JOURNEY FOR IDENTITY CHAPTER 5 – OH GOD, WHY
Journey For Identity
Penulis: Bid’ah Slayer
Perlahan apa yang ku lihat mulai pudar, pudar menjadi cahaya yang lama kelamaan menyilaukan
Ughh.. tempat apa ini? Putih sekali, hemm..suara apa itu?
Terdengar olehku suara wanita-wanita ditempat yang menyilaukan ini, namun tak terdengar jelas apa yang mereka bicarakan
Tu.. tunggu dulu, tempat yang putih, suara wanita-wanita, mu.. mungkinkah ini surga? Jadi gue udah…
Belum sempat untuk melanjutkan perkataan ku, aku mulai merasa sosok mereka mendekat, perlahan namun pasti
Eh, kok badan gue kenapa ini? Kok gak bisa digerakin? Eh.. Tolong tolong, mba.. tolong saya mba..
Dua wanita itu kini jaraknya semakin dekat, yang satu nampak rambutnya seleher, sedangkan yang satunya lagi memiliki rambut yang lebih panjang, namun nampaknya mereka tak menghiraukan perkataanku, bukannya menolong supaya badanku dapat bergerak, malah wajah mereka yang perlahan mendekati wajahku
Loh.. mba, ehh… kalian mau ngapain? jangan, saya masih perjaka, tolong.. saya gak berani… tolong… Tolong..
Plak plak plak…
“Kak jangan terlalu keras dong, sakit kan”
“Udah, gak papa, tuh kan, dah mulai kebuka”
Plak Plak Plak..
“Dzofi, bangun.. kamu gak papa kan? Dzofi”
“Hah.. hah.. hah.. Jangan… Lho? Kak Ulfa, Sabila, Dimana ini?” Tanyaku heran dengan nafas yang masih terengah-engah karena kejadian yang barusan terjadi terganti dengan pemandangan wajah dua wanita yang ku kenal
“Kamu lagi diruang kesehatan, soalnya setelah kamu nganterin kakak ke kamarmu, kamu langsung jatuh pingsan, mumpung aja gak berapa lama temen sekamarmu dateng, trus kamu mereka bawa kesini deh”
“Oh begitu, syukurlah” fuih, syukur tadi Cuma mimpi
“Loh Dzofi, kamu kenapa keringetan gitu?” Tanya Sabila
“Ohh.. umm.. tadi mimpi buruk kok Sab, hehehe”
“Mimpi buruk apa mimpi yang aneh-aneh?” timpal Kak Ulfa
“Mimpi buruk kok, kalo mimpi yang aneh-aneh tuh pasti mimpiin kakak, bwek :P” ucapku sambil menjulurkan lidah
“Huh, dasar kamu ini, yaudah, kakak panggil dokternya dulu. Sab, kamu jaga dia ya”
Kak Ulfa-pun melangkah pergi.
Suasanapun menjadi sunyi setelah kepergian Kak Ulfa dari ruangan ini, salah satu dari kami gak ada yang membuka pembicaraan. Akupun melihat keadaan sekitar, rupanya tangan kanan ku sudah terpasang selang infuse, akupun membuka pembicaraan dengan bertanya pada gadis berambut putih itu
“Sab, kira-kira aku sudah berapa lama gak sadar?”
“Sekitar satu hari, tepatnya 26 jam”
“HAH?! 26 jam? Selama itu aku tidur?”
“Iya, kata dokternya ini akibat kondisi mu yang gak fit akibat pengaruh dari perjalanan angkasa”
Gue emang gak mabok darat atau laut, namun rupanya, mungkin istilah mabok angkasa bisa melekat di gue
“Umm Dzofi, makasih ya udah nolongin aku, katanya kamu membopong aku dari arena ke kamarmu sampe muter balik gara-gara gak tau kamarku, aku juga minta maaf udah ngerepotin kamu” ucap Sabila dengan suara khasnya
“Udalah gakusah dipikirin, toh emang udah kewajiban laki-laki , Gimana keadaan badanmu Sab? Dah mendingan kan? ” ucapku menanyakan kondisi badannya yang sebelumnya mengalami status ‘Freeze’
“Udah gak papa kok” ucapnya sambil menurunkan lengan panjangnya
“Coba sini kulihat tanganmu” ucapku memastikan kalau dia benar. Awalnya Sabila enggan, namun saat kubilang Cuma ingin memastikan saja, akhirnya dia mau.
Saat dia memberikan tangannya padaku, nampak tangan putihnya begitu halus, lalu ku asingkan lengan panjangnya, nampak seperti bekas lilitan membekas di lengan putihnya, bekas itu berwarna merah yang sudah memudar. Lalu kusentuh bekas lilitan itu sambil bertanya padanya.
“Ini masih berasa sakit?”
“enggak” ucapnya lembut seperti biasa sambil menggelengkan kepalanya
Sempat untuk beberapa saat aku terpaku melihat wajahnya saat iya menjawab pertanyaanku, lalu mata kamipun saling berhadapan, kini iris birunya memandang iris coklatku.
“…”
“Umm.. , sebenernya aku suka sama kamu, udah lama sebenernya aku nyembunyiin perasaan ini”
Blushh…
Sontak muka kami berdua mulai merah
“…”
Ehh.. entar dulu, perasan gue dia gak ngomong apa-apa, begitu juga gue.
Lalu saat aku mencoba mencari sumber suara, ternyata suara itu berasal dari balik pintu
“Iya, sebenernya aku juga cuka sama kamu~” kembali suara itu muncul dari sana.
“EHH… gak lucu tau, cepet masuk”
Srakk..
Akhirnya merekapun menunjukkan sosok mereka, rupanya itu Adan dan Ryan.
“Weh weh weh, baru juga sembuh boss, masa’ dah marah-marah aja nih” seru Adan
“Iya nih, kalo begitu, mending lu pingsan lagi aja deh haha” timpal Ryan gak mau kalah,
“Terserah kalian lah, Oh iya, Sab kenalin, They are my best Frienemies ; Adan, dan yang pake kacamata namanya Ryan” ucapku memperkenalkan Sabila pada teman-teman rese’ku ini
“Halo, perkenalkan namaku Sabila Rosseblood” ucapnya sambil melemparkan senyum manis
“Eumm.. A.. aku Adan Be.. Bravehert, bahagia bisa bertemu denganmu”
Hemm..? Bahagia? Kata-kata yang gak biasa diucapkan dalam perkenalan, ah gue tau, dia grogi…
“Pffttt.. gak usah grogi gitu dong, hahah” ucapku mengejek Adan yang mungkin baru pertama kali liat senyum manis Sabila
“Kalo namaku Ryan Adani, panggil aku Ryan”
Setelah mereka saling berkenalan tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari koridor yang sepertinya menuju keruangan ini
Tap.. tap.. tap..
Sreekk..
Benar saja, ternyata ada seseorang yang memasuki ruangan ini
Ahh.. itukan, orang tua itu, Ketua dewan juri..
Dengan kumis putihnya yang masih melekat ditempatnya aku langsung mengenali dia
“Wahh.. Pak Ketua dewan juri, senang bertemu dengan anda pak, makasih dah mau njenguk saya pak hehehe…”
“…”
Semua mata tiba-tiba saja langsung tertuju padaku dengan tatapan heran
Ehh.. gue salah ngomong ya? Perasaan enggak deh
“Heii Dzofi, kamu ini gimana sih, dia ini dokter yang ngerawat kamu” ucap Kak Ulfa yang ada dibelakang Ketua dewan juri
Ehh.. Dokter? Sejak kapan? Perasaan terakhir kali gue ketemu dia masih jadi ketua dewan juri deh
“Ehh.. umm.. Serius?” ucapku masih gak yakin dengan ucapan mereka
Lalu orangtua itu menjawab “Hahah.. disini gak ada yang salah, saya ketua dewan juri juga, dokterpun juga”
Hahhh..
Itulah suara yang bisa aku dan teman-teman ku keluarkan, gak nyangka, ternyata dia tua-tua keladi multitalenta.
Dia pun kini melangkah kearahku, sambil mengeluarkan stethoscope-nya ia berkata
“buka bajumu”
Sesaat aku emang agak grogi, mbuka baju trus dipegang pegang cowo rasanyakan geli geli bala. Tapi kufikir ini demi kesehatan! Kesehatan mengalahkan rasa grogi!
Akupun melepaskan kancing baju satu persatu, setelah semua terlepas, kini hanya badan berdada bidang dengan sispek yang masih belum terbentuk tersaji untuk diperiksa.
*Blush
Wajah Sabila-pun memerah melihatku, mungkin ini pertama kalinya bagi dia melihat laki-laki sebayanya bertelanjang dada, mengingat semua saudara kandungnya adalah perempuan.
Akupun memalingkan wajahku ke kak Ulfa, rupanya bagian pipinya juga mulai memerah, namun saat kutatap dia, Kak Ulfa langsung memalingkan wajahnya kearah yang lain.
Namun tiba-tiba saja aku teringat
Ehh… perasaan terakhir kali gue pake baju coklat deh, kenapa sekarang pake baju rumah sakit begini? Si.. siapa yang ngepakein gue baju ini?!
Akupun melihat kearah celana
Nahlo.. celananya juga diganti… be.. berarti…
“Dok.. tunggu sebentar, perasaan terakhir kali saya pake pakean punya saya deh, sekarang kenapa saya pake pakean ini? Siapa yang makein baju saya Dok?..”
Sebelum Dokter ngejawab aku lihat muka muka teman-teman ku, tampang Adan sama Ryan kaya lagi nahan ketawa begitu.. mungkin perkataanku lucu ditelinga mereka, kulihat Sabila mukanya masih berwarna merah, lalu kulihat Kak Ulfa, sama juga, mukanya memerah.
Nampaknya aku benar-benar gak bisa nebak siapa yang melakukannya.
“Perawat, perawat kok” jawab Dokter
“D.. dok, perawatnya cowo apa cewe Dok?” tanyaku memastikan
Mungkin Dokternya sedikit kesel menanggapi petanyaanku, diapun menjawab
“Kamu maunya Laki apa cewe, terserah, kamu pikir aja sendiri”
Mendengar pertanyaan itu, akupun sontak langsung memvisualisasikan keadaan
.
*Perawat Cewe
Gue lagi gak sadar, terus mereka ngelepas baju gue, lalu celana dan dalemannya
Srett..
“Kyaaa…” jerit mereka.
Gak gak gak… itu gak mungkin
*perawat cowo
Ngebuka baju, lalu ngebuka celana dan dalemannya
Srett..
“Ahh~.. Senpai.. punya mu…”
AKHHHH…. Gak gak gak.. sama buruknya, gue malah kaya Yaranaika* begini
.
-_-“
Baru kali ini akal realisitis dan rasional gue mentok, dah ah, apapun yang terjadi, God Only Know lah.
Lalu Dokterpun meletakkan stethoscope-nya di dada ku, sempat terasa dingin saat bagian metal menyentuh kulit ku, akupun merinding sejenak.
Beberapa saat setelah dia mendengarkan detak jantung ku, kini ia mengeluarkan senter dari jas putihnya, ia sorotkan sinar senter itu ke mata ku, bergantian dari yang kanan lalu ke kiri.
“Hemm.. ” ucapnya bergeming
Lalu ia melanjutkan “Saya butuh bantuan disini, kau Nyonya Rosseblood dan Kakaknya, bisa tolong kesini sebentar”
“Sepupu, kakak sepupu” ucap Kak Ulfa mengoreksinya
“Baiklah. kau tolong ambilkan apa yang aku minta ya, aku lupa membawa kacamata membaca ku. Dan kau Nyonya Rosseblood”
“Umm.. Dok, nama itu terlalu formal, terdengar asing buatku, panggil aku Sabila saja”
“Baiklah Sabila, kau tolong periksa suhu tubuhnya, tempelkan saja tangan mu di dahinya. Dan…”
Diapun menghampiri tas miliknya, lalu berusaha mengambil susatu.
“ini dia” ucapnya sambil mengeluarkan dua topi suster/perawat berwarna merah muda dan ditengahnya lambang “+” berwarna merah.
“Kalian pakailah ini” ucap sang Dokter sambil menyodorkan topi itu pada mereka.
Kak Ulfa yang agak enggan menanyakan maksud sang Dokter
“Kenapa harus menggunakan topi ini Dok?”
“Karena sekarang ini saya membutuhkan bantuan tenaga kalian, maka kalian akan menjadi pembantu tenaga medis sementara ini, jadi kurang afdol kalo gak pake topi ini.. Umm.. maksud saya, biar tenang saja pasien nya, supaya berasa dirumah sakit sungguhan”
“…”
Kami semua jadi gak yakin, berasa salah manggil orang, kayanya dia cuma jadi Ketua dewan juri aja deh
“Sugesti.. sugesti.. kalian pasti tahu, itu juga berpengaruh pada pengobatan” ucapnya meyakinkan kami yang berada diruangan ini.
Sabila-pun langsung memakai topi yang Dokter berikan
“A.. apakah ini cocok?”
*Blush *Blush *Blush (TRIPLE BLUSH! *suara dota)
Aku, Adan dan Ryan mendadak muka kami memerah…
Ka.. Kawaii… Soo Kawaii..
Teriak ku dalam hati, wajahnya yang memang imut, irisnya yang biru ditambah topi perawat dan mukanya yang mulai memerah, dia jadi bener bener cantik, apalagi dengan nada bicaranya yang tadi malu malu…
Aaghh.. Sini Sama Om Karung mana karung..
“Kok pada diem, gak cocok ya” lanjutnya
“Co.. cocok kok, banget malah” ucapku spontan langsung menanggapi pertanyaannya.
Adan dan Ryan-pun mengangkat jempol mereka berbarengan tanda setuju.
Kini Sabila dengan ‘kostum’ barunya menghampiriku dan melaksanakan intruksi Dokter. ia menempelkan tangan mulusnya di dahi ku, kini perbedaan suhu antara tubuhku dan tangannya bisa kami rasakan. Tangannya berasa dingin dan sedikit gemetar saat mengasingkan rambut hitam ku dari dahi ku.
Untuk beberapa saat mata kami saling memandang, aku yang sedang berhadapan dengannya mau tak mau tidak bisa mengalihkan pandanganku, begitupun dengannya.
Mukanyapun kini kembali mulai memerah, dan mataku pun seperti tidak bisa lepas untuk memandangnya, namun aku berusaha menjaga sikap ku supaya tidak salah tingkah,
Dheg deg.. Dheg deg.. Dheg deg..
tetapi sepertinya itupun percuma, karena muka ku pun kembali memerah juga.
Entah mengapa, pemeriksaan suhu tubuh ku yang harusnya cuma memakan waktu beberapa saat seperti terasa lebih lama.
Ia-pun menarik tangannya kembali dan mengatakan
“Suhu tubuhnya sepertinya agak hangat Dok”
“Ohh.. seperti yang kuduga. Ulfa, tolong ambilkan injeksi yang bertuliskan “Thiamin HCl and Complex””
“Baik Dok, tunggu sebentar” ucap Kak Ulfa sambil merapihkan rambutnya dan ia kini berusaha memakai topi perawat itu.
Injeksi?.. INJEKSI?! Itukan berarti disuntik
“Dok, mesti disuntik? Kenapa gak secara oral aja Dok?” tanyaku memastikan, barangkali dia khilap
“Disuntik juga dong, Oral nanti juga. Biar cepet sembuh ^^” ucapnya sambil tersenyum dibalik masker yang sudah ia kenakkan.
“Ini Dok” ucap Kak Ulfa memberika Injeksi sesuai permintaan sang Dokter.
“Oh iya, tolong taruh dimeja itu” ucapnya tanpa melihat Kak Ulfa sambil menunjuk meja yang berada disampingku.
Saat yang lainnya melihat Kak Ulfa, semua langsung terpaku
*Blush *Blush *Blush (Triple Blush!)
Ka.. kak Ulfa, gak kaya biasanya, dia peke topi itu cocok banget, jadi keliatan makin cantik, Kalo Sabila kelihatan cantik Kawaii.. tapi kalo Kak Ulfa mungkin cantik mempesona.
Gak.. ini gak mungkin.. ternyata sepupu gue punya sisi lain yang bener bener lain.
Tuck..
“Heii.. Dzofi, kenapa kamu liatin Kakak begitu?” ucapnya sinis sambil nyentil jidat ku
“Ehh.. e..enggak kok, aku gak mikir apa-apa, suer..” ucapku salah tingkah
“Umm.. Ka.. Kak Ulfa keliatan cantik banget” ucap Sabila dengan wajah yang lama kelamaan mulai memerah
*Blush (ULTRA BLUSH!)
Ehh.. bahkan Sabila yang gak kalah cantiknyapun mengakui kecantikan Kak Ulfa..
Lalu Kak Ulfa-pun menanggapi
“Ah.. masa sih? Aku emang jadi cantik ya kalo pake topi ini, awalnya kukira gak cocok lho hahaha…” ucapnya sambil mengibaskan rambut coklatnya yang panjangnya sebahu.
Entah mengapa, saat Kak Ulfa melakukan itu, waktu jadi berjalan melambat, seperti slow motion. Seakan waktu mengizinkan ku untuk ‘menikmati’ sisi lain dari sepupu ku lebih lama.
Namun masa yang singkat itu buyar setelah Ryan berkata “Dok, tolong Dok, si Adan mimisan”
“ADUHH.. kenapa jadi ada yang mimisan segala, nambah-nambah kerjaan aja, kalo begini kerjaan ku gak kelar-kelar” keluh sang Dokter, lalu ia melanjutkan “Ulfa, hentikan pendarahannya lalu setelah itu beri dia pil penambah darah dua tablet”
“Baik Dok”
Lalu kini sang Dokter menyiapkan jarum suntiknya
“Sabila, tolong ambilkan alcohol 70% dan kapas”
“ini Dok” jawab Sabila sambil membawa yang Dokter minta
“Tuangkan alkoholnya di kapas itu.
Nah sekarang saatnya untuk menyuntik” ucapnya berpaling padaku, namun etah mengapa saat dia hendak menyuntik, aku sempat merasakan sedikit kesenangan yang tercurah dan ‘niat’ yang yang kental.
Glup..
akupun menelan ludahku
Ayolah Dzofi, ini hanya disuntik biasa,gak ada orang yang mati gara-gara disuntik. “suntikkan tidak akan membunuh mu, suntikkan tidak akan membunuhmu…”
Ucapan itu terus ku ucap agar akal rasionalku mengalahkan rasa takut ku.
Baiklah! This Is Spartaaa…
Teriak ku kali ini sungguh sungguh dalam hati sambil menjulurkan tangan kiriku.
“Umm.. nak, siapa bilang di tangan kiri mu? Berbalik”
Ehh.. gue gak salah denger kan? Tadi kalo gak salah dia bilang…
“Nak? Kau gak dengar? Berbalik, Balikkan badan mu “
Berbalik…
Berbalik…
Berbalik…
Entah mengapa, kata itu langsung menggema dalam pikiranku..
Whatz?.. berarti gue.. di su.. suntik di pantat dong? Di depan temen-temen gue?
“Dok, yang bener Dok.. saya malu Dok, pliss DOk kasihanilah saya, jangan permalukan saya lebih jauh lagi..” ucapku pasrah, aku dah gak tau mesti ngelakuin apa lagi
“Sayangnya gak ada yang bisa saya perbuat lagi nak, ini dah prosedur kesehatan, sekarang cepat berbalik”
Mau tak mau, aku berbalik dan mendodorkan sedikit celana ku
Srett..
Lagi lagi Dokter berkata “Kurang nak, kalo begitu mau disuntik dimana”
Pfftt…
Suara nahan ketawa udah bisa ku dengar dari mulut kedua temanku yang berada dibelakang dokter. Kak Ulfa-pun juga seakan gak mau ketinggalan ‘pemandangan’ yang entah suatu saat pasti bakal dia ungkit-ungkit buat mengorek luka ku yang nanti dah terlupakan. Bahkan Sabila kini mukanya kembali memerah untuk kesekian kalinya.
Aishh.. matilah gue, matilah gue. Asli malu-maluin banget. Kenapa gue mesti sakit? Memang bener kitab yang pernah gue baca “Kesehatan adalah mahkota yang hanya bisa dilihat oleh orang yang sakit” dan sekarang gue berasa terpuruk banget, gue pengen SEHAT aja!…
*Okey
Dengan muka memelas dan gak ada usaha yang bisa kuperjuangkan lagi, akupun kembali melanjutkan menurunkan celanaku
Srett..
*Taraa…
Kini duo bantalan empuk berwarna coklat muda aku sajikan sebagai tontonan mereka…
“Wouww.. lihat, itu masih mulus wkwk :v ” ucap Adan
“Ahh.. senpai~, bolehkah kusentuh bempermu yang mulus itu, hahah” sahut Ryan gak mau kalah pake Yaranaika mode on.
Wasuu, apanya yang sahabat sejati, gue lagi kesusahan malah ditontonin pake diledekin begini, REMEMBER! I WILL GET MY REVENGEEE!…
Teriakku dalam hati mencatat perkataan mereka yang tak akan aku lupakan!
Bahkan Kak Ulfa-pun juga gak mau ketinggalan berkomentar
“Wah, ini sesuatu yang masih aku ingin lihat dari adik kecilku, kira-kira udah berapa lama ya sejak kita mandi bareng waktu kecil hihihi…” ucapnya dengan tawa kecil.
*Blush
“Kakakkk….” Ucapku menyebutnya dengan nada meninggi dengan posisi tubuh yang tengkurep
“Ahh.. maaf maaf kalo kakak buka kartu, hihihi. Kamukan paling gak suka kalo di ungkit masa kecil mu, apalagi kamu takut banget kalo kakak ci…”
Belum selesai Kak Ulfa menyelesaikan perkataannya, Dokter-pun mencoba menenangkan kami yang ribut
“Stt!..”
Lalu ia melanjutkan “Baiklah Sabila, tolong kau elap pantatnya Dzofi pake alcohol disitu” ucapnya sambil menunjuk entah bagian yang mana, namun sepertinya Sabila enggan, ya iyalah, berasa tabu pastinya.
“Sa.. saya Dok?” ucapnya terbata-bata
“Iyalah, kan kamu yang megang alcohol sama kapasnya”
Aku sempatkan melihat kearah Sabila, nampaknya dia bener-bener grogi, namun, melihat mukanya yang memerah entah mengapa muka ku jadi ikut memerah juga, akupun segera memalingkan wajah ku kedepan.
“Dzofi, maaf kan aku ya..” kata itu yang sempat kudengar dari mulutnya sebelum ia mendaratkan tangannya di pantat ku
Cesss…
Dinginnya alcohol mulai berasa, walau betapapun dinginnya itu mendarat di tempat ‘sakral’ tetep gak bisa ngalahin rasa malu yang sedang aku alami.
Akupun gak boleh kehilangan akal, jangan sampe dengan sentuhan Sabila aku jadi salah tingkah ataupun salah tegang, jadi seketika dia mendaratkan tangannya seketika itu pula aku mencoba menyibukkan pikiranku
Ini demi kesehatan, ini demi kesehatan, satu kali satu sama dengan satu, dua kali dua sama dengan empat, tiga kali tiga sama dengan …
Sampai Sabila selesaipun aku masih menyibukkan pikiranku, namun seketika pikiran ku buyar saat Dokter melakukan…
Plakk..
“Jangan dibawa tegang” ucapnya sambil menampar yang sebelah kanan
Ehh.. Gu.. gue..
Ditampar..
Ditampar..
Ditampar..
Hilang sudah ‘Keperjakaan’ gue… *suram*
Pfftt!…
Suara menahan tawa kini terdengar jelas dari Adan dan Ryan, bahkan Kak Ulfa ternyata juga menahan tawa, namun yang terjadi pada Sabila berbeda, kini dia sudah seperti Tweezer rebus, ah bukan, dia kini seperti Blood King Tweezer…
Tiba-tiba dokter menggenggam’nya’ lalu dia berkata
“Rasanya kaya digigit semut kok”
Ya.. itulah kata-kata termainstream yang sering para Dokter ucapkan untuk mengelabui bocah, sudah ribuan kali aku mendengarnya..
Cyuuutt… jarum suntik kini sudah masuk dalam tubuh ku
ENNGGEHHH….
Aku menggertakkan gigi sekaligus menahan nafas untuk melawan rasa sakitnya
Ceklek..
Tiba-tiba terdengar suara yang gak asing di telinga ku, i.. itu suara kamera ponsel
SOMPRET!.. dasar bajat.. sempet sempetnya mereka menari di atas penderitaan gue
“Oii! apus gak tuh foto!”
“Apuss? Jarang-jarang kita dapet momen begini Fi..” jawab Adan
“Awas lu ya, lu pada kalo kesusahan gak bakal gue bantu! Gue sumpahin hidup lu pada gak Varokah!”
Sepertinya mereka gak menggubris sumpah ku, malahan mereka asik ngobrol dan cekikikan sendiri, yang menyakitkan lagi, aku sempet denger Kak Ulfa minta di Bluetooth-in ke ponselnya.
Kurang asem! Dasar gak tau balas budi, kalo bisa dibilang gue begini gara-gara Kak Ulfa juga kan, nenteng-nenteng badan dia, paraahh..
“Nah, udah selesai. Sekarang Sabila, tolong ambil plester dan letakkan dibekas suntikkannya” ucap sang Dokter
“… Baik Dok” jawab Sabila, namun sebelum ia melakukannya Kak Ulfa menimpali “Biar saya saja Dok”
“Baiklah, Sabila kau boleh istirahat sebentar”
Kini dengan plester yang sudah berada di tangannya, Kak Ulf-pun berjalan mendekatiku
“Ahh.. dah lama gak melihat bagian ini sedeket ini, udah banyak perubahan…”
“Kakak.. udah cepetan langsung tempel gak usah diliatin!” entah dia mengejak atau apa, namun saat aku melihat mukanya, wajahnya tampak memerah
Diapun akhirnya langsung menempelkan plester itu, namun sempat terasa sepertinya tangannya gemetar.
Nah.. akhirnya penderitaan gue berakhir juga
Ucapku lega dalem hati.
“Oke, sekarang kamu tetep berada di ruangan ini, jangan keluar keluar dulu, besok pasti udah sembuh atau mendingan lah. Dan sekarang kamu minum ini buat nurunin panas mu, minum aja kalo berasa panas badan” ucapnya sambil menyodorkan botol berisikan tablet, nampak itu tulisan “Paracetamol”
“Oh ya Dok, kalo minum Antimol boleh gak?” Tanya ku
“Antimol? Buat apa? Harusnya kalo mau minum itu sebelum lepas landas pesawatnya, sekarang ya udah terlanjur, kalo ada pun efeknya dikit” jawab Dokter, lalu dia melanjutkan
“Oh ya, sama minum ini, diminum 2 kapsul, pagi dan sore” ucapnya sambil menyerahkan padaku sebotol berisi kapsul transparan yang ininya sesuatu serbuk berwarna hitam.
“Ini? …” belum sempat aku menanyakannya, Dokter langsung menjawab
“Itu Nigella Sativa atau bahasa buminya Habbatussauda, itu ditemukan di planet Bumi, lalu kami membudidayakannya sebagai obat, literature kuno menyebutkan bahwa itu bisa menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian”
“Baiklah Dok, terimakasih” ucapku padanya
“Tidak perlu berterimakasih, kau hanya perlu sembuh kembali dan lanjutkan hidup mu, perjalanan kalian masih panjang nak” lalu dia melangkah pergi.
Suasana sempat hening sejenak sampai Sabila mengingatkan kalau topinya belum dikembalikan
“Ahh.. Kak Ulfa, topinya..”
“Oh iya, ayo kita kembalikan”
Merekapun berlari menyusul Dokter.
.
“Wah Dzofi, gue bingung, gimana ceritanya lu bisa dikelilingin cewe-cewe yang kaya bidadari itu” ucap Adan
“Ya lu kan tau, kalo Kak Ulfa itu kakak sepupu gue, kita dari kecil dah bareng-bareng”
“Termasuk mandi bareng” timpal Ryan
-/- “… terserah lu dah, trus kalo Sabila, kami itu dah lama saling kenal, sejak di akademi akhir, walaupun kami beda jurusan, dia selalu sempetin mampir ke mesh gue, entah main, cerita cerita atau mbawain makanan buat gue”
“Ohh begitu” ujar Adan, lalu tak berapa lama ia melanjutkan “Eh Dzofi, coba dong tanyain dia, dia suka gak sama gue, ya pokoknya lu comblangin gue gitu”
Akupun langsung jawab “Gak mau”
“Yaelah, kita kan temen, jangan sentiment gitu napa” rayunya
“Gue bukan bilang gak mau, tapi dia sendiri yang dah bilang gak suka”
“Ehh serius lu, kapan dia bilang nya” Tanya Adan penasaran
“Waktu lu dikejar-kejar cewe itu, waktu itu dia lagi duduk-duduk sama temennya, trus mereka liat elu dan ngubuer-uber elu, nah dia salah satu yang gak ngejar elu, katanya dia gak tertarik sama lu. Puas?” ucapku menjelaskan
Entah kenapa, setelah mendengar penjelasanku, dia langsung mengeluarkan aura suram disekeliling tubuhnya sambil mojok disudut ruangan, posisinya kini duduk sambil memeluk kedua lututnya.
Mingkin itu berasa pukulan telak buat dirinya mengingat dia gak pernah ditolak sebelumnya.
“Dah, biarin aja dia, nanti juga busuk sendiri” ucap Ryan
“Eh iya Fi, kalo dia sering main bareng lu, cerita cerita kisahnya, trus ampe bawain makanan, kenapa gak lu tembak aja, barangkali dia ada perasaan sama lu”
Dheg!
Tiba-tiba aja perasaan abstrak itu dateng lagi, perasaan yang mbuat sesek dada. Dengan terbata-bata dan bingung mesti jawab apa, akupun berusaha tetep tenang, walaupun gak ada gunanya nutupin perasaan ini.
“Ehh.. umm.. gimana ya, gue juga gak ngerti sebenernya, menurut gue… ya gue gak paham” ucap gue absurd
“Udah ceritain aja ke kita, toh kita sama-sama laki-laki, gak ada yang perlu disembunyikan” ucap Ryan entah menasihati atau menghasut supaya di bisa ngejek gue kedepannya.
“Umm.. baiklah, gue juga bingung, kadang, ada momen-momen tertentu yang kalo gue berduaan sama Sabila, tiba-tiba dada gue berasa sesek gitu, dedegan dan abstrak. Gue merasa lebih baik mending biasa biasa aja deh, gak usah ada istilah pacaran atau cinta” jelasku
“Hemm.. ” ucapnya menggeming sambil mendekatkan muka berkacamatanya dengan muka ku
“Ato jangan-jangan lu suka sama Kak Ulfa”
“Ehh.. mana ada? Dia kan sepupu gue, gak aci lah” sangkalku
“Tapi lu pernah berasa nyaman gak kalo dideket dia?” tanyanya mengintrogasiku
“…” sejenak aku perfikir, kalo nyaman sih pasti pernah, kamikan memang dah biasa bersama sejak kecil, apalagi memiliki penderitaan yang sama yang membuat kami semakin erat, menurut gue itu sih wajar. Namun saat itu dikaitkan dengan satu kata kecil yang disebut cinta, perlu gue akui, gue sama sekali gak faham.
Lalu akupun menjelaskan kepadanya bahwa kami memang dekat, namun bila dikaitkan denga cinta, aku benar benar tak mengerti, atau bisa dibilang tak mau mengerti.
Setelah Ryan mendengar penjelasanku iapun berkata
“Ya, mungkin kau benar bahwa tidak ada sesuatu itu dengan mereka, namun perlu kau ketahui Dzofi, cintalah yang membuat kau terlahir di dunia ini, karena cintalah kita masih hidup. Mungkin tidak sekarang, atau bukan dengan salah satu dari mereka, namun cinta suatu saat pasti kau memerlukannya dan kau pasti akan mendapatklannya”
Srakk..
Pintupun terbuka, rupanya Kak Ulfa dan Sabila telah kembali, namun nampaknya mereka berdua masih menggunakan topi itu.
“Wah, lagi pada ngomongin hal serius nih kayaknya” ucap Kak Ulfa
“Ehh.. enggak kok Kak, cuma lagi ngomongin hal biasa aja. Eh.. Dzofi kami balik dulu ya” sahut Ryan sekaligus izin pamit.
Saat Ryan berdiri di depan puntu dia berkata
“jangan pernah sekali-kali kau berfikir kalau kau tidak membutuhkannya” ucapnya sambil menaikkan posisi kacamatanya ketempat semula sekaligus menyeret Adan yang masih suram, merekapun meninggalkan ruangan.
.
“Hei Dzofi, kanapa bajunya masih belum kamu pake? Nanti kalo kamu masuk angin gimana?” tegur Kak Ulfa,
Mendengar tegurannya, akupun segera memakai baju ku, namun saat aku hendak mengancingkannya, tangan kak ulfa menepis jari ku
“Dah, biar Kakak aja yang makein”
*Blush
Ke.. kenapa Kak Ulfa jadi begini? Gak kaya biasanya
Namun tiba-tiba aku teringat perkataan Ryan
“Ato jangan-jangan lu suka sama Kak Ulfa?”
“Lu pernah berasa nyaman gak kalo dideket dia?”
Siall? Ini wajar, ini wajar, kan kita dah kaya kakak adik, ini masih wajar
Pikirku mempositivkan apa yang sedang terjadi.
“Nah, udah selesai, jadi rapih deh” ucapnya sambil menghadapkan muka dengan senyumannya kearahku
“Loh kok muka mu jadi merah Dzofi? Kamu panas?”
Iapun meletakkan tangannya diatas dahi ku
“Gak panas kok” ucapnya
Akupun segera memberi alasan yang logis padanya, supaya ia gak tau kalo aku sedang salah tiingkah
“Ehh.. mungkin aku lagi lapar kak, kan dari tadi aku belum makan”
“Oh iya bener juga, infusnya juga udah habis. Sabila, tolong ambil kapas sama alcohol, aku mau nyabut selang infusnya”
“ini Kak” jawab Sabila sambil menyerahkan apa yang Kak Ulfa minta.
Setelah Kak Ulfa menyabut selang infuse dan menutupnya dengan plester, kini ia bertanya padaku
“Kamu sekarang mau makan apa?” sambil tersenyum
“Umm.. kalo boleh, mie rebus deh” jawabku
Namun setelah mendengar jawabanku, Kak Ulfa malah mencubit hidungku sambil berkata
“Teng not! sebenernya Gak ada pilihan” disertai cengiran yang menampakkan gigi putihnya”
“Kalo tau gak ada pilihan ngapain nawarin, Huh” sahutku keki
“Yaudah, Gimana kalo Roti sama Susu, Kakak yang traktir deh, soalnya kan kamu dah nolongin Kakak, gimana?”
Mendengar kata “Susu” entah mengapa mataku langsung ‘Auto Fokus’ untuk beberapa detik sampai akhirnya kupalingkan pandanganku ke wajah Kak Ulfa lagi
“Umm.. oke.. oke.. boleh deh”
Kak Ulfa-pun keluar dan membelikan apa yang ia tawarkan .
“Eh Sab, kenapa kalian masih pake topi itu?” tanyaku penasaran
“Jadi ceritanya, pas kami menghampiri Dokter itu, dia melihat kami berdua masih menggunkan topi ini saat memanggilnya, namun tiba-tiba saja masker yang ia kenakan berubah warna menjadi merah, dan dia langsung bergegas ke kamar mandi, dan saat kami ingatkan tentang topinya dia berkata “Ambillah, itu untuk kalian” sambil berlari kekamar mandi”
“Ohh begitu, hehehe”
Bahkan orangtua bermultitalenta itupun tak sanggup menahan kecantikan dua wanita ini -_-” semoga dia gak jadi maniak perawat deh
Tak berapa lama kemudian Kak Ulfa datang membawa pesanan ku
“Nih makanannya” ucap nya sambil menyodorkan roti dan susu
“Ehh.. kok roti bentuknya aneh? Kaya buaya, trus ini susu apa nih? tulisannya susu sapi, digambarnya beruang, maunya apa?” keluhku
“Yaudah kalo gak mau, sini” timpal Kak Ulfa sambil menarik makanan yang ia berikan
“Ehh.. jangan, aku suka banget kok, ini pasti manis apalagi yang mbeliin hehehe”
“Cih, gombal. Cepet makannya abisin trus minum obat” balasnya ketus
Akupun memakannya dengan lahap, kaya orang gak ketemu makanan berhari-hari
“Kak Ulfa, Dzofi, aku kembali ke kamar ku dulu ya, sudah jam segini, aku takut yang lainnya cemas mencariku” ucap Sabila izin pamit
“Oh iya, makasih ya Sab dah mau bantuin” jawab Kak Ulfa
“Iya, muakasigh ya Shab” ucapku dengan mulut masih penuh makanan
Hap hap hap…
Gluk gluk gluk..
“Ahhh.. lega~ kenyang juga Akhirnya” ucapku bersyukur bisa makan bakanan nyata, bukan nutrisi dari selang infuse.
“Aduh kamu ini, kalo makan kaya anak kecil, lihat tuh temah-remahnya kemana-mana” ucap Kak Ulfa sambil nunjuk sisa-sisa roti di atas kasur
“Ah.. iya, maaf-maaf” akupun berdiri dari atas kasur dan hendak membersihkannya, namun…
Tukk..
Brushh..
Klangg.. klang..
Waduhh, kayanya gue numpahin kaleng susu yang di meja nih
Akupun menoleh perlahan-lahan untuk melihat apa yang telah ku perbuat, namun saaat aku melihat ke tempat kejadian perkara, rupanya susu putih itu membasahi baju bagian dada Kak Ulfa.
….. Kawak…..kwak…..kwak….. *Hening plus suara gagak*
…
…
“Dz.. DZOOOFIII!..”
“Aaa… Ampun kakkkk….”
| “… setampan apapun lelaki itu, itu hanya penampilan fisiknya, tidak menentukan hatinya.” – Sabila Rosseblood- Ch. 2 |
CHAPTER 5 END.
Next Chapter > Read Chapter 6:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-6/
Previous Chapter > Read Chapter 4:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-4/
List of Journey For Identity Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-list

