami beradu…

DUARR DUARR!

Dengan lihai ia menghindar dengan berputar diikuti jubahnya…

DORR!

CTRANGG!

Ia menangkis serangan Ryan dengan mudahnya…

“Hoshh… hah…hah..”

Nampaknya masing-masing dari kami memang sudah kelelahan, namun bagaimanapun serangan yang kami berikan selalu bisa ia hindari.

“Kita harus menyusun rencana” ucap Ryan.

“…”

“Hemm..”

Memikirkan pola yang tepat, aku berfikir sejenak…

“Ah! gue tau! Kita maju berbarengan lalu…”

.

Drap.. drap.. drap..

Kami berlari menghampiri dia secara bersamaan, dengan aku yang condong terdepan, aku sudah siap dengan pedang ku…

CTRANGG!

Serangan pertama senjata kami saling beradu…

DORR!

Diikuti serangan Ryan. Lagi, iapun dapat menghindar

DUARR DUARR!

Susul Kaset sehingga ia mengambil jarak kebelakang.

SEKARANG! Teriak batinku

Ryanpun melemparkan pasangan dari Sword Breaker ku, jadi saat ia kembali kuserang dengan Sword Breaker kanan…

CTRANGG…

“Kena kau!”

ZLEBB!

Tanpa ia sadari, aku dapat menusuknya dengan Sword Breaker yang kiri.

“Ba… bagaimana bisa kau…” ujarnya seraya menahan sakit, lalu tertunduk.

“Karena aku memiliki sesuatu yang bernama Kepercayaan… kau dan rekanmu sibuk sendiri-sendiri, sedangkan kami saling percaya yang terbalut dalam kerjasama. Itulah pembeda.”

.

“BROTHERS aku telah menemukannya!”

“Bagus! Sekarang ayo cepat kita tinggalkan binatang dan goa busuk ini”

“STOP!berhenti di situ, kembalikan cincin itu padanya atau teman kalian kubunuh” ucap lelaki yang berhasil kuingat bernama Kasetsu sambil mengarahkan pisau kearah Coma yang lemas tersandra.

“Heh… aku tidak yakin kau mampu melakukannya bocah!” gertak ketua bandit.

“Aku tak akan segan, ia pernah menyakitiku, dan kini waktunya aku membalas dendam, maka kuberi kalian kesempatan, serahkan cincin itu atau ia kubunuh!” tekan Kasetsu semakin tegas sembari memperdekat jarak antar leher dan pisau.

“Baiklah baiklah, beri kami waktu…” ucapnya.

Tak berapa lama…

” sepuluh detik!

HAHA DASAR BOCAH TOLOL! SIAPA YANG PEDULI DENGAN DIA!” ucapnya yang kemudian ia melangkah mundur dan…

Wzungg…

…ia dan rekannya berteleportasi kesesuatu tempat…

“Cih siall… sekarang apa yang akan kita lakukan padanya?” Tanya kasetsu kesal.

“Sebaiknya kita bawa ia kerumah sakit, bagaimanapun ia sudah terluka cukup parah dan ia juga pasti merasa tersakiti karena sudah dihianati temannya” ucapku menanggapi.

“Cih! Mereka sama sekali bukan temanku! Mereka sampah! Uhukk..” timpal Coma.

“Kau, sebaiknya jangan bergerak atau bicara dulu. Ryan, tolong beri dia potion HP Bless 100cc”

“Uhukk… ughh.. bisakah kau ambilkan topi itu dan juga pisau milikmu, aku pinjam sebentar” pintanya sambil menunjuk topi yang terjatuh tak jauh dari kami, akupun memberikannya dan kasetsu meminjamkan pisau miliknya. Sempat terbesit kalau ia akan melawan, namun kurasa dengan kondisinya yang seperti ini, hampir mustahil.

“Topi ini… tanda ikatan BUSUK!” ucapnya diikuti dengan merobek topi itu.

“Hah… aku kini bukan salah satu dari mereka lagi… aku akan melanjutkan studiku sebagai tentara… dan…” ucapnya terputus.

“HEI.. HEI… JANGAN MATI…” ujarku sambl menggoyang-goyangkan tubuhnya.

“Heh… bocah… aku tidak akan mati hanya karena luka seperti ini… kalian memang… uhuk.. bocah yang hebat…” ucapnya menjawab seruanku.

Huh, syukurlah , kalo dia mati ditempat kaya gini, gue bisa repot ngubur mayatnya.

.

Karena kondisi kakiku yang belum pulih, dan kasetsu yang juga terlalu letih karena bertarung, Ryan-pun dengan senang hati menawarkan diri untuk membantu Coma membawanya kerumah sakit, dengan syarat tentunya, aku yang mengganti mesin pembuat peluru itu…

Kasetsu-pun mengajakku untuk mengunjungi tepat tinggalnya.

“Tempat tinggal? Jadi selama ini lu tinggal di sini?” ucapku heran.

“Yap, gue disini bersama Liora. Gw tinggal dari awal dateng setelah mereka ngebully gue.”

“Kalo lu tinggal disini, jangan-jangan jatah mesh lu nomer…”

“E 026” timpalnya.

“Tapi, kalo lu disini, yang sering nyalain lampu disana siapa dong kalo malem?” ucapku makin heran.

“Iya, itu gue… hehe, walaupun tinggal di goa, tapi tetep aja kan kalo buang hajat mah gak boleh sembarangan. Gue emang susah bersosialisasi orangnya, terlalu introvertlah” jelas kasetsu.

*Tingtung

Tiba-tiba ada pesan masuk di WhispApp ku.

“Tar dulu kaset, gue mbaca pesan dulu…” izinku padanya.

[“From : UlfaHardji

Kejadian sosok misterius? Latar belakang? Emm… ohh… kakak inget, dulu kalo gak salah, di goa Chink itu pernah ada kejadian pembantaian massal di era sebelum revolusi, ya lumayan sadis sih, mereka yang gak mau ikut perang dieksekusi, dari disiksa sampai hukum mati. Puncaknya ya pembantaian massal karena menentang pemerintahan.

Katanya, ada sosok misterius yang entah siapa akan dateng yang ditandai dengan adanya kabut di dalem goa. Mereka katanya arwah dari prajurit yang gak terima, dan penampakannya masih menggunakan armor dan senjata lengkap gitu. Tapi dengan luka terakhir mereka :mrinding

Itu doang yang kakak tau, oh ya, kamu jangan kesana dulu ya, sekarang malem jum’at lho. Bye.”]

*Glek…

Aku menelan ludah ku, dan seketika keringat dingin bercucuran

Senjata? Perasaan kalo diinget inget…

Akupun segera mengirim pesan ke Ryan

[“Yan, coba cek, di tas lu masih ada senjata gue gak, yang Sword Breaker itu. Bales cepet!”]

Gak lama Ryan ngebales

[“Masih kok, nih ada di gue senjata intense sword breakerlu, tadi gak jadi gue lempar, karena ditangan kiri lu udah ada senjata warna abu-abu”]

*Glek

Aku kini seakan merinding kuadrat…

Kucek inventory, dan benar saja, di dalamnya ku ambil sebilah pedang berwarna abu-abu kusam yang ujungnya sudah sedikit tumpul

Ya ampun… itu cuma mitos kek.. mitos… mitos…

Ya walaupun dipaksain mitos, yang jadi masalah, siap yang ngelempar senjata ini ke gue…

“Dzof? Lu gak papa? Lu agak pucet? Tanya Kasetsu.

“Ehh.. gue gak papa kok… yang penting sekarang… gue mohon, lu dan gue ke markas sekarang”

“Ke markas? Ngapain?”

“Pokoknya lu gak usah banyak Tanya, lu bawa barang-barang yang lu rasa penting… trus kita pergi dari sini”

“tapi-“

“Se-Ka- Rang” ucapku dengan intonasi sekuat mungkin dengan suara berbisik.

.

.

“Karena saat kau berada dalam perang, ada saatnya senjata yang kau miliki tak bisa digunakan, dan pada saat itulah kau hanya dapat mengandalkan dirimu sendiri”
-Luckman Judge- Ch. 2

CHAPTER 13 END.
Next Chapter > Read Chapter 14:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-14/
Previous Chapter > Read Chapter 12:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-12/
List of Journey For Identity Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-list


Catatan Author

JFI WIKI/Trivia :

Nama : Rudy Mulder
Umur : diatas 40an
Gender : Pria
Profesi : guru di akademi force, baik itu kelas regular atau kelas karyawan (?)

Nama : Coma
Umur : satu taun lebih tua dari tokoh utama, 20an lah
Gender : Pria
Profesi : sniper, sempet stak gegara pergaulan yg gak sehat..
Diambil dari karakter Fire Emblem, maap kalo nggak suka. Tapi emang gambar karakter FElah menjadi inspirasi ku sehingga banyak story terbentuk karnanya.