LAST RHAPSODY CHAPTER 3 – GIRL

Last Rhapsody
Penulis: Elwin


Hari ketiga perjalanan Vinze dan Miriam, pada siang hari akhirnya mereka sampai di tempat yang dimaksud. Dari kejauhan bisa dilihat adanya keramaian, bukti kalau mereka sudah sampai di perkemahan Bellato Nomaden itu. Mereka juga bisa melihat Magda yang sedang membantu ibu-ibu Bellato bekerja, Miriam melambai tangannya sambil berteriak kecil “Magda!” Magda menoleh dan membalas melambaikan tangannya, Miriam dan Vinze mempercepat langkah mereka. Sambil mengatur nafas, Miriam memberi salam “Lama tidak jumpa Magda, apa kabarmu?” Magda tersenyum membalas “Baik, dan selamat datang di perkemahan Bellato, kalian pasti capek yah berjalan jauh. Ayo letakkan bawaan kalian dan istirahat dulu.” Vinze melihat pemandangan sekelilingnya, dilihatnya ibu-ibu yang sedang memasak dan melakukan pekerjaan rumah tangga dan para pria yang sedang melakukan pekerjaan berat. Semua tampak damai dan bahagia.

Melihat ada yang datang, Irene dan Farrell medekat. Irene bertanya “Magda, siapa mereka?” Magda lalu memperkenalkan semuanya “Mereka ini teman seperjuangan Raxion. Ini Vinze seorang Grazier dan ini Miriam seorang Infiltrator. Lalu ini Irene dan Farrell, mereka berdua anak dari Axel dan Anna yang dekat dengan Raxion.” Semua saling bungkuk memberi hormat. Irene menatap mereka kagum “Aku tak menyangka kalau bisa bertemu pahlawan Novus yang lain disini didepan mataku.” Vinze sedikit heran dengan perkataannya bertanya “Pahlawan Novus?” Magda sedikit terkikik menjelaskan “Raxion menceritakan semua petualangan yang dialaminya selama perjalanan. Dia juga menceritakan tentang kalian yang membantu memusnahkan Ozma. Semua anak-anak disini senang mendengar ceritanya dan menganggap kalian bertiga pahlawan Novus.”

Miriam sedikit menyangkal “Ah tidak, kami tidak sehebat itu kok. Lagi pula lebih banyak jasa Raxion rasanya.” Irene menggeleng sedikit, dia menggenggam tangan erat Miriam dan menatapnya dengan mata berbinar “Bagiku Miriam itu pahlawan yang hebat lho, aku juga ingin seperti Miriam meski cewek tapi bisa sendirian menghadapi Wakil Archon Accretia.” Miriam sedikit malu menjawab “Ah… tidak… itukan…”

Vinze melihat sekeliling sekali lagi, lalu bertanya “Mana Raxion?” Magda menjawab “Dia pergi sebentar mengunjungi makam.” Vinze menatapnya heran “Makam?” Magda mengangguk “Ya, makam temannya Guyter dan kedua Bellato yang meninggal di Ether.” Miriam jadi teringat, dulunya Raxion pernah melihat pasangan Bellato yang gugur dalam perang di Ether dan itu menjadi alasan dia melakukan perjalanan. “Jadi sekarang dia mengunjungi makam mereka? Kapan dibuatnya?” Magda mengangguk berkata “Sewaktu kami keluar untuk mencari kelompok Bellato ini, Raxion menemukan tempat dengan pemandangannya indah. Dia memutuskan untuk membuat makam mereka disana, meski sebenarnya hanya nisan saja sih. Hari ini tepat hari meninggalnya mereka.”

Miriam mengangguk berkata “Kalau begitu sebaiknya kita tunggu dia disini. Kurasa Raxion ingin sendirian.” Magda melarangnya “Tidak, dia berpesan jika kalian sudah tiba,saya diminta untuk membawa kalian kesana. Sepertinya dia juga ingin memperkenalkan kalian semua. Lagian dia juga belum lama berangkat.” Irene menatap mereka berkata “Kalau begitu kami juga ikut.” Farrell menyambung menjelaskan “Sebaiknya kita minta ijin pada ayah ibu dan tuan Horad dulu.” “Tuan Horad?” Tanya Miriam, Magda menjelaskan sedikit “Tuan Horad, beliau adalah pemimpin kelompok ini. Memang sebaiknya kita berpamitan dulu.” Akhirnya mereka meletakkan barang-barang dan berkenalan dengan Axel dan Anna, setelah selesai mereka menuju tenda Horad untuk minta ijin. Horad mengangguk berkata “Baiklah, tapi kalian hati-hati ya.” Vinze memberi hormat berkata “Jangan khawatir, aku akan menjaga mereka semua.” Horad mengangguk membalas “Maaf merepotkanmu, padahal kamu tamu.” Lalu merekapun mengikuti Magda berjalan ke utara.

Tidak jauh dari perkemahan Bellato, nampak pesawat yang dikira sebagai bintang jatuh oleh mereka semalam. Jaroocce sambil menunggu Accretia lain memeriksa pesawat menatap sekeliling dengan seksama, dari belakang datang seorang Accretia. Jaroocce bertanya padanya “Bagaimana kondisi pesawat Curse Angel?” Accretia yang dipanggil Curse Angel itu menjawab “Tidak terlalu bagus. Meski hanya terkena sedikit, bagian mesinnya nampak parah. Sepertinya serangan meriam musuh mengandung sedikit efek elektromagnetik, untung pengaruhnya tidak sampai mempengaruhi alat navigasi pesawat. Kalau tangkinya hanya kena sedikit dan sudah diperbaiki.” Jaroocce berpikir sebentar lalu bertanya “Apa masih bisa diperbaiki?” Curse Angel berbalik menatap pesawat menjawab “Akan kuusahakan, hanya saja sepertinya akan makan waktu lama.”

Jaroocce mengangguk, dia menatap Accretia lain disampingnya berkata “Jenoshiel, kau bawa Inot dan Linear untuk memeriksa daerah sekitar. Lalu LordOfStreker, sebisa mungkin coba bantu Curse Angel untuk memperbaiki pesawat. Kita harus secepatnya…” Belum selesai dia memberi perintah, dari arah pesawat berlari Accretia lain berteriak “MASTER JAROOCCE, DIA MENGHILANG!” Kaget akan perkataannya, Jaroocce berbalik bertanya cemas “Apa maksudmu dia menghilang Shociku?” Shociku menjelaskan “Tadi aku kekamarnya untuk melihat bagaimana keadaannya, tapi kamarnya sudah kosong. Dari kasurnya yang masih hangat sepertinya dia baru pergi.” Jaroocce nampak kesal berkata “Kita lengah, karena dari tadi tidur terus kukira dia tidak akan bangun untuk sementara.” Inot berusaha menenangkan Jaroocce berkata “Tenanglah master, aku sudah memasang pelacak dipakaiannya. Sejak kita menemukannya dia sama sekali tidak ganti pakaian bukan? Kita bisa melacaknya dengan alat pelacak.” Jaroocce mengangguk, lalu dia menatap keenam Accretia itu berkata “Kita cari dia, jika memang baru bangun seharusnya dia belum pergi terlalu jauh. Secepatnya kita temukan dan mengamankannya, jika sampai ditemukan oleh yang lain duluan maka akan jadi masalah.” “Mengerti!” Jawab mereka serempak. Setelah memastikan semua perlengkapannya, mereka berjalan mengikuti arah yang ditunjuk alat pelacak.

Ditempat yang dimaksud Magda, nampak Raxion sedang berlutut di depan 2 nisan. Nisan itu terbuat dari batu, ukurannya tidak terlalu besar, didepan nisan itu terdapat bunga yang masih segar yang sepertinya baru dipetik Raxion. Nisan kiri Raxion bertuliskan ‘Nisan Guyter. Sahabat dan juga partner yang berharga. Beristirahatlah dengan tenang.’ Raxion memegang nisan itu berkata dalam hati ‘Lama tidak jumpa Guyter, banyak yang terjadi setelah kejadian di Ether. Selama perjalananku dalam mencari jawaban aku bertemu banyak hal dan mendapatkan banyak pengalaman. Aku masih membawa Bazooka milikmu, meski sudah dimodifikasi sedikit. Selama membawanya aku terus merasa kalau kamu selalu menyokongku. Terima kasih kawan.’

Dia menatap nisan dikanannya yang bertuliskan ‘Nisan Rygar dan Yukie. Pasangan Bellato yang gugur dalam perang di Ether. Semoga dikehidupan berikutnya mereka bisa hidup bahagia.’ Melihat nisan itu Raxion memejamkan matanya dan terbawa kenangan lalu. Setelah masalah Ozma selesai dan sebelum berangkat mencari Bellato nomaden, Raxion berusaha mencari informasi tentang pasangan Bellato yang ditemuinya di Ether. Akhirnya dia mendapatkan informasi kalau pria Bellato itu tinggal dengan neneknya, jadi dia segera mencarinya. Raxion mendapati dia masih tinggal di koloni, didatanginya tempat tinggal nenek itu. Dia menceritakan kejadian sebenarnya yang menimpa cucunya serta menjelaskan maksud kedatangannya untuk meminta maaf padanya. Dia juga berkata kalau dia bersedia untuk dihukum. Nenek itu menatap sebuah foto berbingkai kayu, nampak difoto sang nenek yang duduk sambil didekap cucu serta kekasih cucunya dan semuanya tersenyum bahagia.

Tersenyum sedikit pahit dia bertanya “Namamu Raxion yah?” Raxion menatapnya mengangguk pelan. Nenek itu meletakkan foto berbingkai tersebut, lalu menjawab “Kamu tidak perlu minta maaf, ini adalah perang jadi sudah hal yang biasa melihat ada anggota keluarga yang gugur.” Raxion nampak gusar berkata “Tapi…” Sang nenek menatapnya lembut melanjutkan “Orang tua Rygar, ibunya adalah putriku, gugur ditangan Cora dalam perang ketika dia masih kecil, jadi aku yang merawatnya. Ketika remaja dia memutuskan untuk masuk ke militer, karena waktu itu semua pemuda dan pemudi yang berpotensi memang dibutuhkan. Aku pernah bertanya padanya apakah dia ikut perang karena dendam pada Cora yang merengut nyawa kedua orang tuanya? Dia menjawab sambil tersenyum ‘Salah nek, aku sama sekali tidak mendendam mereka. Jika kita semua saling mendendam maka perang ini tidak akan habisnya, dan sudah menjadi takdirnya ayah dan ibu meninggal. Aku berperang supaya semua ini cepat selesai dan bertekad untuk melindungi semua orang yang kusayangi, termasuk kamu nek. Jadi nek jika aku meninggal maka itu adalah takdirku, semua peristiwa ada maksudnya dan semua sebab ada alasannya.'”

Raxion tertegun mendengarnya, biasanya musuh yang ditemuinya selalu memiliki sorot mata dendam tapi dia tidak menyangka kalau kata-kata seperti itu keluar dari seorang yang kehilangan keluarganya karena perang. Setelah menghelakan nafas nenek mulai melanjutkan “Tidak lama setelah masuk kemiliteran, dia bertemu dengan pasangannya, gadis Armor Rider yang bernama Yukie. sama seperti Rygar, Yukie juga sebatang kara sejak kecil. Aku sudah menganggapnya seperti cucuku sendiri dan dia juga menganggapku keluarganya sendiri. Mereka benar-benar pasangan yang serasi dan selalu bahagia. Pernah aku menyarankan mereka untuk berhenti dari militer dan hidup berkeluarga dengan damai saja, tapi mereka menolaknya dengan alasan mereka berperang bukan untuk membunuh, tapi berusaha menciptakan kedamaian untuk keturunan yang akan datang.” Nenek itu sedikit terisak-isak berkata “Benar-benar… anak-anak… yang baik…” Melihat sang nenek mulai meneteskan air mata, Raxion berusaha menenangkannya.

Setelah nenek menyeka air matanya, Raxion berlutut disampingnya bertanya “Aku benar-benar merasa bersalah, andai saja waktu itu aku tidak ikut mengambil misi tersebut.” Nenek itu mengulurkan tangan memegang bahunya melanjutkan “Sebenarnya sewaktu mendengar kematian Rygar dan Yukie, aku juga marah dan dendam karena cucuku serta kekasihnya meninggalkanku. Tapi setelah semua kejadian ini aku sadar apa perkataan Rygar mungkin benar, jika kamu tidak bertemu mereka dan perasaanmu tidak tergerak melihat semua kejadian itu, maka kamu tidak akan melakukan perjalanan dan mengetahui tentang Ozma, jadinya tidak ada yang bisa menghentikan Ozma. Meski bayarannya mahal, tapi bisa dibilang berkat merekalah kita semua masih hidup bukan?” Setelah hening agak lama, Raxion menundukkan kepalanya bertanya “Kalau memang begitu, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku masih merasa tidak tenang jika tidak berbuat sesuatu.” Sang nenek nampak berpikir sebentar, lalu menjawab “Bagaimana jika kamu membuat nisan untuk menghormati mereka? Memang sudah tidak mungkin untuk membawa tubuh mereka dan membuat makam, tapi setidaknya kamu bisa membuat sebuah nisan dan meletakkannya ditempat yang tenang dan indah. Aku rasa mereka akan senang, dan kamu juga bisa membuat nisan untuk temanmu.”

Angin bertiup membawa Raxion kembali dari kenangannya itu, sekali lagi dia menatap nisan itu berkata dalam hati ‘Meski rasanya kejam, mungkin benar kata nenekmu. Berkat kalianlah kita semua selamat dari Ozma, tapi aku merasa bayarannya terlalu mahal. Aku benar-benar berharap kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi.’ Setelah beberapa saat, dia berdiri dan menatap kedua nisan itu berkata “Sebelum berpindah, aku akan menyempatkan diri untuk mengunjungi kalian lagi.” Terdengar suara langkah kaki, Raxion melihat kedepannya. Dilihatnya seorang gadis kecil, rambutnya yang putih keperakan panjang sampai lutut kakinya dan memakai pita lebar berenda yang serasi dengan warna rambutnya, matanya kuning keemasan. Wajahnya imut dan cantik dengan kulit yang putih, namun ada kesan yang tenang. Bajunya nampak asing, gaun terusan berwarna putih keunguan yang panjang sampai betis dengan sedikit renda dan lipatan dibawahnya, lengan bajunya juga panjang dan ada ikatan pita dipinggangnya. Dia juga memakai sepatu hitam mungil seperti sepatu boneka serta kaos kaki hitam panjang.

Raxion menatapnya heran, karena sama sekali tidak pernah melihat ada anak yang berpakaian seperti itu di perkemahan Bellato. Dia menyapanya pelan berharap gadis itu mengerti bahasanya “Hallo, dari mana kamu datang?” Gadis itu berjalan memutari sebelah kiri nisan, Raxion mengikuti dia memutar badannya dan mereka berdua berhadapan. Dia melihat Raxion dari atas sampai bawah lalu sambil memiringkan sedikit kepalanya trersenyum berkata “Akhirnya saya menemukanmu Valenth.” Raxion sedikit bingung dengan perkataan gadis itu. Bersamaan dengan itu, Magda dan yang lainnya sampai ditempat Raxion. Mereka terkejut melihat Raxion dengan gadis kecil, Vinze memanggilnya “Oi Raxion!”

Raxion melihat kesampingnya, dilihatnya rombongan Magda dan yang lainnya mendekat. Setelah sampai Raxion berkata “Lama tidak jumpa Vinze, Miriam. Apa kabar kalian?” Mereka mengangguk, Vinze membalasnya “Baik, ngomong-ngomong siapa gadis kecil ini?” Mereka semua melihat gadis itu dan kembali menatap Raxion dengan tatapan aneh, berharap dia memberikan jawaban. Raxion melihat tatapan mereka menjawab “Oi oi, jangan berpikir yang aneh-aneh dulu. Aku juga tidak tahu siapa dia, dia muncul begitu saja tiba-tiba.” Miriam mendekati gadis itu bertanya “Siapa namamu?” Gadis itu menatapnya sebentar lalu menjawab dengan tersenyum “Reia, nama saya Reia.”

Magda nampaknya sedang mengukur tinggi Reia dengan tinggi Miriam, dia berkata “Kalau dilihat dari tingginya sepertinya dia bangsa Bellato yah? Soalnya hanya lebih tinggi sedikit dari Miriam.” Irene mengangguk berkata “Tapi bajunya aneh, seingatku pakaian Bellato tidak ada yang seperti itu. Bahkan pakaian kamipun tidak ada yang model begitu.” Vinze memutari Reia dan mengamatinya dengan seksama, dilihatnya ada sesuatu yang ganjil. Setelah memastikannya dia berkata “Tidak, dia bukan Bellato.” Sambil minta maaf, disingkapnya rambut Reia dan menampakkan telinganya “Telinga Bellato itu runcing, sama seperti Cora. Sedangkan telinganya ini bundar.” Farrell memperhatikannya dan kaget dia bertanya “Kalau begitu bangsa apa dia? Pastinya bukan Cora kan?”

Raxion melihat sebentar, tiba-tiba dia terkejut. Dengan suara tergagap dia berkata “Jangan-jangan…” Semua menatapnya keheranan. Raxion mengulurkan tangan kanannya bergetar menyentuh pipi Reia. Reia membiarkan pipinya disentuh sambil memejamkan matanya. Wajahnya nampak nyaman, meski sebenarnya tangan Raxion yang besi itu dingin tapi baginya itu seperti tangan yang mengeluakan kehangatan. Detik berikutnya Raxion mengeluarkan kata yang membuat mereka semua terdiam kaget mendengarkannya “Manusia…”


CHAPTER 3 END.
Next Chapter > Read Chapter 4:
https://www.pejuangnovus.com/rhapsody-chapter-4/
Previous Chapter > Read Chapter 2:
https://www.pejuangnovus.com/rhapsody-chapter-2/
List of Last Rhapsody Chapter:
https://www.pejuangnovus.com/rhapsody-chapter-list/


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *