JOURNEY FOR IDENTITY CHAPTER 9 – FORGET IT!

Journey For Identity
Penulis: Bid’ah Slayer
Drap.. Drap.. Drap…
Aku terus berlari, lurus kedepan hingga sampai dibagian belakang pesawat ini.
Ah.. itu dia pintunya… gue harap gue belom terlambat..
Ceklekk…
“A.. apa-apaan ini?!…”
Akupun terkejut, kini di depan mataku sudah ada enam orang yang merupakan para ahli mekanik terbaring tak sadarkan diri, dengan beberapa lebam di tubuh mereka…
“HEII! APA YANG KAU LAKUKAN?! YAYAN! BERHENTI!…” teriak Kak Rolf pada seseorang di dalam pesawat tempur.
“Kak Rolf! Siapa dia, dan apa yang akan ia lakukan?”
“Dia Ryu! Yayan Ryu Hyan… Kakak kandung Novia” ucapnya sampil terus meneriaki lelaki berambut gondrong berkumis tipis itu untuk berhenti.
“YAYAN! BUKAN BEGINI CARANYA, NOVIA TAK KAN RELA KALAU KAU MELAKUKAN SEMUA INI…” Teriak Kak Rolf padanya
“TAU APA KAU TENTANG ADIKKU?! TENTANG KELUARGAKU?! KAU TIDAKLAH TAU APA-APA!…” teriak Kak Ryu membalasnya
“TIDAK, KAU SALAH! AKU… AKU MENCINTAI ADIKMU… AKU MENCINTAINYA SEJAK DULU…”
“… SUDAH TERLAMBAT, TIDAK ADA WAKTU LAGI!… AKU AKAN MENYELAMATKAN PESAWAT INI, MENYELAMATKAN NOVIA DAN KALIAN… aku akan menyampaikan perasaanmu padanya… wahai sahabat..”
WZIIINGGG…..
Pesawat tempur itupun segera lepas landas…
WHUSSSZZZ….
Meninggalkan kami berdua di sini…
…
“Mengapa… MENGAPA ia melakukan hal itu!… dia selalu saja melakukan hal gila! Dasar ANJING GILA! BRENGSEK!..” kini ia mengucapkan sumpah serapah dan kata-kata kasar dari mulutnya dalam posisinya yang berlutut sambil menundukkan kepalanya, namun aku menyaksikan itu sebagai ratapan atas penyesalan… penyesalan seorang sahabat…
*piipp
“[Maximus.. Maximus Baydzofi.. ada berita gawat!]”
Mendengar pesan suara masuk, aku langsung menghampiri sumber suara untuk membalasnya
“Iya Yan, ada apa?”
“[Arm.. armada asing itu tidak merubah arah, nampaknya bukan datang tanpa tujuan atau sekedar numpang lewat, kini mereka benar-beran menuju kearah kita Maximus… apa yang harus kita lakukan? Mereka tepat di depan kita dalam beberapa detik lagi..]”
“Tenang! Jangan panik Yan, sesuai perintahku sebelumnya, jangan mencari masalah, kondisi kita sungguh tidak diuntungkan bila mendapat serangan la-…”
“[Mereka datang!….]”
…
…
WUSZZZ. WUZZZ.. WUZZ..
WUZZ..
WUZZ..
…
Aku dapat melihat dari jendela pesawat, beberapa armada asing yang dimaksud tepat melintasi pesawat kami begitu saja, tanpa menyerang, tanpa mengusik. Namun itu tidak membuatku tenang sama sekali! Karena kini saat aku menghadap ke belakang…
ratusan titik api semakin lama semakin jelas datang kearah kami…
Itu adalah MASS MISSILE…
“RYANN! MASS MISSILE DATANG!” seruku memberitahukannya
“[APA? KAU PASTI BERCANDA!]”
“CEPAT, KERAHKAN PESAWAT INI MENJAUH DENGAN KECEPATAN PENUH, DAN ARAHKAN MERIAM KEARAH BELAKANG, TEMBAK MISSILE YANG MENDEKAT!”
“[BA.. BAIKK!]”
Goncangan terjadi sesaat Setelah kuperintahkan Ryan untuk menambah kecepatan, dan kini aku mencari beberapa orang tenaga medis untuk membawa para ahli mekanik yang pingsan ke ruang perawatan…
“Kak Rolf, ayo cepat kita kembali keruang pilot!”
“…”
“Cepat Kak! Kalau kita tak bisa selamat dari semua ini, Pengorbanan Kak Ryu tidak ada artinya!”
“…”
iapun langsung berdiri dan berkata “Ayo! Ada sesuatu yang harus kita lakukan agar pengorbanan seseorang berarti!”
“Hemm!” gumamku sambil mengangguk yakin
Drap.. Drap.. Drapp..
Kami kini langsung berlari ke ruang pilot.
.
Cekrekk..
“Ryan bagaimana kondisinya?!” ucapku yang baru datang langsung menanyakan keadaan
“Kita beruntung, armada asing itu tak punya maksud buruk pada kita, namun sebaliknya, lihatlah…”
Kini ia menunjukkan padaku sebuah gambar yang diambil dari kamera belakang
Mu.. mustahil!.. bagaimana mungkin?!
Aku memang sudah mempunyai firasat bila mereka tak akan menyerang kami, namun yang membuatku tak percaya adalah, mereka membantu kami menyelamatkan diri…
Kulihat di layar, titik-titik api yang sebenarnya adalah missile ditembaki oleh mereka yang mengendarai pesawat tempur yang tak pernah diketahui sebelumnya, nampak juga pesawat tempur kami, pesawat tempur yang dikendarai Kak Yayan Ryu Hyan… ia yang berbeda sendiri langsung menyita perhatatianku..
Namun jumlah missile yang ratusan, tak semua bisa mereka tahan..
“Gawat! Puluhan missile itu berhasil lolos, kini mereka tengah mengarah kemari” Seru Ryan panik
Kecepatan missile itu jelas lebih cepat dari pesawat angkasa transport kami, cepat atau lambat kami pasti terkena bila tak menghancurkannya
DZUU… DZUU.. DZUU…
BRUAMM… DUARR.. DUAR.. DUAR..
Tampak pesawat tempur milik NVS-34 sedang melindungi kami dari ‘sentuhan’ missile itu
“Ayo! Jangan mengandalkan mereka” kini Kak Rolf mengambil alih kendali meriam dan menembaki missile-missile itu
“Baik! Ryan! Kendalikan pesawat, hindari missile-missile itu sebisa mungkin!” perintahku sembari mengambil alih meriam kendali yang masih kosong
DZUU.. DZUU.. DZZUU..
DUARR.. DUAR.. DUAARR..
BRUAMM… BRUAMM.. BRRUAAMM…
DUARR.. DUARR.. DUARR…
Ternyata latihanku di tempat penembakan tidaklah percuma.. missile yang bergerak layaknya sasaran tembak bisa dengan mudah kuledakkan… namun masih terlalu dini untuk senang.. missile yang mengejar kami masihlah terlalu banyak
DZZUUU.. BRUARRMMM…..
DUARR.. DUARR.. DUARR..
“Gawat! Mereka terlalu banyak.. aku tak yakin bisa menghindarinya..”
“Cukup kau lakukan yang terbaik Ryan! Kami semua mengandalkanmu…”
BRUUMM!…
“AGGHH!”
guncangan keraspun sangat terasa, Nampaknya satu missile berhasil mengenai kami..
“Gawat! Ada lagi !”
TZUU.. TZUU…
DUARR.. DUARR…
Nampak armada asing itu beru saja menyelamatkan kami, sepertinya kami berhutang budi pada mereka…
“HAHA.. kita mempunyai banyak hutang pada mereka teman-teman, nanti kita patungan ya…” ucapku mencoba mencairkan suasana
“BAGUSS! Missilenya tinggal 19 lagi! ” ujar Ryan dengan sedikit lega
“Baik! Mari kita lakukan yang terbaik!”
BRUAMM.. DZZUU.. TZZUU…
DUARR.. DUAR.. DUAR.. DUARR…
Kini missile masih sekitar 13 lagi, kamipun optimis bahwa kami akan keluar dari perang dadakan ini, namun…
*Dziiingg…
Aghh!..
“AHH! RYANN! MANUVERKAN SEPENUHNYA PESAWAT INI KE KIRII!”
“Kenapa?”
“CEPATT!”
SWWIIIIIIIIIING…
BUAARR! BUARR! BRUAR! DUARR! DUARR!
GREEEEERRRR!…
Tampak sinar partikel jarak jauh yang baru saja diluncurkan berhasil meledakkan dua armada asing dan satu pesawat tempur Bellato, namun tidak diketahui pasti itu milik NVS-34 atau NOV-96. Pesawat angkasa kamipun mengalami ‘gesekan’ sehingga kami mengalami guncangan yang cukup besar. Dan kini ruangan pilot ini bermandikan sinar merah yang sepertinya kondisi kapal ini tidaklah cukup baik dari sebelumnya.
“Dzofi! Kita mengalami serangan yang cukup dalam, namun sisa barrier tinggal tersisa 2% itu artinya, bila kita mendapat serangan lagi, kita akan…”
“STOP!” ucapku menghentikan penjelasannya, aku tak mau kondisi yang kutau sudah buruk masih harus ‘dibumbui’ perkataan buruk,meskipun aku tau memang begitulah kondisinya.
“Sekarang tolong sambungkan aku dengan semua penumpang pesawat ini melalui pesan suara” mintaku padanya
“Baik… sudah terhubung…”
“[Selamat malam Rekan-rekan ku sekalian..
Saat ini ada yang ingin kubicarakan…
tak perlu ku tutupi lagi, sebagian dari kalian juga sudah menyadari kalau kita sedanglah diserang, dampak dari serangan ini sama seperti datangnya serangan ini, keduanya sama-sama tak terduga dan tak dapat diperkirakan.
NAMUN ITU TAK SEPATUTNYA MENGHENTIKAN KITA! MENGHENTIKAN CITA-CITA DAN MASA DEPAN KITA!…
ADAKAH DARI KITA YANG INGIN MENYERAHKAN MASA DEPANNYA PADA KEADAAN BEGITU SAJA?!
SEKARANG AKU MEMOHON PADA KALIAN, PINJAMKAN KEKUATAN KALIAN!…
TOLONG PINJAMKAN KEKUATAN KALIAN!
KITA BERSAMA, BERSATU, BANGKIT!
KALAHKAN RINTANGAN DIDEPAN KITAA!..
MAUKAH KALIAN MEMINJAMKAN KEKUATAN KALIAN?!]” seruku pada seluruh penumpang pesawat ini dengan menggebu-gebu.
dari CCTV, kulihat mereka yang sedang di aula, koridor, ruang kesehatan.. nampak dari ekspresi mereka, sinar di dalam mata mereka… mereka semua mengeluarkan semangat, semangat tak ingin terkalahkan, seakan siap berperang bersama, untuk mencapai tujuan yang sama.
Semangat yang tak terbendung ini seakan membuat atmosphere yang menyelimuti kami semua, rasa dingin atas keputusasaan, gelap ketakutan dan jurang kehampaan, semua itu seakan tak mampu menembus dada-dada kami.
*piipp.. *pip *piippp…
“Dzofii banyak pesan suara masuk” ucap Ryan memberitahuku
“Baik, nyalakan”
“[Maximus.. kami siap bejuang bersama mu!]”
“[Tuan Maximus, ayo berjuang bersama!]”
“[ Maximus, kami siap berjuang dengan segala tenaga dan upaya kami!]”
“[AYYOOO.. MAXIMUSS!]”
Pesan suara yang masuk terdengar begitu gemuruh, itu karena semangat mereka yang sungguh menggetarkan hati tiap insan di pesawat ini.
“[BAIKLAH, MASA DEPAN KITA BERADA DITANGAN KITA!
SEKARANG DENGARKAN KOMANDO KU…
SPECIALIST, KALIAN PERGI KEBAGIAN KANAN PESAWAT INI, SEPERTI BIASA, PERBAIKI BAGIAN YANG RUSAK!
KARENA KERUSAKANNYA LEBIH BESAR DARI SEBELUMNYA, MAKA SAYA MINTA BANTUAN DARI RANGER WARRIOR DAN SPIRITUALIST, TOLONG BAGI KALIAN YANG MAMPU MEMPERBAIKI PESAWAT, MENGE-LAS DAN DAPAT MEMOTONG BESI, BERGABUNGLAH DENGAN SPECIALIST MEMPERBAIKI PESAWAT.
SISANYA, YANG MASIH MEMILIKI KEKUATAN LEBIH, TOLONG BANTU MEREKA YANG MEMPERBAIKI PESAWAT DAN SEBAGIAN LAGI BANTU TENAGA MEDIS.
YANG BISA MENANGANI ORANG SAKIT, TOLONG RAWAT MEREKA.
DAN YANG SAKIT… cepatlah sembuh, kita semua akan berjuang bersama setibanya di Novus nanti.
BAIK! BERGERAK!.. BERGERAK!… BERGERAK!…]”
Setelah ku komandoi mereka, mereka langsung bergerak dengan sigap sesuai perintahku, mereka saling bahu membahu dan bekerjasama.
“Dzofii gawat! Nampaknya missile-missile itu tak semuanya hancur oleh sinar partikel, masih ada 11 missile yang mengejar kita!”
Akupun langsung beralih pada meriam kendaliku…
SIALL!
… meriamku ternyata sudah hancur karena bagian kanan pesawat ini sempat terkena sinar pertikel.
Akupun tak bisa berbuat apa-apa dan tak memberitahukan pada yang lainnya, terlebih lagi armada asing dan pesawat tempur milik NVS-34 jaraknya terlalu jauh, sehingga tembakan dari mereka adalah percuma karena masalah jarak.
“Chandra, Kak Gaza, Antho bagaimana kondisi mereka?” tanyaku pada mereka
“Beberapa operator masih tak sadarkan diri”
“Angga sedang kusembuhkan”
“Tuan Zappeto masih belum sadar”
Jawab Chandra, Antho dan Kak Gaza
“Kuminta kalian berdoalah, karena doa kalian pasti lebih di dengar…”
Karena Kini harapan kami tinggallah Kak Rolf dengan meriamnya.
.
“Dua missile dari arah kiri mendekat!” ucap Ryan
BRUAMM.. BRUAMM..
DUARR.. DUARR..
“Dua lagi dari arah kiri!”
BRUAMM… BRUAMM… BRUAMM..
DUAAR.. DUARR..
“Tiga dari arah kanan!”
…
“Tembak Dzofii!”
DZZUU.. DZUU.. DZUU..
DUARR.. DUARR.. DUAR..
“Baguss” seru Ryan dan yang lainnya, namun tembakkan itu bukanlah berasal dariku, itu dari…
“Itu pesawat tempur kita…” ujar Ryan memberi tahu kita
“Ryu?! Dia berhasil menyusul kita! Hahaha!” seru Kak Rolf dengan nada yang lega
“Heii! Tunggu dulu! Kenapa ia tak menembak missile yang lainnya?…” Tanya Ryan heran
“Dia membalap missile… dia berusaha mendahuluinya…” ujarku dengan nada heran…
“Jangan… jangan bilang dia… dia kehabisan amunisi!…”
Sekarang nampak pesawat yang dipiloti Kak Ryu berada diantara pesawat angkasa kami dengan keempat missile yang mengejar kami.
“Heii! Apa yang dilakukannya disana?! HEI!” Ucap Kak Rolf heran dengan nada tinggi
Tiba-tiba terdengan pesan suara masuk *Tiitt..
“Dzofi.. pesan suara…”
“Dari siapa?”
“… pesawat tempur dibelakang kita…” jawab Ryan
Seketika itu, aku merasakan firasat tak menyenangkan
*Glup..
“Sambungkan…” sahutku…
*tiit…
“[Rolf… kau disana? Sepertinya aku kembali ceroboh seperti biasanya.. aku menghabiskan amunisi ku disaat penting seperti ini hahaha…]”
“Bodoh! Jangan tertawa kau! Cepat kembali kesini sobat…” sahut Kak Rolf
“[kau tau? Aku tadi sempat terkena dampak ledakan dari missile yang ku tembak, betapa bodohnya aku…]”
“[Czeett… Sekarang aku tak bisa mendengar suara mu… zeett..]”
“[Namun ku yakin kau pasti menyuruhku kembali… czeett]”
“[Seperti tahun-tahun sebelumnya… wzeett… selesai mengantarkan para prajurit baru, kita selalu mengadakan pesta sederhana dengan yang lainnya…
namun sepertinya kau harus menyampaikan… akan ada seseorang yang abstain…]”
“BERHENTI! BERHENTI BERBICARA SEPERTI ITU!”
“[Maaf sahabat… aku tak bisa hadir…
czeett…
Ada sesuatu yang harus kulakukan saat ini… dan kurasa kau mengetahui maksudku…]”
“A.. AKU TAK TAU.. AKU TAK MENGERTI APA YANG KAU BICARAKAN.. KEMBALILAH KESINI DAN BERITAU AKU APA MAKSUDMU…” kini Kak Rolf mengucapkannya dengan pipi yang sudah basah oleh aliran air mata
“[Kau tau? Percaya atau tidak, sebelum aku keluar dari pesawat ini, aku bertemu dengannya…
Aku bertemu dengan Novia, Rolf…
Maafkan orang ini… karena saat itu aku belum sempat memberitahukannya tentang perasaan mu…
Rolf.. kau sudah kuanggap sebagai saudara ku.. kau adalah sahabat terbaikk…]”
JDUARR!
BUARR.. DRUAR.. DUARR..
Seketika… pesan suara terputus…
“RYYUUUUU!…”
Suara ledakan yang terdengar seakan ikut meledakkan emosi Kak Rolf… berpisah dengan sahabat… demi melindungi seorang sahabat…
Tanpa kusadari, kini air mata ku serasa mengalir begitu saja dari ujung kedua mataku… menyaksikan prisitiwa yang memisahkan ikatan erat persahabatan mereka…
Susana ruang pilot inipun seketika menjadi hening berkabung…
…
Kini aku mengambil alih pesawat angkasa.
“[Perhatian semuanya
saya ingin memberitahukan pada kalian sesuatu. Kita baru saja berhasil bebas dari serangan, dan jarak kita sudah cukup aman….]”
suara gemuruh sorak soraipun terdengar sampai keruangan pilot ini, jelas mereka sangat senang. Akupun melanjutkan
“[Namun… kita kehilangan satu rekan sejati kita,
dia adalah seorang sahabat yang siap berkorban…
dia adalah ahli mekanik yang tekun…
dan dia adalah seorang kakak yang baik…
Dengan upaya dan pengorbanannyalah… kita bisa selamat hingga detik ini…
Maka dari itu… saya meminta
Mari kita doakan ia, Yayan Ryu Hyan, semoga ia mendapatkan tempat yang lebih baik dan pengorbanannya tidaklah sia-sia…
…
Aamiin]”
…
Beberapa saat kemudian Kakek Zappeto-pun pulih
“Ughh..”
“Tuan Zappeto, jangan memaksakan diri anda…” ucap Kak Gaza sambil terus memilihkan keadaannya
“Eggh.. aku memang sudah tua, pulihpun memakan waktu yang lama… sudah berapa lama aku tak sadarkan diri?” Tanya Kakek pada kami semua
“Dua jam Kek.. kurang lebih dua jam” jawab Ryan setelah melihat chronometernya
“Ohh… pasti sudah banyak yang aku lewatkan… sesaat setelah aku sadar akan datangnya serangan itu berkat Dzofi, aku langsung mengaktivkan barrier… jadi bagaimana keadaan pesawat ini?”
“Pesawat ini sempat terkena serangan… serangan laser jarak jauh yang kami sendiri belum tau siapa pelakunya dan dimana mereka Kek, namun keadaan pesawat ini sudah baik-baik saja, para penumpang pesawat bahu membahu memperbaiki pesawat ini” jelasku padanya
“iya.. dan yang membuat seluruh isi pesawat bergerak berkerja sama adalah seorang kadet yang mengaku-ngaku sebagai Maximus Kek, hahaha…” timpal Ryan
“Mengaku sebagai Maximus? Siapa kadet itu?” ucap Kakek Zappeto
“A.. aku Kek” jawabku sambil mengacungkan tangan
“Hahaha… Maximus Baydzofi? Baiklah Maximus, jadi bagaimana kondisi para penumpang dan awak, apa ada yang terluka?”
“Akibat serangan pertama yang datang secara tak terduga, sebagian besar penumpang pesawat ini mengalami benturan, khususnya di kepala. dan…” jelasku terputus
“Dan?”
“Dan kita kehilangan satu ahli mekanik kita kek” lanjutku menjelaskan
“Ahli mekanik? Siapa dia?!”
“Kak Ryu…”
“Ryu?! Yayan Ryu Hyan?!” ucap Kakek memastikan
“Iya” anggukku
“Ohh… bagaimana semua itu bisa terjadi?” tanyanya murung
“Dia… dia menyelamatkan kita dari kejaran missile Kek… dia mengendarai pesawat tempur, lalu…
Lalu ia mengorbankan dirinya… ” jawabku tersendat, karena terasa berat untuk mengucapkannya…
“Ryu…
Rolf… aku turut menyesal, ia sahabat mu kan? Seandainya aku sebagai kapten pesawat angkasa ini lebih kuat, mungkin saja ini tak akan terjadi…” ucap Kakek menyesal
“Sudahlah Tuan… aku… sudah… mengikhlaskannya, itu ia lakukan semata-mata karena keinginan tulusnya sendiri… aku..
Aku bangga bisa menjadi sahabatnya hingga akhir hayatnya…” sahut Kak Rolf tabah
“Baiklah kalau begitu… aku senang kau bisa menerima kepergiannya Rolf…
Maximus Baydzofi, bisakah aku mengambi alih pesawat ini?”
“Baiklah Kake-..”
Namun sebelum aku selesai bicara. Kak Gaza memotongnya
“Tunggu dulu! Tuan harus istirahat total, kondisi tuan sungguh belum memungkinkan untuk memiloti pesawat angkasa ini!”
“Uhh.. begitu ya? Baiklah. Rolf, ambil kendali pesawat ini, berlatihlah menjadi kapten pesawat ini, karena setibanya di Novus, kau akan naik tingkat…”
“Be.. benarkah Kapten?” Tanya Kak Rolf masih tak percaya, Kakek Zappeto-pun hanya menjawabnya dengan anggukan.
“Baik kapten!” sahutnya dengan hormat dan segera mengambil alih pesawat angkasa ini.
Akupun kini duduk bersandar dibelakang sambil ditemani oleh yang lainnya
“Yan, gue heran, kok penumpang yang laen bisa tau-tau menggil gue Maximus juga? Perasaan gue ngaku begitu cuma ke kapten pesawat sebelah”
“Ya itu semua salah lu, pas lu mbuka speaker buat ngomporin isi pesawat, mikrofonnya gak lu matiin lagi, suara lantang lu yang ngaku sebagai Maximus Baydzofi Hardji kedengeran lah” jawab Ryan sambil mengikuti nada bicaraku saat mengaku sebagai Maximus tadi.
Selang kami saling berbincang, Kakek Zappeto-pun mengumumkan sesuatu
“[Perhatian-perhatian…
Di sini Kapten Zappeto, Kapten Pesawat Angkasa Nov-96 mengumumkan.
Sekarang saya minta anda semua melihat layar yang berada di aula. Bila anda melihat dilayar tersebut tampak sebuah titik biru, maka saya ucapkan…
selamat.
Karena itulah tujuan anda, Planet Novus…]”
Sontak, terdengar sorak sorai bergembira dari para prajurit baru maupun awak kapal, tak ketinggalan aku dan yang lainnya yang berada di ruang pilot ini.
Lampu merah yang menyelimuti kamipun kini padam dan berganti dengan sinar lampu berwarna putih
“[Kita akan tiba kurang lebih 10 jam lagi, maka dari itu lah, persiapkan diri kalian.
Dan satu lagi, mari kita dengar pesan dari ‘Maximus’ kita.
‘Maximus’ silahkan beri pesan…]”
Ternyata Kakek Zappeto masih saja mengungkit ungkit apa yang aku lakukan, aku mau tidak maupun maju kedepan dan berbicara kembli pada seluruh penumpang pesawat…
“Dzofi!..” ucap Ryan memanggil namaku
Namun aku sudah berada di depan mikrofon, dan bersiap untuk bicara
“[Umm.. apa kabar rekan-rekan ku sekalian…]”
Entah mengapa, sepertinya berbeda sekali aku bicara pada mereka, berbeda saat keadaan genting dengan sekarang yang rasanya akupun menjadi gerogi dan tubuhku serasa basah oleh keringat dari dahi ku, walaupun aku hanya melihat tampang mereka melalui CCTV
“[kuharap kalian baik-baik saja,
Umm.. aku memiliki komando, mungkin ini yang terakhir kali untuk kalian laksanakan…
Jagalah kesehatan kalian selalu, persiapkan fisik dan mental dan istirahat yang cukup, karena serpihan kecil dari cita-cita kita yang besar, sudah ada di depan mata dan kita siap menggenggamnya!
Sekian..]”
Sorak-sorai kembali terdengar, kali ini aku mendengar seperti menyebutkan namaku…
“Dzofii, Dzofi..”
Dan..
“Dzofi!.. Dzofii!..”
…Pengelihatan ku begitu saja menjadi memudar…
gelap…
“DZOFI!…”
BRUG!
.
.
“Ayah.. Ayah sama Ibu mau kemana?”
“Ayah sama Ibu mau pergi bertugas Sayang…” ucap lelaki berambut hitam itu pada anaknya sambil mengusap-usap rambutnya yang juga berwarna hitam
“Tapi katanya kita mau liburan bareng… kok Ayah sama Ibu udah mau pergi aja?”
“Panggilan kali ini penting Sayang, Ayah sama Ibu gak bisa ninggalin begitu aja… ini demi bangsa kita, demi kamu juga” ucapnya sambil menyentuh hidung anaknya
Lalu suara seorang wanita menimpali “Iya nih, kok mendadak sih, ini bukannya waktu kita cuti…” ucapnya sambil mempersiapkan perlengkapan dan mengelap senjata Vulcannya
“Yah.. mau gimana lagi, ini kan emang udah tugas kita Ren, lagi pula ini misi penting lho! Kalo gak cepet bisa diambil sama bangsa yang lain” ujar pria itu menjelaskan
Tap.. tap.. tap..
“Kalian sudah mau pergi?” timpal pria tua menghampiri keluarga yang sedang berbincang
“Iya Ayah, panggilan datang pagi ini, kamipun harus berangkat sekarang, Kak Fath dan Istrinya-pun mendapat tugas yang sama, kami menjadi satu kelompok”
“Baguslah, ‘sementara’ kalian pergi bertugas, biar aku yang merawat anak mu dan Fath di sini”
“Terimakasih Ayah, itu sangat membantu”
Lalu satu keluarga lainpun keluar dari rumah itu
“Ayo Sayang, Rays dan Rena sudah menunggu kita”
“Iya.. tapi dia terus menangis tuh”
“HUAA.. Ayah sama Bunda jangan pergi…” rengek gadis berpony tail sambil memeluk ibunya
“Aduh Ulfa, kamu harus ngerti dong, Ayah sama Bunda ada kerjaan, nanti kalo udah selesai kerjanya, kami bawain oleh-oleh deh” bujuk pria berkumis tipis itu pada anaknya yang terus menangis
“Ulfa gak mau oleh-oleh… Ulfa maunya sama Bunda… Huaaa…”
“Sayang.. nanti kalo ibu pulang, ibu bawain bunga deh…” ucap wanita itu sambil membelai rambutnya
“Hiks.. hiks.. bu.. bunga?”
“Iya, bunga yang cantik, yang belum kamu pernah lihat sebelumnya”
Sementara mereka sedang menenangkan anak-anaknya, pria tua itu memanggil para putranya
“Fath.. Rays, bisa kita bicara sebentar?”
“Iya Ayah..” jawab mereka bersamaan. Lalu ketiganya memasuki ruang tertutup di rumah itu.
…
Beberapa saat berlalu, keluarlah Fath dari ruangan itu…
Lalu Istrinya menghampirinya seraya bertanya “Fath, apa yang terjadi, dan apa yang kau bawa itu?”
“Ohh.. kami hanya membicarakan sesuatu, ini, Ayah memberikan kita ini, satu set armor tingkat 55 plus tujuh, untuk mu ranger, tipe Sharp Intense dan untuk ku warrior, tipe Strong Intense”
“A.. aku tak tau kalau Ayah mu mempunyai ini” sahutnya heran dengan pemberian dari mertuanya
“Aku juga tidak, kurasa ini adalah pakaian saat ia muda dulu”
Mengetahui ayahnya belum keluar, anak berambut hitam berjalan mendekati ruangan itu dan menunggunya, namun saat ia menunggu ayahnya keluar, ia mendengar percakapan mereka
“Rays, entah mengapa… aku memiliki suatu firasat”
“Aku tau Yah, akupun mengalami mimpi janggal semalam”
“Mimpi?”
“Iya, dalam mimpi itu, aku seakan menjadi orang lain, namun aku tidak mengendalikan tubuhku, hanya visualnya saja, aku mampu berbicara pada Accretian dan Corite…”
“Hemm… baiklah, ini ambillah, dua set armor, untuk mu dan istri mu, warrior Strong Intense dan ranger Sharp Intense”
“… Terimakasih Ayah”
“Iya.. dan ambil juga ini…”
“Ini.. kalung?…”
“Iya.. pakai ini saat kau mencapai ekspedisi mu di benua asing itu, kurasa itu sudah sepatutnya milik mu, semoga itu dapat membantumu”
“Tapi.. ini sepertinya milik perempuan…”
“Sudah. Turuti saja perintah ku, cepat sana, yang lain pasti sudah menunggu”
“Baik Yah”
*Ckrek..
Lalu Rays-pun keluar dari ruangan itu dan langsung menjumpai anaknya di depan pintu
“Dzofi? Apa yang kau lakukan di sini?”
“…” anak itu tidak menjawab
Lalu Rays-pun menggandeng tangan Dzofi berjalan keluar. Disana sudah ada Fath dan istrinya yang sedang menenangkan Ulfa yang kembali menangis
“Huwaaa…”
“…” Dzofi-pun di sana hanya berdiri sambil menundukkan kepalanya tanpa mengucapkan sepatah katapun
“Nak…” sebut Rays memanggil anaknya
“…”
“Sudahlah Nak… kamu gak perlu merasa kuat di depan Ayah…” ucap Rays sambil memeluk tubuh anaknya “Lepaskanlah Nak… Ayah tau kamu pasti sedih, wajar kok Sayang…”
Dibilangi seperti itu, bocah lima tahun yang mencoba menguatkan hatinyapun akhirnya luluh juga, ia menangis dipelukan ayahnya dalam-dalam
“… huuu.. hiks… huuu…”
“Menangislah… gak usah ditahan, buat hati mu puas… “
“tapi inget.. suatu saat kita pasti ketemu lagi kok, jadi jangan terlalu bersedih lagi ya…” ucapnya sambil membelai rambut anaknya
“Huuu.. hiks.. hiks.. huu..”
“Ayah boleh minta sesuatu sama kamu Dzofi?”
Anak itupun kini mendongakkan wajahnya keatas, kearah ayahnya
“… Hiks, minta apa Yah?…” ucapnya dengan matanya yang masih basah oleh linangan air mata
“Ayah minta kamu berjanji… selama Ayah gak ada, tolong kamu bantu Kakek ya, jangan ngerepotin, jadi anak Ayah yang mandiri, bisa?”
“Bisa” jawab anak itu singkat seraya mengangguk
“Dan juga lindungi keluarga kamu yang ada disini, lindungi Kak Ulfa… kamukan laki-laki, laki-laki harus kuat dan ngelindungin perempuan ya…”
“Iya…”
Rays-pun menggenggam jari kelingking anaknya dengan jari kelingkingnya
“Janji kelingking” ucap anak itu
“Iya, Janji kelingking, tepati ya” jawabnya sambil membelai rambutnya.
Iyapun menyudahi pelukannya, dan berdiri lalu berkata “Ayah, aku pergi dulu, Dzofi, Ayah sama Ibu pergi ya…”
Merekapun segera menaiki mobil yang sudah menjemput mereka…
Sementara itu, seorang gadis kecil masih belum mau melepakan pelukan pada ibunya
“Ulfa, Bunda sama Ayah mau berangkat nih.. udah dijemput tuh…”
“Tapi… tapi… hiks.. hikss..” jawab gadis itu sambil mengusap matanya yang kembali basah
“Udah.. cup.. cup.. cup..” ucap wanita yang dipanggil Bunda sambil menepuk punggungnya “Ini buat kamu…” wanita itupun melepaskan anting sebelah kirinya, lalu memasangkan ketelinga anaknya yang sebelah kanan.
“Anting.. anting pertamaku…” ujar gadis itu lebih tenang dari sebelumnya
“Iya, kamukan udah gede… jadi Bunda kasih itu, Bunda pakai disebelah kanan, kamu juga pakai disebelah kanan, itu supaya selama Bunda pergi, Bunda bisa mendengar apa yang kamu dengar”
“… ma-makasih ya Bunda…”
“Iya *kiss* Bunda pergi dulu ya Sayang…” ucapnya sambil mencium kening gadisnya
Kini sepasang orangtua dari gadis berambut coklat itupun menaiki mobil yang sudah menanti mereka
. . .
“Ayo, lambaikan tangan kalian…” seru Pria Tua dibelakang mereka, kedua bocah itupun menurutinya.
Sambil melambaikan tangan kirinya, anak lelaki itu menggerakkan tangan kanannya untuk menggapai tangan kiri sepupunya…
Merekapun saling bergenggaman tangan seiring Mobil yang ditumpangi orangtua mereka semakin lama semakin jauh meninggalkan mereka… dan akhirnya tak terjangkau oleh pengelihatan mereka…
“Dzofi”
…
“Dzofi!”
Ughh.. kenapa?… dimana?… semalam berbuaaaat apaa?… ehh! Kepala gue berasa berat begini, agak pusing, tapi kenapa lirik nyanyian Rindu Band yang ada dikepala gue?
Akupun kini mencoba menyadari apa yang sedang terjadi
“I-ini di rua-…” belum selesai aku bicara, seorang lelaki yang sebelumnya memanggil namaku langsung memotong perkataanku
“Ruang kesehatan”
“Kenapa?…” ucapku heran sambil mengelus kepala, namun aku langsung terkejut “Ke-kenapa kepala gue diperban?!” seruku makin heran dengan nada tinggi
“Kenapa? Karena kepala lu bocor…” jawabnya
“Ehh?! Bo-bocor?”
“Iya, bochor.. bochor.. liat nih” jawab lelaki itu sambil menunjukkan bajuku yang sudah bernodakan darah dibagian kerah leher dan pundak “Lu aja gak nyadar kalo pala lu bocor sampe baju ini lepek, apalagi orang lain”
“Guepun baru nyadar kalo darah ngalir begitu aja dari kepala lu saat elu ngasi kata sambutan terakhir via mikrofon, waktu itu lampu darurat yang warnanya merah dah padam, jadi gue langusng sadar kalo yg basah dibaju lu itu darah. gue panggil nama lu, elu malah cuek, trus pingsan deh…” jelasnya padaku
“Ohh.. begitu ya, makasih ya, tapi…”
ada sesuatu hal yang masih mengganjal pikiranku
“Tapi apa?” sahutnya
“Umm… Anda siapa ya?”
“Mereka yang telah tiada akan ditempatkan ditempat yang lebih baik, disalahsatu tempat yang bersinar itu” -Yosuro Hardji (The Legend Berserker)- Ch. 2 |
CHAPTER 9 END.
Next Chapter > Read Chapter 10:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-10/
Previous Chapter > Read Chapter 8:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-8/
List of Journey For Identity Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/jfi-chapter-list