LAKE CHAPTER 4 – WHICH PATH DO I HAVE TO WALK

Lake
Penulis: Mie Rebus
3 bulan setelah kelulusan, gw masih galau tentukan kelas lanjutan apa yang akan diambil. Elka dan Alecto udah lebih dulu ambil pilihan. Seperti yang pernah dibilang perempuan berambut coklat, dia ambil kelas Sniper. Sedangkan impian Alecto adalah jadi Hidden Soldier legendaris, makanya dia jadi Desperado. Padahal ga lama lagi, para kadet dari kelas tengah lanjutan bakal naik pangkat. Artinya, wajib pilih kelas akhir. Selama 3 bulan terakhir, gw udah dikasih misi-misi kelas lanjutan, karena pangkat udah Letnan biarpun kelas masih Ranger.
Untuk penempatan tugas pun, masih belum tentukan ke mana akan bergabung. Alecto lebih dulu gabung Badan Intelijen Pusat. Wew, ga sangka dia bakal diterima di Intel. Secara, otaknya kan cuma setengah.
Gimana dengan Elka? Yaaa, sebagai lulusan terbaik Ranger Corps, tentu dia direkomendasikan masuk Divisi Artileri yang merupakan pasukan Elitenya Federasi. Tapi dia ga mau. Katanya pengen ikut gw aja.
Bukannya ga senang dia bilang gitu, tapi kalo terus-terusan diikuti, kapan gw bisa mandiri?
Hari ini gw ditugaskan di Gurun Sette. Menurut laporan, di daratan Nadir ada Isis ngamuk dan menyerang siapa aja yang ditemuinya. Terus gw dikirim sebagai bala bantuan untuk antisipasi masalah tersebut, walaupun ga yakin bisa banyak bantu. Secara, Isis, kapten! Animus andalan Grazier.
Sesampainya di portal Sette, gw bergegas ke tempat kejadian perkara. Di perjalanan seraya menyiagakan busur beam, boleh pinjam dari Elka. Maklum, belum ada dalant buat beli baru. Haha. Begitu menginjakkan kaki di Daratan Nadir, ga ada tanda kehidupan sama sekali. Sepi banget, berasa kuburan. Cuma angin gurun panas berhembus, bikin pasir-pasir beterbangan. Suasana kok jadi mencekam ya?
Tiba-tiba terdengar suara pedang saling beradu. Gw beralih fokus ke sumber suara. Dan kaget setengah mati begitu liat Isis merah di sana. Sesosok Bellato sibuk menangkis serangan-serangannya. Oii, oii, serius nih?! Isis yang dimaksud ternyata Isis merah?! Amy Grade?! Gila, ini mah bukan tugas buat diatasi prajurit bau kencur kayak gw! Asli ga ngotak nih para petinggi yang kasih misi ini.
Bellato yang sepertinya Shield Miller itu benar-benar kewalahan, kondisinya kacau banget. Pedang dan perisainya retak di sana-sini. Armornya hancur di bagian lengan, luka-lukanya ga bisa dibilang ringan. Darah mengalir dari kepala dan perutnya sobek kena serangan Isis merah.
Aduh… maju ga ya? Maju ga ya? Ragu-ragu nih. Mau majuin, tapi takut serangan gw cuma geli-geli doang. Kalo tetap diam atau kabur, bakal dicap pengecut. Meninggalkan kawan prajurit dalam kesulitan, sungguh berlawanan dari kode kemiliteran yang selama ini diajarkan Conquest Borr. Sementara sibuk mikir, Isis merah itu masih asik nyolek-nyolek Si Shield Miller. Yah, bobo deh tu orang.
Ahhh demmit! Ya kali gw cuma nonton dia dijitak Isis.
“Fast Shot!” Serangan kejutan tereksekusi dengan baik, dengan beberapa tembakan panah sambil lompat mendekat.
Kena! gw berhasil alihkan perhatian Isis tersebut, bikin dia meninggalkan Shield Miller tadi dalam keadaan sekarat. Oh, shite! Dia terlihat marah, dan seketika menerjang dengan kecepatan penuh sembari bersiap menyabet pedang panjang super menyeramkannya ke gw.
“Hee?” itulah reaksi gw saat tersadar Isis itu udah di depan mata dalam waktu singkat.
Faaakkk! Seram amat, cok! Untung reflek selalu bekerja di saat kritis. Menunduk secepat yang gw bisa, untuk hindari sabetannya. Tapi Isis belum selesai, ia segera menghujam pedangnya ke tanah.
Ledakan cukup besar tercipta akibat hujaman pedangnya.
“Se-selamat,” Bisik gw ke diri sendiri. Ajaib… masih sempat berguling ke samping tadi. Telat sepersekian detik aja, bisa gepeng gw. Isis terlihat kesulitan mencabut pedangnya dari tanah. Lubang berukuran sedang membekas di tempat gw berpijak tadi. Ah… merinding liatnya.
Harus jaga jarak! Ga ada kesempatan menang dari pertarungan jarak dekat. Isis jelas lebih superior. Shite! Belum sempat ambil jarak, Isis tersebut berhasil cabut pedangnya yang nyangkut. Lagi-lagi dengan kecepatan yang ga bisa dipercaya, dia maju, “Ohh… ayolah, kasih gw napas kek!”
“Fast Shot! Concussive Shot! Multi Shot! Nge Shot!” segala macam shot gw keluarkan, berharap itu bisa menghentikan gerakannya. Atau paling ga, melambatkan deh.
Semua usaha sia-sia, semua panah yang beterbangan ke arahnya ditebas-tebas. Isis sama sekali ga mengurangi kecepatan. Gawaat! Gawaat!
“Waaaaakkkhh!” Gw udah coba menghindar, tapi timingnya telat. Alhasil serangannya menyambar lengan dan paha sekaligus. Gw jatuh terduduk sambil pegang lengan yang sobek panjang banget. Ahhh.. berasa hampir putus. Darah langsung mengalir di sekujur tangan dan kaki.
Setelah sukses melumpuhkan lawan, Isis kembali berdiri di hadapan gw dengan anggunnya. Jarak antara mata gw, dan ujung pedang emasnya cuma terpisah beberapa senti. Bagaikan bidadari kematian yang siap cabut nyawa kapanpun. Ugghh! Apa gw bakal beneran mati? Biasanya sih, Elka yang selalu datang di saat hidup mati kaya gini. Tapi dia lagi jalani misinya sendiri, ga mungkinlah dia bakal muncul. Ugh, gw kehilangan cukup banyak darah kayaknya. Meskipun luka di kaki ga separah lengan, rasanya percuma. Kondisi 100% aja sulit mengimbangi, apalagi kaya gini?
Ya ampun, umur gw pendek amat. Belum perang, udah meninggal duluan. Bahkan belum pernah pacaran! Woii!
Isis mengangkat sebelah tangannya, bersiap untuk serangan terakhir. Gw cuma bisa tatap dia dengan tatapan amarah. Tapi wajah Isis tetap dingin tanpa ekspresi.
“Mati di tangan Animus ga bertuan, hah? Ga keren banget,” oceh gw berlaga sok keren. Bisa jadi inilah kata-kata terakhir yang ga pernah didengar orang lain, selain diri sendiri.
Isis melayang kan pedangnya, gw udah pasrah, dan tutup mata menanti ajal.
…
BLUGH!
Gw dengar kaya ada sesuatu jatuh. Pandangan masih gelap. Udah mati nih? Kok ga berasa apa-apa? Sedikit-sedikit, buka mata. Isis ga lagi berada di depan gw. Melainkan, udah berdiri Bellato berjubah putih memunggungi begitu gagah. Jubahnya tersibak ke samping akibat hembusan angin.
Terlihat armor berwarna biru gelap yang ia kenakan. Di kedua tangannya pegang pedang yang… indah. Well, untuk disebut pedang ukurannya lebih pendek dari pedang kebanyakan. Yang kiri bersinar kuning, yang kanan keluar sinar hijau. Apa dia Berserker?
“Saya penasaran mana yang lebih sehat? Buah sebagai pencuci mulut, atau buah sebagai makanan pembuka?” Ia bertanya, tanpa liat ke gw.
Apa sih? Datang-datang nanya hal aneh. Alih-alih jawab, gw malah balik nanya, “Siapa lu? Kenapa lu menolong gw?” bukannya ga bersyukur, tapi curiga aja.
“Kenapa?” balasnya dengan pertanyaan lain, “kok pertanyaanmu aneh?”
Saat kita sibuk saling lempar pertanyaan, Isis merah bangkit! Satu tangannya hilang, putus. Dan geletak ga jauh dari gw. Jangan-jangan, suara yang tadi tuh tangan Isis yang jatuh? Gara-gara orang ini? Siapa dia yang sekali tebas bisa memutus tangan Isis? Darah mengucur dari lengan Isis tersebut. Wew, baru tau kalo animus bisa berdarah.
“Simpan dulu pertanyaanmu, Ranger muda. Baiknya tolong dulu kawan kita yang pingsan di sana,” dia arahkan pedangnya yang bersinar hijau, ke arah Shield Miller yang dari tadi belum bergerak. Gw berpindah tempat, tapi biarpun dia bilang ‘tolong dulu’, gw ga begitu paham masalah medis. Jadi cuma bisa kasih pertolongan pertama sekadarnya aja.
Isis dan pria misterius belum bergerak sekali. Terasa tekanan Force luar biasa dari orang ini, menyelimuti udara di sekitarnya. Monster! Kenapa gw selalu bertemu orang-orang berbahaya sih? Tampaknya, tekanan Forcenya ga berpengaruh buat Si Isis. Malah kayanya Isis makin geram.
Keduanya bergerak barengan. Kecepatan Isis ga berkurang walau udah luka begitu. Yang bikin gw kagum, si Berserker mampu imbangi kecepatan Isis. Ga, malah sedikit lebih cepat.
Mereka saling beradu pedang! Wow! Hampir ga bisa diliat pergerakan mereka. Edan, Berserker itu keliatan mendominasi pertarungan karena Isis cuma pake satu tangan doang. Mereka bergerak ke sana-sini, lompat-lompatan. Garis kuning-hijau berasal dari pedangnya menghias tiap gerakan yang dilakukan si Berserker. Keren! Langkah potong tangan yang dia lakukan tadi tepat banget.
Dia menghalau tangan Isis ke angkasa, Isisnya hilang keseimbangan! Celah!
“Blood Stained Throat,” terus dia salto ke depan seraya 3 kali tebasan vertikal mengiris tenggorokan Isis sampe ke dada dalam waktu kurang dari sedetik. Nice paraah! Isis merah itu langsung roboh ke belakang.
Melihat Isis itu roboh, dia masukkan kedua pedang indah itu kembali ke inventori 4 dimensinya yang terdapat di balik jubah, lalu mendekat pada kami berdua. Berserker ngeri banget. Benar-benar mesin petarung.
Dia keluarkan botol dengan cairan merah. Healing pots kayaknya, tapi kok keliatan kental ya? Diminumkannya cairan tersebut ke Shield Miller yang masih belum sadar, terus ia memompa dadanya beberapa kali.
Sejenak kemudian, Shield Miller tersebut sadar juga.
“Udah enakan, Jizzkar?” tanya pria itu pada Shield Miller yang sepertinya bernama Jizzkar.
“Ko-Komandan!” Seru Jizzkar, “maaf, saya lalai laksanakan misi. Sampai membuat anda turun tangan,” Komandan? Apa orang ini komandan pasukan? Kok gw ga pernah tau ya? Jizzkar yang tadinya keliatan lega, ekspresinya berubah dan segera menjauhi gw. Heyy, heyy! Gw hampir mati gara-gara menolong lu tau!
“Udahlah, ga usah dipikirkan. Masalah beres. Mari kita pulang,” ajaknya, “Oh ya, Ranger muda. Saya belum jawab pertanyaanmu, ya?” dia bertanya (lagi) ke gw, “nama saya Gatan. Sentinel, Maximus Gatan Valsynvis. Komandan Resimen 1, Join Task Force,” raut kekagetan sama sekali ga bisa gw sembunyikan setelah tau kalo dia bukan Berserker.
Gilaa, Sentinel kan Class dasarnya Ranger. Tapi tadi dia sama sekali ga pake senjata Range! Setelah gw perhatikan lagi, emang sih armornya ga kayak Berserker. Lebih mirip Ranger, tapi lebih tebal. Tepatnya gabungan antara armor Berserker dan Ranger.
“Ga ada alasan khusus untuk menolong kamu. Kita kan sesama Bellato,” lanjutnya santai, jawab pertanyaan yang tadi belum sempat terjawab.
Waaw, ini orang superrr cool! Pembawaannya tenang dan santai, ga bakal ada yang sangka kalo dia Komandan Resimen berpangkat Maximus.
Pas di perjalanan balik, keliatan Si Shield Miller segan, dan ga tenang dekat-dekat gw. Ga kaya Maximus Gatan, kalem aja gitu. Tiba-tiba terasa aura aneh mendera, berasal dari belakang. Begitu kita bertiga tengok ke belakang, Isis merah yang tadi tumbang kini bangkit lagi.
Raut muka gw dan Jizzkar berubah tegang. Ya iyalah, Isis merah itu kayak mimpi buruk buat kita berdua.
“Jizzkar!” seru Maximus Gatan, “Bawa anak ini kembali ke Markas, dan panggil bala bantuan. Terutama dari Resimen 1! Saya akan ulur waktu.”
“SI-SIAP, MAXIMUS! Balasnya lantang.
“Saya menolak!” kata gw tegas, “kalian aja yang cari bantuan, saya punya misi untuk ditangani,” Ciailaah gaya banget, padahal kaki gemetar dari tadi. Satu-satunya alasan beranikan diri karena lagi-lagi gw diselamatkan orang lain. Gw udah janji ga bakal lari dari masalah lagi. Lagian, mana bisa biarkan penyelamat gw bertarung sendirian, kan?
Maximus Gatan dan Jizzkar sempat cengo dengar respon gw barusan. Yakin, ga ada yang menduga gw bakal mengucap kata-kata songong begitu. Harapan gw sih, mereka ga serius menanggapinya. Kalo sampe ditinggal sendiri buat lawan Isis, mewek gw yang ada.
“Woi, woi! Ini perintah langsung dari komandan! Lu berani bantah?!” Kata Jizzkar lantang.
Gw balas aja, “Komandan lu, kan? Bukan gw?”
“A-anak ini…”
“Biarkan, Jizzkar. Cepat sana panggil bantuan!” Maximus Gatan kasih perintah kedua kalinya, “jangan salahkan saya kalo kamu meninggal ya! Hahaha.” Gelak tawanya membahana.
“SIAAAAPP!”
Gw keluarkan busur beam lagi, masuk ke mode tempur! Maximus Gatan kembali menghunus kedua pedangnya dan maju duluan. Gw coba cover dengan beberapa tembakan pengalih perhatian. Tapi sia-sia, serangan panah diblok semua. Kayaknya ini Isis malah jadi lebih garang dari yang tadi. Liat hal itu, Maximus Gatan ga gentar. Sementara Jizzkar lari ke portal, tersisa kita berdua di sini.
Mereka berbenturan dalam kecepatan tinggi. Senjata mereka kembali beradu, dan hasilkan tekanan force yang hebat meluas dari titik sumbu peraduan. Jubah Maximus Gatan pun jadi berkibar ga beraturan. Gw coba bidik Isis merah itu, namun ragu-ragu untuk lepas anak panah. Gerakan mereka gesit banget. Takut ada gerakan mendadak, nanti bisa salah sasaran.
Isis melayangkan pedang secara horizontal ke arah perut lawan, Gatan sedikit mundur untuk menghindar. Setelah mundur dikit, ia langsung mendekat cepat. Isis ga tinggal diam, dengan gerakan menusuk, incar kepala Maximus Gatan. Tapi gagal, Maximus bisa liat itu. Cukup dengan miringkan kepala aja, pedang Isis memoles tipis pelipis kirinya. Dengan satu gerakan memutar, Maximis Gatan arahkan kedua pedangnya, berusaha belah badan Isis dari kiri ke kanan.
Serangan Maximus Gatan ditangkis! Tapi belum selesai! Pedang yang ada di tangan kanannya, tetap diadu dengan pedang Isis, pria berambut spike hitam itu pun lompat dan berusaha lancarkan tusukan pedang di tangan kirinya ke bahu Isis. Seakan sadar akan hal itu, Isis yang ga punya tempat lagi buat menghindar, justru mendekat ke tubuh Maximus Gatan. Sehingga tusukannya meleset ke belakang punggung Isis.
“Tsk,” terjebak dalam jarak yang begitu dekat dengan Isis, kalo orang biasa liat, mungkin kaya mereka berdua tuh mau pelukan. Sambil masing-masing bawa pedang, mau bunuh-bunuhan, “Haaah!” Maximus Gatan melakukan sedikit dorongan supaya ada celah, “Blood Straight… Thrust!”
Sumpah kaya lagi nonton sulap, di mata gw, Maximus Gatan meledak dari tempatnya melakukan kuda-kuda. Darahnya bececeran di udara, sepersekian detik kemudian segaris kilatan Kuning dan hijau, melesat cepat tembus tubuh Isis. Darah tadi berkumpul lagi di belakang Isis. Membentuk lagi tubuh Sentinel senior tanpa tergores luka sedikitpun, ia menyilangkan kedua tangan di depan, tinggalkan lubang di tubuh Isis.
Isis itu masih berdiri! Gila! Jangan-jangan Isis merah ga bisa mati?! Sakti banget! Padahal tubuhnya udah amburadul gitu.
“Ciihh… serangan kacangan udah ga mempan rupanya.” Serangan kacangan katanya? Ya kali … situ becanda, pak? “Ranger muda, kamu bisa ulur waktu? Saya akan selesaikan pake skill ini. Tapi persiapannya butuh waktu.” Pinta Maximus Gatan.
“Baik! Akan saya coba!” Maximus Gatan akhirnya mundur, dan rentangkan kedua tangannya yang pegang pedang, lalu dihunuskan keduanya ke langit, kayak lagi kumpulkan tenaga. Perhatian Isis masih terpaku ke dia. Gw majuin aja, lompat terus melakukan tendangan voli ke kepala Isis. Wes… akrobat dikit bolee laah. Mayan, bisa bikin Isisnya sempoyongan lalu ganti target.
Setelah berhasil memancing Isis menjauh dari Gatan, gw lari-larian aja sambil lepaskan anak panah. Bidik, tembak, lari, bidik, tembak, lari. Pokonya ga akan gw biarkan Animus ini dekat-dekat lagi kaya tadi. Sementara itu, kedua pedang Gatan yang tadinya keluarkan force berwarna kuning dan hijau, kini jadi merah pekat dua-duanya. Seram banget.
“Heyy! Minggir! Nanti kamu ikutan kena!” Maximus Gatan berteriak. “CRIMSON CUT REAPER!” Seketika force merah yang terkumpul di dua pedang tadi menjulang tinggi lalu membentuk sabit raksasa! Guedee banget.
Gw ternganga-nganga. ILMU APA LAGI INI!?
Dengan sekuat tenaga, dia hantamkan pedang yang jadi sumber force sabit itu ke arah Isis.
DUUARRR!
Kena! sabit raksasa tersebut pas kena Isis. Kawah dangkal pun terbentuk, diameternya gede juga. Kepulan asap mengepul, ga terlihat ada tanda-tanda Isis merah masih hidup. Yap! Kali ini gw yakin makhluk itu hancur lebur! Ga tau lagi deh harus gimana kalo belum mati juga.
Maximus Gatan sempoyongan abis lancarkan serangan barusan. Dia berlutut, Force berbentuk sabit raksasa barusan menguap begitu aja. Ga meninggalkan jejak sama sekali. Gw langsung hampiri posisinya
“Maximus, anda ga apa-apa?”
“Ga apa, cuma kelelahan aja. Ternyata rumor tentang Isis Amy Grade susah dimatikan tuh benar ya,” ucapnya sembari atur napas.
Maximus Gatan ga mengalami cedera berat. Cuma emang stamina dan Forcenya dibikin kering karena dipaksa keluarkan skill-skill imba buat melawan kegigihan Isis merah. Mungkin abis istirahat sebentar, tenaganya bakal pulih, dan kita bisa balik ke pangkalan.
“Ranger muda,” Panggil Gatan saat gw bantu dia berdiri, “siapa yang kasih kamu misi? Ini bukan sesuatu yang bisa ditangani Ranger baru lulus yang belum memilih kelas lanjutan, dan belum ditempatkan di pasukan manapun,” Wak, kok dia tau semua itu?
“Saya sendiri kurang tau, Maximus. Pagi ini seperti biasa, ada misi masuk ke log saya. Jadi tanpa banyak tanya, saya langsung kemari,” gw menjelaskan gimana dapat misi ini padanya.
Begitu dapat penjelasan, dia menjepit dagu berjenggot tipis dengan telunjuk dan jempolnya. Dari raut wajah Maximus Gatan, pasti lagi mikirin sesuatu, diiringi langkah kaki kita menjauh dari lokasi pertarungan.
“Mulai sekarang kamu harus lebih waspada, Ranger muda,” Hah? Maksudnya? Belum sempat nanya, dia ganti topik, “ngomong-ngomong, kamu ga seburuk perkataan orang. Bukan anak dengan darah terkutuk atau apa, kamu calon Prajurit hebat.”
Hee? lagi-lagi gw dikejutkan dengan hal yang ga terduga.
“A-Anda kenal saya, Maximus?” tanya gw keheranan.
“Belum kenal, tapi tau siapa kamu,” jawabnya, “Ga sulit mengidentifikasi seorang Grymnystre saat dia ga menutupi rambut abu-abunya,” Jelas Gatan sembari mengacak-acak rambut kelabu, seolah tau gw penasaran. Kok bisa seorang Komandan, seorang Maximus tau siapa gw?
Belum abis rasa penasaran, tiba-tiba gw merasakan lagi aura aneh kaya sebelumnya. Lagi-lagi dari belakang! Isis merah! Faaakk! Belum mati juga ternyata. Dia melesat keluar dari kepulan asap dan menargetkan gw. Siaall! Baru sadar pas jarak antara kita udah sangat dekat. Ga mungkin bisa bereaksi dari jarak sedekat ini!
Kedua mata ungu melotot, serasa mau copot terima serangan dadakan. Darah segar langsung muncrat deras dari dada yang sukses ditembus, dan sebagian berceceran sampe muka. Sekujur tubuh gw merinding, dan sulit gerak … saat liat sesosok tubuh kecil Bellato ada di antara gw dan Isis, mencegah pedang Isis menusuk dada gw.
“MA-MAXIMUUUS!” gw berseru sejadi-jadinya liat Maximus Gatan rela jadi perisai penahan serangan Isis. Kedua tangannya pegang satu tangan Isis di depan dada yang bersimbah darah.
“Lari…” ucapnya lirih. Ga cuma dari dadanya, cairan merah pekat mulai mengalir dari mulut juga.
Isis itu perlahan mulai angkat tubuh Maximus Gatan. Abis diangkat, langsung dilempar ke samping. Gw yang masih dalam keadaan shock, tetap ga beranjak dari situ. Sementara Isis kembali mengincar gw. Dengan penuh ketakutan, kaki melangkah mundur pelan-pelan, serta mulai terasa gemetar hebat. Isis itu mulai mendekat.
Begitu Isis bergerak mengejar, Maximus Gatan bangkit dan menariknya dengan sisa-sisa tenaga terakhir.
“APA LU TULI!? UDAH GW BILANG, CEPAT LARI!” Ahh… teriakan Gatan menyadarkan gw dari keadaan shock. Tanpa pikir panjang lagi, gw berbalik dan langsung ambil langkah seribu, sementara dia menahan Isis merah.
Pikiran gw saat ini dipenuhi kebimbangan. Haruskah tinggalkan Maximus? Atau harus balik lagi bantu dia? Kalo terus berlari, gw bakal selamat dan bisa terus jalani hidup, anggap hari ini ga terjadi apa-apa. Kalo putar balik, ga tau apa yang bisa gw perbuat untuk bantu dia. Resiko bakal mati pun tinggi banget. Kayaknya, mending terus lari deh. Itu kan kemauannya. Nanti malah diomelin kalo nongol lagi depan mukanya. Seenggaknya kalo dia mati, ga akan sia-sia.
“Uuuaaarghh!” Dari kejauhan, teriak kesakitan Maximus Gatan memecah hening. Dia lagi dicabik-cabik oleh Isis merah. Pergerakannya ga kayak tadi, kali ini udah benar-benar kepayahan.
Demmit! Ga mungkinlah gw bisa anggap hari ini ga terjadi apa-apa! Mana bisa terus hidup tanpa dihantui rasa bersalah karena biarkan orang yang udah menyelamatkan nyawa gw di saat kritis, 2 kali, mati supaya gw bisa melarikan diri!? Malu-maluin banget, lagi-lagi gw biarkan orang lain membahayakan hidupnya sendiri demi prajurit pecundang. Sialan! Kenapa gw terlalu lemah!?
Akibat lagi kalap, ga bisa mikir jernih jadi ga tau mau pake skill apaan. Pokoknya di kepala, cuma kepikiran kekuatan pemusnah maha dahsyat. Tiba-tiba, tubuh gw diselubungi Force putih. Terus gw teringat sesuatu, langsung gw pusatkan force sebanyak-banyaknya dan mengalirkan ke anak panah. Gawat! Maximus udah terkapar ga berdaya! Kali ini tanpa keraguan sedikitpun, gw bidik Isis merah.
“MATI LU BIADAAB! FIRMAMENT FISSION!”
Begitu dilepas, panah gw langsung hilang. Langsung meluncur dengan kecepatan lebih dari peluru, disertai hembusan angin besar
FIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINNGGG!
Bunyi itu terdengar, seraya panah menembus wind barrier. Ga kayak panah biasa yang kecepatannya bakal menurun dan bergerak secara parabola, tembakan gw bergerak lurus. Makin jauh target, kecepatannya pun makin naik. Ga peduli arah dan kecepatan angin, hukum-hukum alam berasa diabaikan.
Panah gw sukses menembus Isis, dan membelah badannya jadi 2, “YESS!” Panah gw terus melaju menuju tebing di belakangnya, begitu juga tubuh Isis ikutan kedorong impact tembakan barusan. Tebing itu runtuh seketika, reruntuhannya mengubur tubuh Isis merah, yang kali ini gw yakin selesai selama-lamanya. DEATH IS SERVED NOW, BIEECH!
Gw buru-buru balik lagi, cek kondisi Maximus Gatan. Kritis! Masih napas, tapi detak jantungnya melemah. Tanpa banyak omong, gw gotong di punggung, langsung ngacir ke portal. Berlari sekuat tenaga, biar kata kaki terasa nyut-nyutan. Berusaha untuk ga hiraukan semua rasa sakit. Karena ini bukan apa-apa dibanding luka Maximus Gatan. Pastinya, dia lagi berjuang lawan maut sekarang.
Kejadian hari ini mengajarkan gw banyak hal. Kegigihan, rasa takut, kekuatan. Terutama, adalah keberanian menolong sesama sesulit apapun situasinya. Seorang Sentinel bertarung layaknya Berserker. Tanpa keraguan. Seorang Komandan pasukan rela mengorbankan diri, rela mati demi prajurit kroco macam gw yang baru ditemuinya hari ini. Alasannya cuma satu. Karena kita sesama Bellato. Baru kali ini ada orang selain Elka yang mau menerjang bahaya demi gw.
Hati gw kini yakin, seyakin yakinnya. Ga ada keraguan lagi setelah semua ini. Pertemuan dengan Maximus Gatan bikin gw memutuskan … untuk jadi Sentinel.
“Maximus! Hahh … hahh, bertahanlah! Saya mohon! Hahh…” Gw ajak ngobrol aja dengan nada agak tinggi sambil terus setengah berlari gotong dia. Soalnya dari tadi ga ada tanda-tanda bakal sadar. Takut tau-tau lewat nih dia, “Saya belum berterima kasih, kan? Saya belum balas kebaikan anda!”
Pas udah dekat portal, keliatan beberapa prajurit udah ada di sana. Hmm, bala bantuan mungkin. Ciih, telat amat sih. Ke mana aja dari tadi? Namun begitu mereka liat muka gw yang belepotan darah dan menggotong Maximus Gatan dalam keadaan sekarat, mereka saling pandang satu sama lain lalu serempak bergegas keluarkan senjata. Tadinya, gw pikir buat jaga-jaga kalo ada musuh. Tapi begitu ditodongkan ke gw…
“Ah … faakk.”
CHAPTER 4 END.
Next Chapter > Read Chapter 5:
https://www.pejuangnovus.com/lake-chapter-5/
Previous Chapter > Read Chapter 3:
https://www.pejuangnovus.com/lake-chapter-3/
List of Lake Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/lake-list